Jumat, 09 November 2012

Bagaimana Bisa ? #part2


Rio menepis kasar tangan ify, mendorong ify agar menjauh dari dekatnya. “apa-apaan sih loe.” Marah rio sambil menunjuk-nunjuk wajah ify.
“biasa aja kali mas.” Ify menepis jari telunjuk rio dari hadapannya. “lagian elo sih yang duluan maksa-maksa sivia.”
Tak terima disalahkan, rio langsung mendorong ify ketembok pembatas sekolah dengan jalanan. Mencekal ruang gerak ify dengan menghimpit tubuh ify diantara dua tangannya dan langsung membuat ify merasa terpojok. “loe mau berurusan sama gue, hahaha. Gak salah tuh niat.”
Ify menelan ludah, mengumpulkan beberapa keberaniannya yang tadi sempat memudar karna mendapat perlakuan yang spontan dari pemuda hitam manis dihadapannya ini. “minggir loe, gue gak salah. Gue mau berurusan sama loe kek, sama siapapun, itu urusan gue. BUKAN URUSAN LO.” Ify mendorong tubuh rio, namun sia-sia karna rio tak sedikitpun bergeming dari hadapannya.
“haha, baiklah. Loe yang mulai, jangan salahin gue kalau loe dapet masalah.” Sinis rio sambil berbalik dan meninggalkan ify.
“GUE GAK TAKUT, GUE TERIMA TANTANGAN LOE.” Teriak ify agar rio dapat mendengarnya. Tapi walaupun rio mendengar  teriakkannya, pemuda itu tetap mengacuhkannya.
Tak dapat dipungkiri lagi, ancaman rio tadi cukup untuk memusnahkan benteng pertahanan ify dan membuat ify merasakan ketakutan. Bagaimana bisa seorang rio bisa membuat pondasinya yang kuat kini kian meroboh, membuat ify membutuhkan pondasi yang lain dari alvin. sekarang ify butuh alvin, ia ingin bercerita kepada alvin. pasti alvin mempunyai cara tersendiri untuk menenangkan hatinya yang mendadak gelisah.

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Matahari kembali menjelmakan sinarnya menjadi sinar rembulan. Keheningan kembali melanda disekeliling kamarnya hingga suara anginpun dapat terdengar dari celah-celah jendela yang masih terbuka lebar. Ia benci suasana yang hening seperti ini, apalagi kelengangan yang tercipta dari gelap gulita kamarnya sendiri. Tak ada cahaya lampu atau cahaya penerang selain cahaya-cahaya yang keluar dari pentilas-pentilasi kamarnya, cahaya dari celah-celah pintu, cahaya rembulan, serta cahaya Hpnya yang beberapa menit sekali menyala. Namun Beberapa cahaya tersebut Lantas tak dapat mengusik keRemang-remangan sudut dan sisi-sisi gelap kamarnya, serta tetap tak bisa mengusik kesepian yang selalu menyergap hatinya.
‘tap, tap, tap.’ Akhirnya suasana yang mencekam itu terusik juga. Suara dari arah jendela membuatnya  menyadari kehadiran sahabatnya, ia tersenyum senang lantas berdiri dan menghampiri sahabatnya tersebut. “bagaimana  keadaan loe ?.” pertanyaan yang tak pernah absen jika si pemilik suara bertandang kekamar ini. sementara si empunya kamar hanya tersenyum sambil meraba wajah sahabatnya.
“ayo pergi, papa sama mama kangen sama loe. gue juga mau cerita banyak soal kejadian tadi pagi disekolah.” Ajak suara tersebut. Suara yang nyatanya adalah milik ify. Alvin yang merupakan si empunya kamar hanya mengangguk. Dan merekapun keluar kamar gelap tersebut melewati jendela yang masih saja terbuka, jendela yang sedari dulu menjadi saksi bagaimana dua sahabat tersebut selalu kabur jiika malam mendera dan saksi ditengah malam bagaimana cara pemiliknya kembali lagi.

“alviiiin.” Panggilan itu menyambut mereka ketika sampai didepan rumah ify. Diberanda rumah telah duduk anteng seorang pria dan wanita muda yang umurnya berkisar 35 thn keatas.
“papa, mama, alvin kangen.” Manjanya sambil memeluk dua tubuh kekar tersebut. Ify yang melihat pemandangan tersebut hanya tersenyum haru, pemandangan yang sudah berlangsung sejak beberapa tahun silam.
“udahdeh, pelukannya. Manja banget sih loe vin.” Kesal ify sambil ikut duduk disebelah mama dan papanya.
“yeeee, sirik loe. Gue kan kangen sama om dan tante.” Alvin menoyor kepala ify.
“alviiiiin, jangan panggil om, tante dong. Panggil mama, papa aja.” Pria yang dipanggil papa tadi pura-pura marah sambbil menjewer telinga alvin cukup keras.
“hehehe, iya pa. Ampun deh, alvin minta maaf. Tadi alvin khilaf.” Alvin meringis sambil memegang telinganya yang merah karna jeweran papa ify.
“haha, rasain loe. Emang enak dijewer.” Ejek ify, lidahnya dikeluarkan dan kedua tangannya mengacak rambut alvin, gemes.
“mama, kak ify nakal.” Manjanya lagi, kali ini ia merengek meminta pembelaan dari mama ify yang sudah dianggapnya sebagai mamanya sendiri.
“hahahaha.” Mereka tertawa bersamaan melihat tingkah alvin.
beginilah malam mereka sepanjang tahun, membagi sedikit tawa pada pemuda yang mereka temukan dulu, pemuda yang tanpa sadar telah menjelma menjadi salah satu dari bagian yang berarti dalam hidup mereka.

Ify bercerita tentang apa yang terjadi dengan dirinya dan rio. Kedua orang tuanya sudah masuk duluan dan membiarkan alvin dan ify berbicara berdua diberanda. Terdengar jelas nada ketakutan dari suara ify yang sedari tadi bercerita dengan alvin. “loe jangan takut fy, gue selalu ada disamping loe. Gue gak akan biarin loe kenapa-napa, gue janji.” Alvin memeluk ify sangat erat, mencoba memberi ketenangan untuk gadis yang 8bulan lebih tua darinya ini.
“makasih vin, gue pegang janji loe.” Alvin merenggangkan pelukannya dan menatap ify untuk mempercayai apapun yang ia katakan.
“percaya sama gue, gue janji.” Alvin mencubit hidung ify seraya tertawa riang.

**********************************************************************************

                Jejak-jejak langkahnya tak lagi dapat berpacu pelan, waktu kembali menuntutnya untuk menembus jalanan menuju sekolahnya. Jam kini menunjukkan pukul yang tak memungkinkannya untuk bisa datang tepat waktu. Kilah-kilah cahaya seakan menuntutnya untuk menyambut hari pertamanya datang terlamabat, sementara Dari tepi timur mentari sudah menebarkan tawa mengejek melalui cahanya yang kian menerang.
‘hoshoshosh’ deru nafasnya memburu seraya memandang hampa kearah gerbang sekolahnya yang sudah tertutup rapat. Tau akan percuma memaksa satpam untuk  membuka pintu gerbang, ia berbalik dan melangkah gontai menjauhi sekolahnya. Ntah kemana lagi langkah itu akan  menuntutnya, ia tak mungkin berjalan pulang, nanti bisa-bisa kena omelan lagi. Untuknya sudah cukup tadi pagi amarah mamanya menyambut lelap tidurnya, apalagi amarah mamanya mengandung hinaan-hinaan yang sangat, hmmm ! hinaan yang sangat atau cukup membuat hatinya terluka.
“alvin.” langkahnya terhenti ketika mendengar suara lain memanggilnya.
“eh, kok loe ada disini ?.” tanyanya tak percaya.
“hehe, biasa aja kali vin. Gue tadi telat dateng, niatnya mau pulang sih, tapi karna ngeliat loe ya jadi nyamperin deh.” Adu sivia, gadis yang tadi menyapanya. “terus, loe sendiri kok bisa ada disisni ?.” tanya sivia balik.
“gue juga telat.” Alvin kembali berbalik dan berjalan meninggalkan sivia yang masih mengangguk-angguk. “eh, loe mau kemana ?.”
“mau ngikut loe lah, kenapa ? gak boleh ?.”
“hhh, terserah loe aja sih.” Gumam alvin dan kembali mengacuhkan sivia.

Alvin dan sivia terus berjalan dalam diam, tak tau kemana lagi langkah-langkah itu  akan  membawa mereka pergi. “loe mau kemana sih vin ?.” tanya sivia sedikit kesal.
“gak tau.” Jawab alvin enteng, setelah itu ia kembali  diam.
Beberapa menit dari jawaban tadi, alvin namapak memikirkan tempat yang sudah jarang ia  kunjungi, tempat yang bisa ia datangi. “gue tau kita harus kemana.” Seru alvin girang.
Alvin menarik tangan sivia, membawa gadis itu berlari kearah matahari terbenam. Sesekali ia menoleh dan tersenyum melihat wajah sivia yang ikut berlari dibelakanganya. “loe harus liat tempatnya vi, gue yakin loe suka.” Kata alvin disela langkahnya yang semakin cepat.
Lorong gelap dan memanjang terlihat didepan mereka, alvin dan sivia mengubah kecepan langkahnya menjadi lebih pelan dan tak lagi terkesan berlari. “loe mau bawa gue kemana vin, gelap banget.” Nada ketakutan terdengar dari setiap kata yang keluar dari mulut sivia.
Alvin diam sebentar dan tersenyum hangat kearah sivia. “loe tenang aja vi, gue gak akan macem-macem. Gue janji akan ngelindungin loe, selama loe ada disamping gue.” Kalimat itu meluncur pelan dari mulut alvin, seketika membuat perasaan sivia menjadi lebih tenang.
Sivia menggenggam tangan alvin lebih erat dari genggaman sebelumnya. Ada rasa nyaman yang melingkupi ruang geraknya, Rasa nyaman yang selalu muncul ketika ia bersama alvin.
Ternyata ujung lorong yang bercahaya menjadi tujuan utama mereka, cahaya yang mungkin letaknya masih beberapa centi dari mereka. “nah ! bentar lagi kita sampai, gue yakin pasti loe suka banget sama tempatnya.” Kata alvin membuka ruang percakapan yang sedari tadi menyepi dan hanya beriring suara langkah kaki.
“emang tempat apaan sih vin. Seneng banget deh kayaknya.”
“tempat rahasia yang gue temuin sendiri.”
“tempat rahasia kok bilang-bilang.”
alvin terekekeh mendengar ucapan sivia, lantas berkata kembali. “haha, rahasia untuk umum, tapi tempat terbuka untuk orang-orang yang gue sayang.” Katanya lagi.
Sivia terpelonjak, merasa senang kalau dirinya termasuk dalam daftar orang-orang yang disayangi alvin. “berarti loe juga sayang sama gue dong.” Tanyanya sivia jahil.
“hmm, gimana ya ? gue pikir-pikir dulu deh.” Balas alvin jahil. Hal itu cukup membuat mulut sivia maju, menunjukkan kalau dia tak terima dengan kata jahil dari alvin tadi. “hehe, udah gak usah ngambek. Loe pikir aja sendiri.” Kata alvin, tangan kirinya yang menjuntai kini mengacak-acak rambut sivia.

“huaaaa, keren banget vin.” Takjub sivia setelah melihat pemandangan dibalik cahaya yang tadi hanya berupa titik kecil. “sumpah, gue suka banget.”
“hehe, iya dong. Siapa dulu yang nemuin, alviiin.” Kata alvin bangga.
“ckckck, gitu aja bangga.” Cibir sivia sambil menoyor kepala alvin. “Gue juga bisa nemuin tempat yang sebagus ini. wleeek :p.”
“gak mungkin, kalau dijakarta cuman tempat ini yang paling bagus menurut gue.”
“halaaaah, ntar kapan-kapan kalau gue nemuin tempet yang bagus bakalan gue tunjukin deh ke elo.”
“iye, gue pegang dah omongan loe vi.”
Mereka terdiam setelah pembicaraan singkat tersebut. Baik alvin maupun sivia tampaknya tak ingin mengusik suasana hangat yang terjalin dalam diam ini. tanpa sepengetahuan siapapun kedua tangan mereka masih saja bergenggaman, tidak ada dari mereka yang rela melepaskan genggaman tersebut, mereka masih mau mersakan sensasi kehangatan lebih lama.
“alvin, mmm.” Sapa sivia ragu. “kenapa loe ngajak gue kesini ?.” tanya sivia dengan wajah serius.
Alvin tersenyum pedih mendengar jawaban sivia, ia sendiri merasa bodoh untuk menjawab pertanyaan tersebut. Kalau boleh jujur, alvin sendiri tidak tahu mengapa dia mengajak sivia kesini, atau bahkan kenapa nalurinya membawanya ketempat ini lagi, padahal hampir satu tahun alvin tidak pernah mendatangi tempat ini.
“loe lagi sedih ya, vin ?.” tanya sivia lagi tanpa menunggu pertanyaan sebelumnya untuk dijawab oleh alvin.
“hahahaha.” Alvin hanya tertawa hambar, dadanya tiba-tiba sesak begitu mendengar pertanyaan kedua yang diajukan oleh sivia. “gue gak pernah sedih, vi.” lirih alvin.
Sivia menelan ludah ketika melihat ekspresi alvin yang tiba-tiba berubah dingin. Apa yang dikatakan alvin tadi tak begitu masuk kelogikanya, ‘gue gak pernah sedih’ kalimat itu seakan menjadi suatu kesalahan yang sangat menyimpang dari kenyataan. Tidak mungkin ada manusia yang tidak pernah merasakan kesedihan, apalagi kesedihan adalah hal yang sangat lazim bagi setiap individu.
Kesedihan jelas terpeta diwajah alvin. sivia tahu itu karna wajah itu tiba-tiba mengeras dan meredupkan pesona yang selalu ditawarkan alvin untuknya. “bohong, gue tau loe bohong vin. Jelas-jelas loe bawa gue kesini karna loe lagi sedih dan butuh temen untuk berbagi. Iya kan ?.”
Alvin menoleh dan tersenyum seperti awal mereka berada disini, senyuman yang lebiih menyejukan hati siapapun yang melihatnya. “gue gak pernah sedih, vi. kesedihan gue cuman saat gue harus kehilangan orang yang sangat berarti bagi gue dan hidup gue.” Ucapnya tegar.
“apa kesedihan loe juga berlaku untuk gue ?.” tanya sivia pelan. Ntah dari mana keberaniannya untuk mengajukan pertanyaan yang, hmmm ! pertanyaan yang bisa dibilang pertanyaan bodoh untuk siapapun yang mendengaranya.
Alvin kembali diam, menjawab hanya dengan anggukan kecil. “tergantung loe-nya ke-gue. Kalau loe bersedia jadi salah satu orang yang berarti di hidup gue, ya gue pastiin kalau kesedihan itu juga berlaku untuk loe.” Balas alvin sambil menepuk-nepuk pipi sivia.
Kalimat yang dikatakan alvin tadi seperti menyimpan sebuah penawaran untuk sivia. Kebahagiaan tiada tara memenuhi hatinya, jika kalimat itu beneran tawaran alvin untuknya, maka dengan gerakkan cepat sivia akan mengangguk pasti.
 Sivia mau menjadi sesuatu yang berharga untuk alvin, sivia mau menjadi bagian kesedihan alvin jika dia pergi nanti. “bagaimana, loe mau gak ?.” tanya alvin. sivia yang baru saja berandai-andai langsung terkesiap mendengar kalimat alvin yang benar-benar menjadi sebuah penawaran.
“g... gue... mau vin.” Kata sivia tanpa ragu. “jadi sekarang kita...”
“iya, mulai sekarang kita pacaran.” Potong alvin. “loe jadi bagian hidup gue dan gue udah jadi bagian hidup loe.”
Sivia mengangguk lagi, air mata harunya menetes begitu saja. Segera ia memeluk tubuh alvin dan menumpahkan kebahagiaannya disana. Rasa tak percaya menguap saat pelukkan itu akhirnya terbalaskan juga. Sivia tak percaya kalau alvin, orang yang beberapa minggu lalu dikenalnya melalui tabrakan tak disengaja kini menjadi kekasihnya.
“sivia, jangan kecewain gue ya.” Pinta alvin parau. Sebuah Permintaan pertamanya untuk kekasih barunya, sivia.
“iya vin, gue gak akan ngecewain loe. Loe juga jangan kecewain gue ya.” Alvin mengangguk, mengiyakan permintaan sivia yang sama dengan permintaannya yang tadi. “janji”
Alvin merenggangkan pelukan sivia, mengajungkan kelingkingnya tepat beberapa centi dari wajah sivia. “janji.” Sivia mengaitkan kelingkingnya dikelingking alvvin dan tersenyum semanis mungkin untuk kekasih barunya.

****

Dari kejauhan rio melihat ify yang sedang duduk bersandar bawah pohon, selintas ide jahilnya untuk mengerjai ify langsung muncul. “mampus loe sekarang.” gumam rio sambil berjalan mendekati ify.
“woiiiii, loe dicari noh sama si cakka.”  Ify mendongak dan menatap tajam kearah rio yang berdiri tepat didepannya.
“yang sopan dikit dong, gue kakak kelas loe.” Sinis ify.
“suka-suka gue dong, loe mau guru kek, kakak kelas kek, emang gue pikirin. Udah sono, keburu lama si cakka nunggu loe.” Kata rio nyolot.
“emangnya mau ngapain si cakka nyari gue ? loe bohong ya ?.” selidik ify yang mulai menaruh curiga kalau-kalau si rio ngebohongin dia.
“ah, banyak bacot loe fy. Tadi si cakka bilang ada pertemuan mendadak buat senior ekschool jurnalistik.” Bohong rio lagi. Ify mengangguk dan segera bangkit dari tempat duduknya. “awas aja kalau loe bohongin gue.” Ancam ify dan berjalan meninggalkan rio.
Setelah ify berjalan keruang jurnalis, ternyata rio mengikutinya dari belakang. Begitu sampai diruang jurnalis ify mendekat kearah cakka yang sibuk melihat sterofom yang memajang konsep tentang rencana mading bulan ini. “cakka.” Panggil ify.
Cakka berbalik ketika mendengar namanya dipanggil. “apa fy ?.” tanyanya.
“katanya loe, ma...”
‘CUUUP’
Sebelum ify menyelesaikan kata-katanya, seseorang mendorong ify dari belakan dan membuat ify terdorong kedepan hingga akhirnya bibir ify mendarat mulus dipipi cakka. Tinggi ify dan cakka yang hanya berbeda sedikit membuat rencana rio berhasil.
“hahahaha. Rasain loe.” Tawa rio meledak melihat ify mencium cakka, belom lagi kemunculan agni –pacar cakka- yang tiba-tiba dan melihat adegan cium pipi  itu semakin membuat rencana rio semakin berjalan sempurna. Setelah tertawa puas, rio langsung lari meninggalkan ruangan tersebut sebelum ada yang memergokinya.
“s... sorry.” Kata ify sambil menjauhkan wajahnya dari wajah cakka.
“ify, loe...” agni mendekat dan hampir menampar ify sebelum sebuah tangan menahan tangan agni yang sudah semakin dekat dengan pipi ify.
“ini salah paham ag, gak kayak yang loe lihat.” Kata orang tersebut, agni yang terkejut langsung menoleh dan melihat alvin dibelakangnya. “ify gak mungkin cium cakka sembarangan, apalagi ify tahu kalau cakka pacar loe.”
Ify yang tadi ketakutan langsung berlari dan bersembunyi dibalik punggung alvin. “g... gue didorong vin.” Adu ify.
“iya fy, gue tau. Gue lihat kok.” Kata alvin menenangkan ify. “kalau loe gak percaya, loe bisa lihat CCTV diruangan ini.” kata alvin ke agni, tangannya menunjuk pintu ruangan yang berada dinding bagian barat ruang jurnal.

^^
“thanks al, loe emang pahlawan gue.” Kata ify saat mereka berdua berjalan dikoridor sekolah.
“iya fy, kan gue udah bilang ke elo kalau gue akan selalu lindungin loe.” Alvin tersenyum senang, senang bisa melindungi ify yang sudah dianggap sebagai kakaknya sendiri.
“eh, iya. Gue mau nanyak, kemaren kenapa loe kgak masuk pin ? gue kan khawatir banget.” Tanyak ify penuh selidik.
“gak usah sekhawatir gitu dong, fy. Udah segede ini juga.” Kata alvin cengengesan, “kemaren gue telat. dari pada pulang terus dimarahin, ya lebih mending gue keujung lorong bereng sivia.”
“hah ! sivia. Kok bisa loe bareng dia ?.”
“kemaren dia juga telat bareng gue.” Jawab alvin enteng.
“terus-terus, disana loe sama dia ngapain aja ?.”
Alvin yang mulai risih ditanya macem-macem, langsung aja noyor kepala ify dan mengejeknya. “mau tau aja sih loe, wleeek.”
“aaaaa,,, alviiiiin.”
“hahaha...”
Setelah percakapan sederhana itu, mereka malah asik bercanda tanpa menghiraukan tatapan sinis seseorang yang sedari tadi mengamati mereka dari kejauhan. Senyum sinis orang tersebut  jelas menggambarkan kebencian.

-------------------------------------------------------------TBC---------------------------------------------------

Kamis, 08 November 2012

TITIK (.)


aku bukan garis-garis lurus
memanjang hingga menyentuh langit
atau melebar sampai bentangan akhir

aku bukan linkaran sempurna
yang membulat tanpa ujung
atau selalu menyatu tanpa tepi

bahkan aku bukan lengkungan bersimbol
melengkung karena mempunyai arti
atau berpeluang untuk membengkok dilain waktu

aku? siapa aku?

aku hanya sebuah titik
berbentuk kecil ditengah warna putih
tak memiliki struktur yang berarti

namun karena aku hanya sebuah titik
aku dapat menjadi penghakhir kalimat
aku bisa menjadi pengawal sesuatu yang baru

aku adalah titik kecil tanpa bentuk
tidak bisa memanjang atau memendek
tidak mungkin melengkung atau berbelok

aku? titik yang tak jelas.
aku bisa jahat karena bisa memisahkan
aku bisa baik karena bisa menjadi awal
bahkan aku bisa menjadi lemah karena kecil

ketahuilah aku adalah titik
tidak berbentuk tapi bisa membentuk
tidak berarti namun bermakna

aku titik
kecil (.)

WAKTU


Waktu

Bukan untuk mengerti mengapa terdiam...
Aku tidak ingin memahami mengapa berhenti...
Biar aku seperti ini...

Bisu untuk mengerti
Berhenti untuk memahami
Dan aku akan selalu seperti ini...

selalu menginginkan waktu,
meminta waktu untuk melihatku,
karena aku butuh waktu,

tapi lihatlah!

waktu malah selalu bersikap egois
Tidak mau berhenti meski sakit ini melumpuhkan
Tidak bisa berkompromi meski sesak menyekat nafas

aku hanya butuh waktu untuk berhenti
meski tidak akan berhenti
bergulir menghiraukan segalanya

dia? waktu itu! waktu yang ku pinta penuh...
waktu yang seakan lupa masih ada persakitan
tidak mengerti bagaimana persakitan
tidak mau memahami rasanya persakitan

bahkan waktu itu, waktu yang ku nanti.....
waktu yang ku harapkan belas kasihannya,
waktu yang mau menerima keterlambatanku...

waktu yang bahkan kuinginkan untuk memberi....
beri sedikit celah kosong untukku menarik nafas...
beri peluang untukku berfikir sebentar...
beri aku kesempatan untuk menghapus peluh...

namun, bukankah tidak gampang untuk memberi?
bukankah menerima selalu lebih mudah?
sama seperti waktu.....
waktu adalah dia yang tidak mau memberi peluang,
namun selalu menerima pehaman telak dari kita...

pemahaman bahwa waktu tidak akan berhenti,
pemahaman bahwa waktu memang diciptakan untuk keegoisan,
pemahaman bahwa waktu tidak akan kembali,
dan waktu bukan dia yang mempunyai belas kasihan....


                                        #########################################


#Untuk sang waktu#
bisakah kau berhenti di waktu dulu, dulu sebelum kau menggerusnya dan menghilangkannya diantara kenyataan... kenyataan yang sulit kucerna dan kuterima dengan kesadaran penuh... bahkan sekarang aku masih merasa aku sedang terlelap sampai nanti dia akan membangunkan tepat di pagi itu... pagi itu... dimana dia membuatku dapat merasakan indahnya pagi untuk dicintai dan hangatnya mencintai sampai senja tak terasa didepan mata dan membuatnya tidur lagi hingga batas waktu yang tak terjangkau olehku....