Sabtu, 25 Februari 2012

MIRIS (Akhir Cerita/Kisah) #Last part

cover CERBUG MIRIS



+++MIRIS (Akhir Cerita/Kisah) #part 7+++


(sivia P_O_V)
ini bagian dari akhir kisahku...
atau bagian dari ending ceritamu...
bila pada bagian ini, aku masih dapat memilih...
maka yang kupilih adalah akhir yang menyenangkan (HAPPY ENDING)

tapi sadarku,,,
bukan hanya aku pemeran utama dari cerita ini...
kau juga, kau adalah pemeran utama dari yang paling pertama...
bahkan semua akhir telah di serahkan padamu...
jadi akhir mana yang akan kau pilih di ceritamu ini ???
akhir apa yang akan kau tentukkan untuk bagian penentu ini ???
pilihlah, aku telah pasrah pada akhir yang ingin kau tuangkan pada kisah ini...

akan kubiarkan kau yang memilih,
jika pilihan ini adalah pilihan terakhir untuk hidupmu,
maka biarkan aku menangis bila nanti iini memang akan menjadi akhir dari segala kisah cinta kita...
namun jika pilihan ini adalah pilihan awal dari segala kisah kita,
maka biarkan aku menangis bahagia di dalam pelukkan hangatmu...

pilihlah, alvin...
HAPPY ENDING or SAD ENDING :|

__________________________________________________________________________________

Sivia membeku ditempat duduknya, memikirkan bagaimana rasa rindunya terbalaskan kalau dia sendiri tak bertemu dengan alvin, kira-kira seminggu sudah pemuda itu tak tampak dikehidupannya. Kali ini sudut ruangan musik menjadi tempat galau yang paling sempurna untuknya, terdiam dibalik piano putih kebanggan sekolahnya.

Bergetar jiwa dipersada bercahaya,,,
Pertemuan harapan pertama kalinya...

Sivia mulai menekan Tuts tuts piano putihnya, mencari dimana nada pilu yang akan siap menemaninya mengisi ruang-ruang hampa dihatinya. Belum cukupkah kisah miris ini menjerat hatinya, hingga membuatnya terpisah dengan alvin untuk kesekian kalinya. Kapan suasana akan memihak kepadanya, atau kapan kisah cinta ini akan memilih suasana yang bahagia. Selalu berujung dan berakhir menyedihkan, atau kisah cinta mereka selalu bergantung pada takdir yang memunculkan harapan-harapan kosong dibalik kenyataan.

Bergetar jiwa kuhadapi mimpi-mimpi,,,
sukar dipercaya, tentunya terbuka...

Seharusnya tak ada lagi peratapan seperti ini, mengingat sebuah cincin cantik telah melingkar dijari manisnya. Yang harus ia lakukan hanyalah meneguhkan jiwa, percaya kalau nanti semuanya akan berakhir bahagia. ‘Semuanya akan terbuka lebar, sivia. Kenyataan itu akan terkuak, apapun yang terjadi alvin hanya untukmu.’ Lirih sivia dalam hati, sebenarnya kata-kata itu hanya untuk meneguhkan hatinya, ia mencoba mempercayai harapan-harapan kosong yang selama ini menemani hubungannya bersama alvin.

disini jua memori tercinta, walau seketika terjalin kasih kita...
Mungkin disini kitakan terpisah, kenangan bersama... tiada kulupa...
mengalun suara sesuri bisikan hati, seiringnya mencari alur tersendiri...

yg terpahit jua termanis semuanya bagikuu terindah,
kuingati buat selama-lamanya...

setetes air mata pilu mengalir disudut-sudut mata bulat sivia. Sekelebat memori pertemuannya dengan alvin memutar bak kaset lusuh yang telah lama terpendam, hingga putaran pertemuan terakhirnya bersama alvin menjadi penutup ingatannya. Terlalu manis dan terlalu pahit jika diingat, tak ada satupun bagian yang dapat ia lupakan, semuanya terekam sempurna tanpa ada bagian yang harus terlupa.
Hingga Tamparan tangan shilla minggu kemarin menjadi ingatan penutupnya. Sakit sekali rasanya, sakit bukan karna tamparan tangan wanita muda itu, tapi sakit karna ucapan wanita itu yang memintanya menjauh dari alvin. itu tak mungkin terjadi, sivia tak mungkin menjauhi alvin, sivia tak mungkin berjauhan dengan tunangannya, sivia terlalu mencintai alvin. lantas apa yang harus kulakukan, lirihnya dalam hati.

“loe gak bisa begini terus vi, alvin butuh loe bukan butuh air mata loe.” Celetuk ify disela isakan sivia, ia ikut sakit melihat sahabatnya seperti ini. “loe harus ngelakuin sesuatu, sekarang gliran loe yang harus berjuang dan berkorban.” Lanjutnya.
Sivia masih membatu, membeku dibalik piano putihnya. Sivia membenarkan kata-kata ify, sekarang memang ia yang harus berjuang dan berkorban, mungkin alvin juga merindukannya. Bukannya GR, tapi hatinya tak dapat dibohongi, ada rasa yang memenuhi dadanya, rasa yang berhubungan dengan persaan alvin saat ini juga.
‘gue harus ngelakuin sesuatu’ balas sivia dalam hati, ia bangkit dari tempat duduknya seraya menyeka kasar bulir-bulir air matanya, senyumannya pun mengembang sempurna. “thanks fy, Loe bener.” Kata sivia sambil berjalan mendekati ify dan memeluk shabatnya tersebut. Ify membalas pelukkan sivia, senang bisa ambil andil dalam menyemangati sahabatnya tersebut.
“buat akhir yang terbaik, meskipun loe harus sakit hati. Belajar menerima segalanya.” Kata ify lagi sambil melangkah meninggalkan sivia.
Untuk kalimat yang tadi, sivia tak mengerti sedikitpun. Apa maksudnya ‘buat akhir yang terbaik, meskipun loe harus sakit hati. Belajar menerima segalanya.’ !!! tidak, tidak akan ada yang berakhir, semuanya harus berjalan kembali, kisah cinta kita gak akan berakhir vin, gue akan berjuang buat pertahanin segalanya.

^^
Sivia berjalan dilorong-lorong rumah sakit, sesekali ia melihat jari manisnya dan tersenyum hambar menatap cincin tunangannya bersama alvin. tanpa disadari kakinya kini telah berhenti berjalan dan diam tepat didepan ruang ICU. Dari balik kaca sivia masih dapat melihat pangerannya terlelap, mungkin belum terbangun sejak seminggu yang lalu. Sefatal inikah dampak dari cahaya matahari itu, vin ? sampai membuat ragamu tak bergeming jua, lirih sivia.
“hay, sivia.” Sapa seseorang sambil menepuk pundaknya dari belakang. Lantas membuat sivia berbalik dan mendapati orang tersebut tersenyum hangat kepadanya.
“kak zahra.” Sebut sivia girang. Dra.zahra yang notabennya adalah kakak sepupu sivia kembali tersenyum, ia cukup tahu tujuan sivia kesini. “hmmm, kak bagaimana keadaan dia ?.” tanya sivia to the point aja.
“huh ! ya kayak yang kamu liat vi. gak ada perkembangan sama sekali.” Lirih zahra, tidak tega rasanya menyampaikan hal tersebut kepada sivia.
“emang dia sakit apa siih kak, sampai gak bangun-bangun ?.” terdengar nada keputus asaan ketika sivia bertanya lagi, ia berbalik dan kembali menerawang lurus kebalik kaca, menatap kosong pangerannya yang sama sekali tidak bergeming.
“maaf vi, kakak gak bisa bilang. Itu privacy pihak keluarga.”
“ohahaha, iya deh gak papa kak. Tapi sivia boleh masuk gak, sivia kangen sama alvin.” pinta sivia sambil berbalik kembali dan menatap zahra dengan tatapan memohon.
Zahra tersenyum lagi, menjawab permintaan sivia hanya dengan anggukan kepala. “tapi jangan lama-lama ya vi.” kata zahra, sivia mengangguk dan hormat seperti seorang satpam yang sedang menghormati atasannya. “oke kak, makasih ya.”

Sivia membuka pintu ruang ICU, menyeruak masuk dan mengenakan pakaian yang entah disebut apa. Untuk hari ini sivia tidak bisa terlalu lama melihat alvin, pasti sebentar lagi shilla akan datang dan akan mengusirnya jika ia melihat sivia berada diruangan gelap gulita ini.
“al, aku dateng. Udah seminggu gak ketemu kamu. Aku kangen sama kamu, mmm ! kamu kangen gak sama aku.” Kata sivia pelan, nada lirihnya tak terdengar lagi. Kali ini ia tidak mau menangis didepan alvin, ia tahu alvin butuh dirinya bukan air matanya. “kalau kamu kangen sama aku, kamu bangun ya. Masa tidurnya lama banget. Mimpi apa sih, sampai kamu nggak mau bangun.”
Dibalik ramang-ramang ruang ICU, akhirnya air mata sivia jatuh juga. sivia Menangis tanpa isakan, menangis tanpa nada lirih, mangis dalam diam. “bangun ya sayang, aku kangen kamu.”
Sivia mengecup hangat kening alvin, kemudian minta izin pada pangeranya untuk pulang sebelum shilla datang. “nanti aku dateng lagi, tapi kalau aku dateng kamu harus sudah bangun ya sayang.” Bisik sivia. “sekarang aku mau pulang, nanti kalau mama kamu dateng bilangin sama beliau kalau aku masih mau ketemu sama kamu, masih mau deket kamu, bilang sama dia jangan suruh aku pergi dari kamu karna aku nggak mau jauh dari kamu.”
“sayang, I LOVE YOU.” Sivia meninggalkan ruang ICU setelah mengganti pakaiannya kembali.
Dari balik pintu ruang ICU, shilla sudah menangis. Terharu mendengar sayup-sayup suara sivia yang tadi menyapa putranya. Ada rasa bersalah ketika ia mendengar semuanya, salah kalau dia mencoba memisahkan sivia dari alvin, salah karna dia telah menyalahkan sivia, dan salah karna keegoisannyalah yang membuat hati sivia tersakiti.
“ta... tan...te...” kaget sivia ketika membuka pintu ICU, matanya membulat penuh mendapati wanita muda itu berdiri dibalik pintu, takut kalau nanti wanita itu memarahinya lagi atau bahkan kalau wanita itu menyuruhnya menjauhi alvin.
Shilla menyeka kasar air matanya, dengan gerakan cepat ia memeluk tubuh sivia. Kemarahan yang selama ini menjerat nuraninya kian menguap didalam pelukan hangat sivia yang membalas pelukannya.
“maafkan tante, via.” Sivia mengangguk samar, jauh-jauh hari ia sudah berfikir kalau tidak ada yang perlu dimaafkan dalam hal ini karna semua selalu berhubungan dengan peran kita dalam setiap moment-momen berharga.

^^

Protoporphyria Erythropoietic dan congenital heart disease sivia, gabriel, rio, ify, zevana, dan agni terperanjat mendengar dua nama penyekit yang disebutkan shilla. Sekarang merekas sedang menunggu dokter zahra memeriksa keadaan alvin.
Shilla pada akhirnya menceritakan semua tentang penyakit alvin, penyakit yang membuat putranya tidak bisa bebas seperti remaja biasa. Miris rasanya mencerita sesuatu yang telah lama menyiratkan kepedihan dihidup alvin, tapi inilah saat dimana mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Protoporphyria Erythropoietic adalah penyakit yang membuat alvin tak bisa terkena sinar matahari secara langsung. setiap kali alvin terkena sinar matahari biarpun sedikit saja, maka alvin akan merasakan sakit yang luar biasa di kulitnya dan kondisi ini tidak bisa disembuhkan oleh apapun.” Shilla diam sebentar, mencoba menahan air matanya yang sudah membendung disudut-sudut matanya. Sementara yang lain hanya diam dan merasa miris dengan keadaan ini. “awalnya alvin hanya dikatakan mengalami congenital heart disease, atau lebih sederhananya Lemah Jantung Bawaan. Tapi pada saat alvin berumur 3 tahun, secra tiba-tiba tangan dan wajah alvin membengkak. Tante langsung membawanya ke South Tyneside District Hospital, di west bolton tempat kami tinggal dulu. Dokter menyatakan kalau alvin mengalami kelain kulit genetik langka. Saat itu tanten sudah putus asa dan saat itu juga tante memilih kembali ke Indonesia.” Shilla menghirup udara disekitarnya dan menghembuskannya perlahan. “kalau dihitung sampai sekarang sudah belasan tahun alvin hidup dengan dua penyakit tersebut, membuat alvin harus terpaksa meninggalkan setiap masa yang seharusnya alvin jalani. Setiap hari teman setianya hanya obat-obat yang berfungsi untuk mengontrol daya tahan tubuhnya dan menjaga sel-sel kulitnya supaya tidak semakin rusak.”
Air mata itu akhirnya tumpah juga, tidak ada yang bisa membendung bulir-bulir air mata itu lagi karna siapapun yang berada diposisi tersebut pasti akan merasakan hal yang menykitkan, menerima kenyataan yang sungguh tidak pernah terduga untuk mereka. Sivia yang merasa terpukul langsung memeluk tubuh gabriel yang berada disampingnya, ia butuh pondasi saat ini.
“ta... tapi... alvin masih bisa hidupkan tan ? alvin gak akan tinggalin kita kan ?.” tanya sivia dengan suara paraunya.
“ntahlah vi, tante sudah pasrah.” Gumam shilla. “kemarin dokter mengatakan kalau mereka sudah tidak bisa berbuat apa-apa, kinerja jantung alvin sudah benar-benar melemah, sel-sel kulit alvin semakin rusak dan mengakibatkan rasa sakit disekujur tubuh alvin akan semakin menyiksa.” Lanjut shilla menjelaskan.
Sivia semakin terisak, ia merasa tidak adil dengan semua ini. mengapa takdir menuntutnya untuk merelakan orang yang sangat amat disayangnya saat ini. sivia tidak akan sanggup kalau harus kehilangan alvin, dia masih ingin bersama alvin, masih ingin melihat senyum manis alvin,  masih ingin mendengar tawanya, masih ingin melewati semuanya didalam kegelapan bersama alvin, dan dia masih ingin mendengar pemuda itu bernafas untuknya.

‘CKLEK’ pintu ICU terbuka, zahra dan dua orang suster keluar dari balik pintu.
“dia sudah sadar, katanya dia mau bertemu dengan nyonya.” Kata zahra sambil berlalu bersama kedua suster tadi.
Shilla membuka pintu ICU dan berjalan mendekati alvin. “mama” sapa alvin parau, shilla hanya tersenyum dan semakin mendekat.
“alvin kok tidurnya lama banget sih. Mama kan takut ditinggal sendirian.” Kata shilla sambil membelai rambut anaknya.
Dari balik masker oksigen, alvin terlihat terkekeh pelan. “alvin kan lebih seneng tidur daripada ngerasa sakit ma.” Jawab alvin seadanya. Shilla tersenyum miris.
“ma, avin pengen lihat matahari terbit.” Pinta alvin manja.
“nanti kalau alvin sembuh mama bakalan ajak alvin lihat matahari terbit bareng yang lainnya juga. Makanya alvin cepet sembuh ya.” Alvin mengangguk dan kembali tersenyum. “mama janji.”
“iya sayang, mama janji.” Kata shilla.

Hening merayap disekeliling mereka, shilla hanya diam seraya memperhatikan wajah pucat lavin. Sementara alvin lebih memilih diam karna sibuk memikirkan sivia. Ingin rasanya ia bertanya tentang gadisnya itu, tapi rasa sakit dijantungnya berhasil membuat mulutnya bungkam.
“alvin kangen sivia ?.” tanya shilla, tanpa suara alvin menjawabnya dengan anggukan. Shilla tersenyum dan bangkit dari tempat duduknya, ia berjalan keluar ruang ICU. Beberapa menit setelah itu pintu ICU terbuka kembali. Kini sivialah yang masuk dari balik pintu.
Dengan senyum yang mengembang sivia menghampiri alvin dan duduk disebelah kasur alvin. rasa rindu yang dipendam keduanya kini membelunjak kala mata meraka dapat melihat orang yang mereka sayangi.
“sivia kengen alvin.” bisik sivia ditelinga alvin, membuat alvin tersenyum senang mendengarnya.
“alvin juga kangen sivia.”

^^
Gelap gulita langit pagi membawa sensasi tersendiri untuk mereka, pemandangan perkotaan membentang seakan tiada berujung, namun Keelokan mentari terbit yang mereka tunggu belum juga terlihat. Mereka berdiri berjejer bersama pasangan-pasangan mereka sendiri ditambah dengan seorang wanita muda yang terlihat paling vocal atas apa yang sudah iya izinkan.
Gabriel dan zevana memilih menepi kesudut bangunan atap rumah sakit bersama cakka dan agni, disisi  berlawanan rio dan ify tampak bergandengan tangan dengan mesranya. Sementara dibagian tengah duduk shilla dan sivia dengan posisi mengapit tubuh alvin ditengah-tengah mereka.
Alvin tersenyum lemah dengan semangat yang berapi-api. Satu keinginannya akan terkabulkan. Melihat matahari terbit tanpa larangan. Kali ini ia ingin menantang matahari dalam diam. Rasa bahagia yang meluap-luap semakin membelunjak ketika menyadari keberadaan orang-orang yang sangat berarti dihidupnya kini berada disekelilingnya, apalagi ada sivia dan mamanya tersayang yang mengapit tubuhnya kini.
“I LOVE YOU my SUN.” Kata alvin ketika menyambut sembulan kecil di ufuk timur bumi. Kemenangan rasa ketika ia dapat menantang matahari kehidupannya. Namun semua itu tidak berlangsung lama ketika sinar-sinar itu menyentuh permukaan kulitnya, rasa bahagia dan kemenangan itu memudar seraya berganti rasa sakit yang kian menderu disekujur tubuhnya.
“al sudah ya, mataharinya sudah meninggi.” Alvin menggeleng pelan, ia masih ingin menantang matahari paginya.
“bentar lagi ma, 5 menit lagi.” Pinta alvin lirih, shillla mengangguk dan kembali diam. Sivia yg berada disamping kiri alvin sudah tak sanggup laggi, akhirnya air mata itu terjatuh juga. Secara beringsutan sivia memeluk tubuh alvin, isakkannya terdengar pelan namun cukup membuat teman-temannya iba.
“jangan nangis, aku masih disini sayang.” Kata alvin pelan, rasa sakitnya tak lagi terasa seiring dengan kesadarannya yang menipis dan menggerus untuk terlelap didalam pelukkan sivia.
Sivia yang merasa tubuh alvin memberatpun khawatir, khawatir kalau alvin akan meninggalkannya. “alvin.”
“iya vi, aku masih disini.” Sahut suara itu pelan, alvin tersenyum didalam pelukkan sivia. Sekarang ia siap mengakhiri jalan hidupnya, namun jalan cintanya masih akan terus hidup.
Detak jantung alvin semakin melemah, kesadaran yang semakin menipis membuatnya tetap bertahan dalam pelukkan sivia. Hingga akhir dimana jiwa dan raganya benar-benar harus terpisah, membuatnya menyunggingkan senyuman untuk yang terakhir dan semua penderitaan akhirnya mati berasama raganya.
Isak tanggis memburu diantara hembusan angin pagi, keelokan langit timur tak lagi membawa kesegaran. Kini yang terbawa hanya nada-nada minor periring kepergian alvin. gabriel yang dekat dengan alvin langsung jatuh tertunduk, tak sanggup melepas sepupu tercintanya. Agni yang juga merasakan kehilangan sosok teman barunya kini terisak dipundak cakka. tak jauh berbeda dengan agni, ify juga menangis di pundak rio. Suara isakkan mereka menjadi penghantar kepergian alvin.
Shilla menangis dalam diam, sekelebat memori bersama alvin kian berputar dalam ingatannya. Meskipun sudah dari jauh-jauh hari ia belajar menerima kenyataan ini, tapi tetap saja rasa sakkit karna kehilangan memburunya dan menggerusnya semakin mengecil diantara takdir-takdir lain.
Sivia sudah merasa jiwa alvin tak lagi bersemayam, ia tersenyum pedih. Sebelum hari ini dia juga sudah belajar untuk menerima kenyataan, tapi sayangnya sivia belum belajar bagaiamana cara melepaskan orang yang kita sayang tanpa rasa sakit dan tanpa air mata. Cara melepas orang yang kita sayang tanpa rasa sakit tak terdapat dalam filsafah-filsafah ilmu sosiologi atau PKN, tak juga ada dalam rumus-rumus matematika dan fisika, pernyataan dalam pelajaran bahasa indonesia pun tak dapat menemukan caranya, apalagi dalam pelajaran sejarah yang telah lama membahas tentang perkembangan kehidupan manusia dari bermilyar-milyaran tahun.
“alvin.” panggil sivia sambil merenggangkan pelukannya dan menyenderkan kepala alvin tepat dibahunya. “lagi tiga menit.” Sivia memperingati alvin akan sisa waktu yang tadi diminta oleh alvin sendiri.
Sivia mengecup kening alvin dan menggenggam tangan alvin lebih erat, mencoba memberi kehangatan pada tangan alvin yang sudah mendingin.
“jangan tidur dulu ya sayang, kamu belum nemenin aku lihat bintang nanti malam.”


=========================THE END (SAD ENDING)===========================
 
Sivia p.o.v
Pada dasarnya kematian adalah hal termutlak dalam peradaban hidup manusia, tapi bisakah kematian itu menunda barang semenit saja untuk menjemput orang yang kusayang. Huh ! TUHAN, bukan maksudku untuk mengkecam atau menolak takdirmu, tapi adakah satu keadilan untukku tetap bersama dengan alvin, adakah satu kesempatan untukku mersakan akhir yang bahagia ditengah-tengah kisah cinta miris ini.
TUHAN, maafkan aku. Kepergian alvin memang bukan akhir dunia, tapi bagiku kepergian alvin adalah akhir dari hidupku. TUHAN asti tahu, aku tidak bisa hidup tanpa alvin. tapi kenapa TUHAN masih menggoreskan takdir biadab itu diakhir kisah cintaku bersama alvin.
Huh !!! apa hyang harus aku lakukan ???

_________________________THE END______________________

hikshikshiks,,, akhirnya berakhir juga nih cerbung.
Gak tau deh kalian suka atau enggak, aku udah menyelesaikan cerita ini dengan mood yang berganti-ganti, jadi maaf kalau ceritanya rada aneh dan tidak berkenang...
Sebelumnya aku juga mau minta maaf kalau cerbungnya menyedihkan dan ada kata atau pengertian yang salah didalamnya. Maaf juga kalau ceritanya nggak ngefeel seperti apa yang para pembaca inginkan....
C&L !!!
byebye, see you next time and keep reading my story...

MIRIS (Akhir Cerita/Kisah) #part 6


+++MIRIS (Akhir Cerita/Kisah) #part 6+++

Kebahagiaan adalah pilihan,
Apapun yang kau lakukan juga adalah pilihan,
pilihan bila nanti akhir HAPPY ENDING membuatmu bahagia,
Namun di lain sisi pilihan tersebut membuat orang yang kau sayangi lebih menderita,
Maka lebih baik kau memilih cerita  SAD ENDING yang akan membuat semua MATI RASA...
Tidak ada rasa, hanya sebuah pengorbanan yang tersisa dan tidak akan ada yang sia-sia..

Kebahagiaanku atau penderitaanmu ???
 HAPPY or SAD ENDING,,, (sivia POV)

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Secerah rasa di hati ini, meskipun warna pekat awan masih tetap menyelumbungi langit. Kesenangan yang tiada akhir, sebuah hadiah terspesial, dan kenyataan berujung bahagia, aahhh ! sempurna sudah awal pagi  di tanggal 14 Februari ini. sivia menghentak-hentakkan kaki kanannya seirama dengan bunyi ayam berkokok. jam tangan yang melingkar di tangan kanannya kini telah menunjukkan pukul 04. 30 pagi. Sebuah kebahagiaan di pagi buta ini akan segera disambutnya.
“pagii, sivia.” Sambut alvin dengan senyuman manisnya. Wajah sivia mendekat, mencoba mencari rupa-rupa si wajah tampan yang sudah ditunggunya beberapa menit yang lalu. “pagi juga, vin.” Sambut sivia tak kalah manisnya.
Mereka terlihat begitu serasi dengan alvin yang menggunakan kaos oblong putih yang berpadu lengkap dengan celana traning merah dan spatu ket merah kesayangannya. Serta sivia yang terlihat begitu manis dengan baju merah bergambar kodok bermahkota serta bagian bawah berbalut celana traning putih bergaris pinggir merah dan spatu ket putih kesayangannya. Semua yang mereka pakai hanya berdominan warna putih merah dan itu tampak cocok sekali.
“waaah, pagi sivia.” Sapa gabriel secara tiba-tiba dari arah belakang pagar rumah alvin, “pagi, alviiin.” Lanjutnya lagi dan tersenyum manis. “kaliaaaan serasi sekali, so cute.”
Sivia tersipu malu, “hahaha, bisa saja kamu iel.” Kata alvin dan sivia barengaaan.
“ngeeeh, udah deh. Jangan ngegodain mereka mulu iel.” Celetuk cakka yang ternyata sedari tadi berada di belakang gabriel. Tidak hanya cakka, tapi ada rio, ify, shilla, agni, dan zevana juga. Mereka sama-sama terkekekh melihat tingkah alvia yang salting gara-gara digodain gabriel.
“hihihi, iiya deh. Tapi kalian kenalan dulu dong sama alvin.” merekapun berkenalan sambil sesekali bercanda. Setelah ittu barulah mereka jalan-jalan bersama dibawah pekatnya langit.
“BTW, kayaknya kita kepagian deh. Nih langit gelap banget.” Rio membuka suara setelah mereka berjalan dalam diam bersama psangan masing-masing.
“hmmm, biar kita bisa keluar lebih lama. Tepatnya sebelum matahari terbit.” Jawab alvin seadanya, senyuman manis masih saja terukir sempurna di sudut bibirnya dengan tangan kanan merangkul sivia dan tangan kiri dimasukkan kekantong celana.

^^

Alvin dan sivia leih memilih menjauh dari beberapa sahabatnya. Mereka sekarang berada di atas jembatan kekar yang kata orang merupakan ‘jembatan penghubung.’ Ntah itu penghubung jalanan yang terpisah sungai atau semua hal yang berkaitan dengan segala penghubung yang ada di hidup termasuk ‘jembatan pengubung kasih’. Itu kata orang.
“sivia, apa kamu senang dengan date pertama kita di pagi ini.” tanya alvin yang berdiri disampng sivia, mereka sedang menghadap matahari terbit.
“why not ? malah aku seneng banget vin, gak nyangka tante shilla bakal ngasi kamu keluar. Yah ! meskipun hanya sebentar saja.” Ujar sivia menggebu-gebu, pancaran matanya masih saja berbinar-binar seperti malam kemarin, saat dmana pemuda tersebut mengatakan kalau dirinya akan mengajak sivia untuk jalan-jalan pagi, meskipun bukan hanya berdua.
“syukurlah kalau kau senang.” Alvin merogoh kantong celananya dan mengeluarkan sebuah benda berkilat dari dalamnya. “selamat ulang tahun my princess, I LOVE YOU.” Ujara alvin lagi sambil memberikkan benda tersebut pada sivia.
“terima kasih, alvin. I LOVE YOU TOO.” Balas sivia, sudut-sudut matanya memperhatikkan benda yang disodorkan padanya. “apa ini ? cincin ? indah sekali. Tapi kamu tidak perlu serepot ini, semua yang kau lakukan hari ini sudah membuatku sangat bahagia.”
“hahaha, ini hadiah untukmu. Cincin yang sama dengan ini.” alvin mengangkat jari manusnya untuk memperlihatkan sebuah cincin yang sama dengan cincin yang akan diberikannya untuk sivia. “bagaimana kalau kita tunangan.” Kata alvin.
Sivia menunduk setelah alvin mengajaknya tunangan. “hah ? tunangan.” Lagi-lagi sivia dibuat kaget olehnya. Ini benar-benar diluar bayangannya, namun tetap saja ia senang dengan tawaran alvin tersebut dan hatinya berkata untuk menerima cincin tersebut. “baiklaaah, kita tunangan.”
Alvin menyematkan cincin tersebut di jari manis sivia. Alvin yang sangat bahagia langsung menarik sivia kedalam pelukkannya, sekarang keraguan untuk menjamah bibir gadis tersebut telah menguap bersama menguapnya jalinan persahabatan yang digantikan oleh jalinan pertunangan.

^^
Shilla melirik jam dinding di ruang tamu, 05.46 menit. Setiap menit yang berlalu membuatnya merasa gelisah, seharusnya 14 menit lagi alvin sudah harus ada dirumah. Semoga alvin dalam perjalanan pulang, semoga alvin tidak lupa waktu, semoga semuanya baik-baik saja sebelum matahari terbit ! doa shilla.

‘aku tidak akan memaksa mama mengizinkanku.’ Lirih alvin kemarin malam, saat itu suara anaknya terdengar bergetar menahan tangis dan hal itu membuat hati shilla tergugah. ‘baiklah, aku akan mengizinkanmu keluar. Asalkan dengan beberapa syarat.’ Alvin mengangguk pasti dan tersenyum senang. ‘apa syaratnya.’
‘syarat pertama, kau hanya boleh keluar jam 05.00 pagi samapai jam 06.00 pagi.’ Alvin membulatkan matanya, hanya satu jam. Itu tidak akan membuatnya puas ! keluh alvin dalam hati. ‘hanya satu jam ? itu waktu yang pendek.’ Keluh alvin memotong perkataan shilla. ‘bagaiman kalau dua jam ?.’ tawar alvin.
‘ohh, itu terlalu lama. Bagaimana kalau 1 jam setengah, atau tidak sama sekali.’ Alvin mengacak rambutnya prustasi, mau tidak mau ia harus menerima tawara shilla atau tidak sama sekali. ‘oke, aku terima.’
‘yang kedua, kau harus sampai dirumah sebelum matahari terbit karna iru berbahaya untukmu.’ Kali ini alvin mengangguk. ‘dan yang ketiga, kau tidak boleh berlari-larian atau melakukan hal-hal yang membuatmu lelah.’ Kata shilla lagi. ‘baiklah, hanya itu. Apa kau sanggup ?.’
‘aku sanggup.’ Kata alvin sambil mencium pipi mamanya.

Shilla terenyuh dari ingatan kemarin malam, matanya kembali melirik angka-angka kecil yang di tunjuk oleh jarum-jarum pipih didalam lempengan kaca. 05.59 menit...
“ALVIIIIIIN” teriak shilla sambil berlari keluar rumah. ‘jangan membuatku menyesal telah mengizinkanmu, nak. Cepatlah pulang.’ Gumam shilla disela langkah-langkah lebarnya yang bergerak cepat. Perlahan airnya mengalir beriringan dengan pembiasan rasa khawatir yang terus menerus membelunjak menimbulkan gelisah.


^^
Alvin dan yang lainnya larut dalam obrolan yang menarik. Setelah lama melupakkan waktu, jingga kemilau nampak muncul dari arah timur langit.  Mau tidak mau membuat alvin akhirnya tersadar oleh apa yang telah dilakukannya setelah beberapa lama melupakkan waktu dan larut dalam obrolan ala anak muda yang tidak perna dibicarakannya sebelum pagi ini.
Sementara yang lain masih larut dalam tawa dan tidak memperhatikan kegelisahannya sedikitpun. Alvin langsung berlari cepat meninggalkan sahabat-sahabatnya yang mungkin akan bingung meliha tingkahnya. Sebelum matahari menjadi pembunuhnya, maka ia harus cepat sampai rumah. Sebelum cahaya matahari menyentuh kilitnya, maka mau tidak mau kebahagiaan yang tadi harus musnah atau tidak akan ada lagi kebahagiaan lainnya setelah ini.
‘dan yang ketiga, kau tidak boleh berlari-larian atau melakukan hal-hal yang membuatmu lelah.’
Alvin mengingat janjinya kemarin malam bersama shilla,  mungkin satu dari tiga janjinya harus terabaikan sebelum semua terlambat. ‘maafkan alvin ma.’ Lirihnya masih dalam keadaan berlari.
‘DUGDUGDUG’. Arghhhh ! sakit itu datang, merambat melemahkan kinerja tubuhnya. Sementara langkah-langkah itu masih bergerak cepat dan tangan kanannya mulai merenggut dada kirinya. Sedikit tenaga untuk menetralisir rasa sakit didadanya.
Bak bioskop jalan, setiap langkah kaki alvin kini tersirat penyesalan. Semua bayang-bayang kejadian beberapa waktu lalu berputar penuh dan berkelebat dibenaknya seperti layar berwarna.

‘mama, sebelum alvin berangkat. Alvin cuman mau bilang terima kasih.’ Shilla tersenyum masem, sebenarnya tidak rela membiarkan alvin pergi selangkahpun dari rumah ini. ‘alvin, sayang mama.’ Pelukkan hangat itu mendarat di tubuh shilla, dengan kasih shilla memeluuk tubuh anak laki-lakinya.
‘satu lagi, kata mama janji itu tidak menjamin apapun. Jadi apapun yang terjadi nanti mama nggak boleh menyesal. Oke.’

Salah satu putaran itu mengarah pada ingatan pagi tadi, sebelum ia keluar rumah dan tersenyum ramah menyambut gadisnya didepan rumah. Alvin mengingat semuanya, meskipun kini nafasnya sudah seperti burung yang tiba-tiba hilang dan kembali seenak udelnya (?).

‘BRUUUUK’ alvin menggebrak gerbang rumahnya ketika pancaran sinar matahari telah berhasil menyorot bagian kecil dari tubuhnya. Seketika terlihat kulitnya memerah dan sedikit melepuh karna terkena sinaran matahari.
“ALVIIIIIIIIN” teriakan shilla menggema ketika pintu rumahnya terbuka, langkahnya masih bergerak cekat menghampiri alvin.
“al, bagaimana keadaanmu.” Lirih shilla ketika melihat tubuh alvin ambruk dipelukkannya. Tampak banyak berkata, dengan sekuat tenaga shilla langsung mengangkat tubuh alvin dan menghilang dibalik pintu.
Rasa takut dan panik shilla semakin menjadi-jadi ketika melihat alvin dengan susah payah memeluk tubuhnya. “maaf ma, alvin hh... ngingkarin janji hh...”
Tangis shilla meledak mendengar penuturan alvin, anaknya itu masih sempat-sempatnya meminta maaf ketika hampir semua kesadarannya mulai menipis. “sakiiit ma... hh... hh... h...” kata alvin lagi, kini pandangannya hampir menggelap, suara-suara yang terdengar mulai ramai menyerukkan namanya kini mulai menghilang, dan semuanya kini menghilang, sepi, senyap, dan menggelap.


^^
Nadda-nada minor mengalun pilu dihati mereka, memandaang dia yang tidak berdaya dengan tatapan penyesalan. Sebuah kesalahan telah terjadi dan menyebabkan tidak ada pilihan untuk sebuah kebahagiaan. Terlihat jelas dari raut wajah satu dari mereka, dia –gadis cubby- itu belum mengakhiri tangisnya, seakan-akan dengan menangis semua akan terselesaikan. Padahal TIDAK sama sekali !!!
‘Apa yang sebenarnya terjadi ?’ tanya hati mereka pda suatu waktu, meskipun tidak satupun yang akan menjawab. Semenjak kejadian kemarin, shilla –wanita muda itu- tidak mengizinkan mereka memasuki ruangan gelap tempat alvin berbaring dengan alat-alat medisnya. Tidak satupun dari mereka yang mengetahui mengapa shilla membentak mereka ketika kemarin mereka bertandang dan ingin memastikan keadaan alvin ? atau mereka juga tida paham apa alasan ruangan itu menjadi segelap ini ? apa semuanya karna matahari, ya ! mereka yakin ini semua karna matahari. Meskipun belum jelas dan tidak pantas untuk menghakiminya, tapi matahrilah yang menjadi sumber satu-satunya hal ini terjadi, selain memang kehendak tuhan dan goresan pekat takdir.
“apa yang kalian lakukan ?.” tanya shilla dengan wajah datar, terkesan dingin. Sivia yang dari tadi berdiri dan memandang wajah alvin dari balik kaca mulai tersadar dan membalik tubuhnya untuk melihat wanita itu.
“apa yang terjadi, tante ?” sivia malah balik bertanya, wajahnya terlihat lelah karna beberapa waktu belakangan ini tidak tidur dan menangisi alvin.
“apa pedulimu, sekarang kalian pergi. Aku tidak mau kalian bertemu dengan alvin, aku tidak akan mengizinkan kalian bertemu dengan alvin lagi. TIDAK AKAN.” Bentak shilla, perlahan air matanya juga ikut mengalir. Pandangannya mulai mengabur karna bendungan air mata, jika boleh jujur hati kecilnya meronta-ronta dan berdemo atas tingkahnya.
“tante, jangan seperti ini. jelaskan semuanya, tan. Kami tidak mengerti.” Gabriel berdiri di samping sivia dan merangkul pundak sivia untuk menenangkannya.
 “pergiii, kaliaaan. PERGI SEKARANG.” Ronta shilla, ia tidak perduli dimana tempatnya sekarang. Rumah sakit, yeaaah ! tempat yang tidak menyukai suara berisik karna akan mengganggu kenyamanan pasien lain dan mungkin itu tidak berarti lagi untuk shilla.
Bukannya menjauh tapi sivia malah mendekat dan mencoba menenangkan wanita tersebut. Dipeluknya tubuh shilla yang sama bergetar seperti tubuhnya sekarang. “jangan menyentuhku. PERGI KALIAN.” Ronta shilla sambil mendorong tubuh sivia untuk menjauh.

‘PLAK’



--------------------------------------------------B_E_R_S_A_M_B_U_N_G----------------------------------------


Huaaaaaaaaaaaa ! hiyaaaaaaaaaaaat ! akhirnya bersambuung juga...
maaf, kalau tidak memuaskan. Aku sudah semampunya membuat part ini...
Yasudaaaaah, sekali lagi admin minta maaf yah..

jangan lupa C&L, yaudah... byebyebye
J




Rabu, 22 Februari 2012

MIRIS (Akhir Cerita/Kisah) #part 5


+++MIRIS (Akhir Cerita/Kisah) #part 5+++

Semua cerita terlukis sempurna..
terajut takdir dengan sejuta cinta,,,
Terulas bahagia bersama derita...
Mempersempit ruang, menyisakan kisah...
Kala Semakin jauh dan semua akan hilang,,,
Tak tersisa namun tak berakhir jua...

Bahagia atau derita K

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Seperti janji mereka, malam ini akan menjadi malam pertama saat kedua mata mereka menatap bintang di pinggir kolam renang rumah alvin. Tidak ada suara, namun mata tidak akan pernah bungkam. Kedua tangan mereka bergenggaman dalam diam, tubuh mereka terbalut kehangatan, dan kebahagian itu meryap dan menjelma menjadi ketulusan.
“alvin, apa kamu menyukai bintang ?.” tanya sivia tiba-tiba.
“tidak.” Singkatnya tanpa menoleh kearah sivia.
Sivia menautkan kedua alisnya bertanda bingung,  “kenapa kamu tidak menyukai bintang,  bintang itu kan bagus ?.” Tanya sivia, ada rasa penasaran untuk laki-laki disampingnya. Kenapa alvin tidak suka bintang, padahal diluar sana hampir semua orang menyukai bintang. Yah, setidaknya banyak yang menyukai bintang.
“ntahlah, aku tidak tahu. Aku lebih menyukai Matahari.” Jelas alvin, dia menoleh dan tersenyum kearah sivia.
“matahari ? tapi bukankah kamu tidak pernah merasakan matahari secara langsung. Lantas apa yang kamu sukai dari matahari.” Tanya sivia lagi, tampaknya dia sudah mulai penasaran.
alvin yang mendengar pertanyaan sivia hanya tertawa sumbang. Tawa yang mungkin terdengar aneh oleh sivia, tawa yang penuh kepedihan. “tidak apa, meskipun tidak pernah merasakan cahayanya secara langsung. Tapi aku tetap lebih menyukai Matahari. Matahari itu sebagai kehidupan.” Kata alvin. ‘dan sebagai kematian, untukku.’ Lanjutnya dalam hati.
Sivia hany mengangguk, tidak membenarkan atau menyalahkan. Biar saja, alvin punya hak untuk lebih menyukai matahari. Dan aku tetap menyukai bintang. “baiklah, terserah kamu. Tapi aku punya satu pertanyaan untukmu, kenapa kamu tidak boleh merasakan sinar matahari secara langsung tau kenapa kamu tidak boleh keluar rumah ?.”
Alvin diam seribu kata, ntahlah ! tapi faktanya dia juga tidak tahu kenapa dirinya tidak boleh keluar. Yang jelas, mamanya –shilla- dari dulu sampai saat ini, tidak pernah mengizinkannya keluar. Pernah ia mencari alasan mamanya tidak mengizinkannya keluar, namun  yang didapatkannya hanya isak tangis sang mama yang konon tidak ingin menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Setiap bertanya, ia hanya mendapat jawaban yang tidak memuaskan. Dan itu membuatnya jengah untuk bertanya kembali, biar saja waktu yang menjawab ! lirihnya.
“hmmmm...” gumam alvin, bingung mau menjawab apa. Sementara hatinya saja masih bertanya-tanya tentang hal tersebut.
“siviaaaa.” Penggil seseorang dari belakang mereka, sepertinya sedikit mengganggu kebersamaan alvin dan sivia. “gue butuh loe, ada sesuatu yang perlu kita bicarakan, PENTING.” Tukas gabriel.
Kontan alvin dan sivia menoleh kebelakang dan mendapatkan gabriel dengan nafas ngos-ngosan. Sejenak mereka berdiam dan saling pandang dengan alis bertautan tidak jelas. Sesaat setelah itu sivia menatap alvin, bak meminta persetujuan dari laki-laki disampingnya. Namun alvin hanya bersikap acuh tak acuh seraya membuang muka dan kembali sok sibuk dengan tatapan menerawang bintangnya.

Serasa dicuekin, sivia langsung mengambil inisiatif untuk mengiyakkan ajakkan gabriel, toh mereka tidak akan melakukan apapun, mereka hanya akan bicara –mungkin-. “vin aku pergi sebentar ya.” Izin sivia, namun lagi-lagi alvin mengacuhkannya, seakan tak peduli apapun yang akan dilakukan gadisnya dengan orang lain.
Angin kembali berhembus, membiarkan setiap hembusan memeluk tubuhnya yang kini seorang diri. Rasa cemburu itu datang lagi, setidak ini tidak lebih menyakitkan dari perasaan cemburu beberapa minggu lalu. Ada ketakutan ketika gadisnya pergi bersama yang lain, ketakutan ketika suatu saat nanti gadis itu akan pergi dan takkan kembali, atau dirinya akan pergi. Huh !!!
“terkadang hubungan itu harus berpondasi rasa percaya terhadap satu sama lain.” Shilla duduk di sebelah alvin, menggantikan posisisi sivia yang tadi menemani anknya tadi.
Alvin menoleh kearah shilla seraya tersenyum, ia seakan mengerti apa maksud mamanya. Mengerti arti sebuah kepercayaan dan artinya ia harus percaya pada gadisnya saat bersama dengan laki-laki lain. Yah ! begitu seharusnya, ia harus percaya pada sivia. Namun bukan berarti rasa cemburu itu sirna begitu saja, rasa cemburu tidak akan sirna secepat itu dan tidak akan sirna dengan mudah.
“aku tahu.” Balas alvin masih dengan senyuman manisnya.
“baiklah, mama rasa kamu sudah cukup dewasa untuk meengerti itu.” Shilla mengangkat tangangnya dan dengan ringan mengacak-ngacak rambut alvin. “jangan cemburu lagi dong.”
“hmmmm, Akan ku coba.” Kata alvin lagi.
“mama percaya kamu bisa.” Alvin tersenyum lagi, kini kepalanya digiring untuk tidur dipangkuan shilla. Dan dengan senang hati shilla menyambut hal itu. Mereka diam dlam larutan keheningan malam, mencoba memforsir setiap sayang dengan cara damai, semakin lama dan smakin besar rasanya hubungan ibu dan anak itu terjalin.
“ini.” Serah alvin kepada shilla, memberikan sebuah potongan plastik dengan beberapa huruf tercetak rapi dan foto pada bagian bawahnya. Shilla menerima hal tersebut dengan alis berkerut, bingung dengan benda yang diberikan untuknya. “besok sivia ulang tahun.” Kata alvin lagi.
Shilla mengerti, potongan pelastik pipih itu adalah kartu pelajar sivia. Kartu dimana tercantum tempat tanggal lahir sivia. Pasti anaknya –alvin- akan melakukan sesuatu untuk gadis pujaan hatinya tersebut, sesuatu yang luar biasa. Shilla bisa menebak hal tersebut.
“aku mau membuatnya bahagia, aku ingin memberikan sesuatu untuknya.” Kata alvin mengadu.
Shilla mengangguk jelas, “apa yang ingin kau lakukan untuknya ?.”
“aku ingin membuatnya bahagia.”
“mama tahu.” Kata shilla gemas. “apa yang akan kau lakukan untuk membuat sivia bahagia ?.” ulang shilla.
“hmmm, tapi apa mama akan mengizinkanku melakukannya.” Tanya alvin balik, shilla mengernyit tidak mengerti. Untuk yang satu ini, ia tidak mengerti dengan jalan pikiran anaknya.
“mengapa tidak ? mama akan mengizinkanmu selama kamu bahagia melihatnya bahagia.” Shilla menunduk, menatap mata alvin yang juga menatapnya, mata sipit alvin menyiratkan keraguan.
Beberapa menit terdiam, akhirnya alvin menaikkan kelingkingnya dan mengacungkannya tepat didepan wajah shilla, tanpa mengubah posisi tidurnya. “apa mama janji akan mengizinkanku selama aku bahagia melihatnya bahagia.” Kata alvin.
                Shilla cukup ragu untuk menyambut acungan kelingking kecil alvin, nammun pada akhirnya ia tersenyum dan menyambut kelingking alvin dengan mengaitkan kelingkingnya ke jari kelingking alvin. “baiklah, tapi janji tidak selamanya bisa menjamin keputusan mama.” Balas shilla.
“a..ku... ingin mengjaknya keluar dan berjalan-jalan.” Kata alvin masih dengan nada ragu-ragu. “aku yakin dia akan bahagia dan aku juga akan bahagia melihatnya bahagia.”
Shilla tidak menanggapi keinginan alvin, meskipun ia dengan jelan mendengar langsung dari mulut anak laki-lakinya. “apa mama akan mengizinkanku ?.” tanya alvin dengan nada memohon. shilla membuang muka dan menengadah menatap langit, berharap butiran-butiran hangat itu tidak menetes sekarang juga, ia ingin menjadi lebih kuat ketika menghadapi suasana seperti sekarang ini.
Angin kembali berhembus dan memeluk tubuh alvin dengan rasa dingin yang kian menyilukkan tulang-tulang sendinya. Belum, mamanya belum sedikitpun memberikan respon apa pun tentang keinginannya. Mamanya masih diam, wajahnya masih menengadah menentang langit. “aku tidak akan memaksa mama mengizinkanku.”


^^
Mereka diam cukup lama, tidak ada suara apa pun untuk mengusir kebosanan. Tampaknya tempat yang sunyi ini juga lebih memilih tidak mengganggu aksi mereka, biar saja angin yang mengiringi, biar bulan dan bintang yang menjadi saksi bisu, dan biar tumbuhan-tumbuhan kokoh yang berperan sebagai pendengar yang baik.
Gabriel menghela nafas berat, “gue percaya sama loe vi.” Katannya pelan. “loe yang terbaik buat alvin.” lanjutnya tak kalah pelan.
Sivia diam, tampaknya dia lebih memilih menjadi tumbuhan-tumbuhan kokoh yang berperan sebagai pendengar yang baik saat ini. Biarkan gabriel menyelesaikan kata-katanya dan semua akan baik-baik saja, gumam sivia pelan.
“jujur, sejak pertama gue liat loe dan saat itu juga gue suka sama loe. Tapi semakin kesini, gue semakin merasa nggak ada cukup banyak penguat untuk mantapin hati gue untuk bilang cinta sama loe.” Tutur gabriel pelan, “emang kenyataan, pada dasarnya gue ngerti kalau gue emang gk cinta sama loe.” Kata gabriel mantap, sedikit kelegaan untuk hatinya yang tadi sempat bersetru dengan akal pikirannya.
“sebelum gue nyakitin hati loe, nyakitin hati alvin, dan nyakitin hati sahabt gue. Jadi sekarang gue mau bilang kalau semua udah selesai dan alvin adalaha pemenang hati loe seutuhnya.” Tegas gabriel dengan nada ringan.
Sivia menatap gabriel, tatapan yang menyirat ketulusan dan rasa terima kasih lebih untuk pemuda disampingnya. ntah dengan apa rasa terima kasih itu dapat tersampaikan untuk gabriel, secara tiba-tiba sivia memeluk gabriel dan menangis haru didalam pelukkan tersebut, “terima kasih, iel.” Ucapan tulus keluar dari mulut sivia, hanya dua kata itu yang bisa keluar dan diproses oleh pita suaranya.
Gabriel tersentak melihat sivia memeluknya dan mengucapkan terima kasih untuknya. Meskipun tidak mengerti tapi gabriel tetap tersenyum dan membalas pelukkan gadis tersebut dengan tulusnya.
“ayo pulang.” Ajak gabriel setelah lama diam, sivia mengurai pelukkannya dan menyeka kasar air matanya. “aku tidak mau membuatnya semakin cemburu karna membawa gadisnya lebih lama dari setengah jam.” Goda gabriel sambil mencolek dagu sivia.
“dia tidak akan cemburu, dia percaya padaku.” Kata sivia, lidahnya terjulur untuk mengejek gabriel.
“hahaha, kalau begitu kita diam saja disini lebih lama.” Gabriel tersenyum jahil dan memasang muka pengen.
“huuuu, itu sih mau mu iel.” Canda sivia sambil menoyor kepala gabriel. Setelah itu mereka tertawa bersamaan, tawa seorang sahabat kental.


^^
Alvin duduk menyandar di branda rumah, wajahnya datar tanpa ekspresi. Tatapan matanya menerawang kelangit-langit penuh bitang. Pikirannya merana memikirkan gadisnya yang tak kunjung kembali setelah setengah jam lebih.
“alvin.” panggil seseorang, yang tanpa sadar sudah berada tepat dihadapannya.
Alvin tersadar dari lamunanya dan mengubah sudut pandang matanya kearah gadis manis yang sedari tadi di tunggu. Sementara di balakang gadis tersebut seorang pemuda tengah menatapnya dengan pandangan khawatir ketika melihat raut wajah sepupunya yang tidak bisa dijelaskan, mengenaskan sekali dengan rambut acak-acakkan.
“alvin, apa yang terjadi ?.” tanya sivia lembut, mengubah sorot matnya menjadi sorot ke khawatiran yang sama dengan sorotan mata gabriel.
Bukannya menjawab, alvin malah bangun dari tempat duduknya dan langsung mememluk tubuh sivia dengan erat. Seakan-akan dengan memeluk gadis tersebut semua rasa yang membuncah dihatinya dapat tersampaikan langsung ke gadisnya. “apa yang terjadi ?.” tanya sivia mengulang pertanyaan yang tadi.
Alvin menggeleng seraya melonggarkan pelukkannya dan memandang sivia dengan tatapan teduhnya, perlahan wajah alvin mendekat dan mencium kening sivia dan perlahan merapatkan dahinya dengan dahi sivia, sampai hidung mereka juga bersentuhan. “aku bahagia.” Kata alvin sambil menyunggingkan senyumannya.
Dada sivia melapang dan tersa lega begitu mendengar kata-kata alvin. “aku juga bahagia.” Balas sivia lembut. Perlahan namun pasti, semua terjadi tepat didepan mata gabriel.
Gabriel bak saksi hidup yang melihat dua orang yang disayanginya bahagia. Gabriel melihat bagaimana rasa sayang dan rasa cinta itu tersamaikan dengan leluasa diantara sepasang anak manusia yang begitu berarti dalam hidupnya. “aku turut bahagia untuk kebahagiaan kalian.” Gabriel tersenyum lega dan ntah mengapa hatinya turut bahagia dengan adegan tersebut.


--------------BERSAMBUNG-----------

MIRIS (Akhir Cerita/Kisah) #part 4

 +++MIRIS (Akhir Cerita/Kisah) #part 4+++

Ada cinta saat bersama...

Saat hasrat itu datang, Merambat masuk, menenangkan jiwa, dan menghangatkan raga...
Membawa Nada-nada kehidupan menjadi nada cinta, serta melambungkan dua hati...
Memikit 2 jiwa menjadi satu cinta, menjadikan 2 kasih berpadu dalam satu asa...
Mengubah derita menjadi bahagia, serta mebawa semerbak tawa untuk dua raga...
Menghubah cerita menjadi kisah manis, antara... Merebut atau direbut !!! :*

******************************************************************************************

    Matahari masih menyusun jarak untuk beranjak kearah tempat terbitnya, terlihat bentangan garis lurus yang menunjukkan kalau masih ada 3 jam sebelum langit menggelap. Sementara sivia ingin menggunakan sisa waktu ini untuk menjalankan aksi PDKTnya dengan si alvin. sekarang mereka berdua sedang asik dudu de gazebo rumah alvin. seperti biasa keheningan memikat mereka berdua untuk beberapa menit ini.
    Sivia yang tidak suka diam mulai menyusun kata untuk membuka percakapannya dengan alvin. “vin, PDKT kok diem gini ?.” tanya sivia, rasanya sangat canggung kalau diam seperti ini. “mau gimana lagi, aku gak ngerti sam yang beginian.” Jawab alvin dengan polosnya, sivia hanya geleng-geleng saja dan kembali diam.
“kita ketaman aja yok vin.” Ajak sivia, namun langsung mendapat tolakkan dari alvin. “kalau begitu jalan-jalan di luar aja, gimana ?.” ajak sivia lagi dan mendapat gelengan dari alvin yang berarti penolakkan lagi. “hmmm... kalau gitu kita ngapai dong ?.” pasrah sivia.
    Alvin menoleh kesivia dan tersenyum tanpa arti. “kita main kejar-kejaran aja disini.” Kata alvin dengan polosnya, sivia sampai meringis mendengar usul alvin. “ihhh! Gak mau, kita kan bukan anak kecil lagi.” Kata sivia, kini giliran dia yang menolak.
“masa sih, kita kan masih kecil sivia.” Tangan alvin terangkat dan langsung mencubit hidung sivia, “huaaa, alviiiin. Jangan dicubit pipiku, merah ni.” Marah sivia sambil memasang muka lipat 7. Alvin hanya tertawa melihat wajah burem sivia. “wah, cupcupcup. Mana yang merah, mana ?.” alvin memajukkan wajahnya untuk melihat pipi merah sivia.
“ini, pipiku yang kanan, Sakiiit vin.” Keluh sivia dengan nada manjanya. “mana yang merah ?.” tanya alvin lagi dan semakin memajukkan wajahnya. Padahal dari jauh rona merah diwajah sivia masih dapat terlihat, tapi dengan jahilnya alvin semakin memajukan wajahnya kearah pipi sivia dan....
    ‘CUUUP !’ ciuman kilat alvin mendarat dipipi sivia, alhasil pipi sivia semakin merah merona. “kata mama, kalau ada yang sakit terus dicium, ntar lama-lama sakitnya bakal ilang. Hahaha...” Kata alvin dengan polosnya dan diselingi tawa riangnya ketika melihat wajah merah sivia yang semakin lama semakin merona.
    alvin berdiri dari tempat duduknya dan berlari meninggalkan sivia, sementara sivia baru sadar kalau tadi dia hanya dijahilin oleh alvin. “huaaaaa, alviiiiiin. Jahil banget sih, awas kamu ya !.” teriak sivia.
“hahaha... pipimu makin merah vi, Lucu banget deh.” Ejek alvin sambil berlari dan diselingi tawanya. Dibelakang sivia sudah mulai mengejarnya dan teriak-teriak melontarkan ancamannya.
    Merka akhirnya bermain kejar-kejaran dengan sivia yang menjadi pengejar, sementara alvin menjadi orang yang dikejar. Tawa dan candaan menjadi penghias aksi kejar-kejaran mereka, layaknya cinta memberi mereka kebebasan meskipun hanya didalam rumah minimalisnya alvin.
    Dengan ini, hasrat untuk saling  memiliki mereka semakin bergejolak, membuat hati mereka terpikat sempurna, dan menjadikkan tawa sebagai kehangatan tak tertandingi saat mereka bersama. Mungkin kalau alah satu dianatara mereka akan berharap kalau saja waktu dihentikan dan membiarkan suasana indah ini tidak terlewatkan.

^^
    Mata mereka saling beradu pandang satu sama lain. Yang satu menatap penuh harap, dan yang satu membalasnya dengan pandangan suram. Zevan mengaduk-aduk minumannya masih dengan menatap gabriel yang ada dihadapannya.
“kenapa loe ? kayak gelisah gitu.” Tanya zevana pada akhirnya. Seketika kelengangan pun mengeruh.
“GALAU.” Jawab gabriel cuek.
“gara-gara mikirin sivia yang lagi bareng alvin ?.” gabriel tersentak. Darimana zevana tau ?, pikir gabriel. “inget iel, gua sobat loe dari kecil, loe emang gak perna cerita tapi mata loe bicara. tadi loe keliatan gak suka banget waktu sivia ngajak loe kerumah alvin.”
“loe emang ngeh banget ya ze. Iya, gua emang lagi mikirin itu, gue gak rela biaren mereka berduaan, gue cemburu ze.” Aku gabreil dengan nada lirih.
    Zevana hanya tersenyum tipis. Apa yang harus dilakukannya ? perasaannya sama seperti gabriel, dia juga sedang cemburu mendengar kata-kata gabriel barusan. Cemburu kalau gabriel sedang dekat dengan gadis lain, apalgi dia juga cemburu denger kata cemburu dari mulut gabriel untuk orang lain. Tampaknya rasa sakit itu lagi-lagi menjalar dan menikam telak di hatinya. Huh ! tak bisakah gabriel merasakn appa yang dirasakannya saat ini ? rasa cinta untuk pemuda dihadapannya, rasa yang selama bertahun-tahun tidak pernah terbalasakan.
“loe suka sivia ?.”
“ahhh, zeva gue tersayang. Kalau gue gak suka sama dia, ya gak mungkin gue cemburu. Apalagi di hati ini bukan cuman sekedar rasa suka, tapi hati ini udah cinta mati sama gadis itu.” Kata gabriel menggebu-gebu, zevana hanya meringis mendengarnya.
“yakin, loe cinta sama dia ?.” tanya zevana lagi, kali ini gabriel hanya mengangguk. Ntahlah hatinya serasa kurang serek untuk mengakuinya. “loe salah iel, loe belum  mantepin hati loe. Isyarat mata loe gak bilang loe cinta sama dia, loe cuman ter-ob-se-si doang.” Gabriel merengut mendengar penuturan zevana. Serasa hatinya membenarkan kata-kata itu, Tapi akalnya malah menolak keras.
“tidak zeva, aku benar mencintainya.” Gabriel bersi keras.
“gak, loe gak cinta.” Kata zevana gak mau kalah. “coba deh sekarang, loe merem. Terus jawab dengan hati, jangan dengan logika.” suruh zevana dengan mantapnya, gabriel mengikuti dengan pasrah. “loe cinta atau gak sama sivia.”
Mulut gabriel seakan terkunci. Bila tadi dia begitu mantap bilang cinta, tapi sekarang hatinya tidak bisa dibohongin sama sekali. Ragu, begitulah rasanya ketika mulut gabriel ingin kembali bilang cinta untuk sivia.
“hahaha, bingung kan loe. Udah deh, mending loe mantepin hati dulu. Sebelum nanti loe malah nyakitin diri loe, nyakitin sivia, nyakitin alvin, dan nyakitin g...” sebelum mulut zevana kembali menguluarkan kata, ia malah menariknya kembali. Tidak mungkin dia mengakui kalau hatinya juga tersakiti oleh perasaan plinplan gabriel. “arghhh, udah yok kita pulang. Ntar loe mantepin dirumah aja.” Ajak zevana sambil berdiri dari tempat duduknya dan berjalan tanpa menunggu gabriel yang masih bingung dengan tingkahnya.

^^
“alviiiiiiin, siviaaaaaaaa.” Teriak shilla yang berdiri diambang pintu. Dia baru saja pulang dan menatap isi rumahnya yang sudah luluh lantah karna ulah dua remaja yang sedari tadi asik bermain.
“hehehe.” Cengir dua orang yang baru saja turun dari lantai dua dengan muka polos, tak berdosa.
“apa-apaan ini ?.” teriak shilla lagi dan lagi-lagi dijawab dngan cengiran polos dari keduanya.
“hehe... soriii ma. Tadi ada puting belliung dateng.” Kata alvin sambil nyengir, anggukan kepala sivia mengikutinya.
“tante, tadi kita main lari-larian.” Kata sivia, tatapan yang berbinar-binar serta semangat yang menggebu-gebu membuatnya seperti anak kecil yang baru saja dibelikkan berbie baru.
“hah ? lari-larian ?.” tanya shilla. “alvin bagaimana keadaanmu, apa ada yang sakit ?.” nada shilla terdengar kawatir dan panic.
“hehe, dada alvin rada sesek ma.” Alvin meletakkan tangannya didada kirinya. “tapi tenang ma, selain itu semuanya tidak ada masalah. Alvin sehat luar dalem, seneng dunia akhirat, terus...”
“dasar bawel.” Celetuk sivia, membuat kata-kata alvin terputus.
“huh ! dasar cerewet... yaudah deh, pokoknya alvin seneeeeng BGT hari ini. Rasanya bebas dari semuanya, ntar mau maen lagi deh sama sivia.” Alvin menyenggol lengan sivia, serta nyengir gaje lagi. Shilla hanya menggeleng-geleng, rasa khawatir yang tadi sempat timbul mulai berganti rasa bahagia. Ia dapat merasakan apa yang dirasakkan alvin, bukankah seorag ibu akan merasa behagia kalau melihat anaknya bahagia.
“yaudah, mama juga ikut seneng kalau gitu. Tapi sekarang lebih baik kamu mandi, kan gak baik kalau mandi malem-malem.” Suruh shilla sambil mengangkat tangannya untuk membelai rambut alvin.
“okedeh ma, badan alvin juga udah lengket-lengket nih gara-gara keringetan.” alvin memberi hormat sebelum akhirnya pergi kekamarnya. “eh,  hampir lupa. Sivia juga mandi sono. Ntarkan mau liat bintang.” Kata alvin lagi setelah membelikkan badannya menghadap sivia.
“iya, bawel. Udah sono mandi. Aku juga mau mandi.” Alvin berbalik lagi dan benar-benar hilang dibalik pintu kamarnya. Sivia juga hendak berbalik pulang, tapi tangannya tiba-tiba ditahan shilla.
“boleh tante bicara ?.” tanya shilla, sivia mengangguk.
“sivia beneran cinta sama alvin ?.” tanya shilla lagi dan lagi-lagi sivia mengangguk semangat seraya tersenyum manis. “kalau gitu, tante minta sama sivia untuk jaga alvin, jangan berpaling dari alvin dan jangan pernah ninggalin alvin.” air mata shilla menetes begitu saja, permintaan yang terucap benar-benar terdengar tulus dari hatinya.
“hmmm, iya. Tapi sivia gak janji.” Kata sivia mantap, shilla masem mendengarnya.
“kenapa sivia gak bisa janji, sivia ragu ya ?.”
“hehe, ya nggaklah tan.”

^^
    Shilla diam mematung, beberapa menit yang lalu sivia sudah meninggalkannya. Jawaban yang benar-benar tidak disangka akan keluar dari mulut seorang gadis berumur 14 tahun, sivia. Jawaban yang ntah dapat dicerna oleh otaknya atau malah teraaikan begitu saja. Jawaban yang mengejutkan !
     ‘hehe, ya nggaklah tan. Maksud sivia itu, kan waktu berputar lebih cepat dari yang kita bayangkan. Sekarang tante bisa berharapa kalau sivia bisa menjaga alvin, sivia bisa mengiyakan hal itu. tapi kita nggak tau nantinya bagaimana, bisa jadi alvin yang akan jagain sivia, jadi lebih baik kita saling jaga.” Kalimat tersebut kembali berkelebat dibenaknya, namun jauh dihatinya ia membenarkan kalimat-kalimat tersebut. Gadis pinta, gumamnya dalam hati.
     Kalimat-kalimat lainnya kembali terngiang ditelinga shilla, bak hantu yang akan menghantui hidupnya, kalimat-kaliamat yang menjadi jawaban sivia juga terus menghantui pikiran shilla. Tidak ada yang tahu bagaimana arah berpikir gadis tersebut, sungguh jauh dari apa yang shilla pikirkan. “terus tadi tante minta supaya sivia untuk tidak berpaling dari alvin, kalau sekarang sivia bisa langsung mengangguk untuk menyetujui pirmintaan tante. Tapi kita balik lagi ke masa yang akan berputar, sekarang mulut bisa bilang iya tapi nanti tuhan bisa berkehendak jauh diluar perkataan sebelumnya. Siapa tahu, nanti Tuhan malah misahin kita dan membuat kita berpaling dengan maksud yang lebih baik.” Wajah sivia yang waktu itu mengembangkan senyum juga ikut terbayang.
     “tante minta biar sivia nggak tinggalin alvin. iya, sivia bisa bilang iya untuk sekarang. Tapi kita tidak tahu bagaimana nanti takdir akan memperlakukan kita, mungkin nanti bukan sivia yang akan ninggalin alvin, tapi alvin yang akan ninggalin sivia. Semuakan bisa terjadi, tidak ada yang bisa menjamin setiap kata yang kita ucapin sekarang.”  Jedaaaar, kalimat-kalimat terakhir benar-benar membuat shilla kelimpungan. Semua yang dikatakan sivia memang benar, tapi tetap saja kalimat-kalimat terakhir ini membuat hatinya tertohok dan tertikam telak.
     Sebelum sivia meninggalkan shilla tadi, sivia kembali berkata. “meskipun sivia nggak janji, tapi sivia bakalan usahain buat menjaga alvin, tidak berpaling dan tidak akan ninggalin alvin.” kalimat terakhir yang mebuat shilla mematung. Meskipun tidak ada jaminan untuk kalimat tersebut, namun ia merasa gadis tersebut dapat melakukannya.

^^
    Suasan begitu lengang dikamar ini, semua lampu yang biasa menerangi sudut ruangan kini mati, tidak ada setitik celahpun untuk cahaya masuk selain cahaya rembulan dan bintang. Kelengangan membuat si penghuni diam, namun hatinya tengah bertikai dengan pikirannya sendiri.
Tidak ada logika bila berhubungan dengan cinta, namun hatilah yang paling banyak ambil andil didalamnya. Logika tidak bisa merasakan, namun hati adalah alat perasa yang paling ampuh untuk merasakan. Lagipula kata hati akan menjadi penunjuk jalan kisah cintanya.
‘cinta atau obsesi ?.’ pikirnya dengan perasaan kalut. Gabriel menutup matanya seperti apa yang disuruh oleh zevana. Yang ia ingin tau hanyalah perasaan apa yang ada untuk sivia, perasaan cinta atau obsesi yang hanya ingin memiliki.
“arghhhh ! kenapa jadi ribet gini sih ?.” keluhnya sambil mengacak rambut hitamnya, sekarang ia terlihat seperti orang prustasi. Tidak ada jawaban untuk pertanyaan awalnya. Semua blank, kosong tak berpenghuni sama seperti suasana kamarnya sekarang.
Kali ini dengan berbaring, ia mencoba untuk terlelap ‘siapa tahu semua akan terjawab nanti pada saatnya.’ Pikir gabriel, matanya memang terpejam dan pandangannya mulai menginjak hamparan kegelapan yang tiada batas. “arghhh ! gabriel loe GILA.” Bentaknya, jawaban yang sebenarnya tidak mudah ia terima begitu saja.


-----BERSAMBUNG-----