Kamis, 11 Juli 2013

Lebih Dariku (WML)







(part of Waiting My Love)
 


Bagaimana dengan cinta yang merelakan cintanya pergi?

atau.....

Bagaimana dengan Cinta yang hanya bisa menanti hingga berakhir sia-sia?


seseorang mengatakan ‘tidak ada yang sia-sia’ di dunia ini, semuanya ‘peristiwa atau kejadian pasti diciptakan lengkap dengan alasannya’, asalkan ‘yakin dengan akhir yang kau pilih maka akhir itulah yang akan kau dapatkan’.

“ya aku percaya tidak ada yang sia-sia.” Sivia bergumam pelan sambil menutup ingatannya tentang seseorang yang mengajarkannya banyak hal. ah! bukan banyaktapi terlalu banyak sampai otaknya tidak bisa mencerna beberapa hal dan masih membuatnya bingung sampai sekarang.

Perlahan gadis itu memejamkan matanya, tangannya yang satu meraba permukaan bad cover tempat tidurnya. Dapat! Sivia mengangkat benda yang dicarinya, lalu diletakannya benda tersebut tepat di atas dadanya. Ia menarik double kabel yang terpasang di benda tersebut. Seper-empat double kabelnya  terbelah dua –dan kedua belahannya memiliki ujung yang terpasang benda kecil yang dapat mengeluarkan suara. Lalu secara bersamaan Sivia meletakan kedua benda kecil tersebut di masing-masing telinganya.

Alunan musik klasik langsung menyapa gendang telinganya. Setiap nada seakan-akan mendobrak masuk lebih dalam, melewati indera pendengarannya, mengalir masuk kesarap-sarap inderanya yang lain dan terpencar kearah berlawanan –sebagian nada menyapa otaknya,  sebagian lagi memenuhi hatinya yang kebetulan sedang kosong dan hambar.

“sebenarnya apa yang kau dengarkan, bodoh!”

Suara itu. Suara dari masa lalunya terdengar samar –seakan-akan ingin ikut mengiringi alunan musik klasik yang sekarang telah memenuhi otak dan hatinya. Tidak hanya itu. Sekelebat bayangan tiba-tiba bermain tanpa intruksi –seakan-akan ingin ambil bagian ditengah-tengah kedua suara –diantara suara masa lalu dan suara musik klasik yang semakin gencar memenuhi bagian-bagian kosong yang rasanya semakin nyata, kekosongan yang berasal dari otak dan hatinya.

“Hey dengarkan aku!!!”

----------------------------------------------

Dengan kasar Sivia menarik headset yang bertengger di kedua telinga Alvin sejak satu jam yang lalu. Sudah cukup rasanya ia memperhatikan Alvin yang sibuk sendiri dengan musik-musik yang ada di Ipod Touch Putihnya.

Alvin tetap  diam, pura-pura tidak peduli dengan headseat yang terlepas paksa dari telinganya. Laki-laki berwajah oriental tersbut lebih memilih menyibukan dirinya -kembali dengan memainkan layar touch screen Ipodnya. Hal tersebut jelas membuat Sivia semakin sebal. Sekali lagi, dengan kasar Sivia menarik Ipod tersebut dari tangan Alvin, kemudian menjauhkannya dari laki-laki tersebut.

“Tidak bisakah kau mendengarkan ku dulu?.” Tanya Sivia sambil menyentuh wajah Alvin dengan jari-jarinya yang lentik. Hal tersebut cukup membuat tatapan mata Alvin melembut.

“Apa barang-barangmu itu lebih penting dariku?.” Tanyanya lagi, namun kali ini suaranya terdengar melembut. “Aku tidak meminta macam-macam, aku hanya ingin didengar.”

Alvin menatapnya dalam kemudian mengangguk pelan tanpa mengeluarkan suaranya.

Sivia tersenyum senang dengan respon kecil tersebut. Setidaknya ia cukup senang karena akan didengarkan, apa pun atau bagaimana pun respon Alvin, itu akan menjadi urusannya nanti, sekarang ia hanya perlu berbicara dengan laki-laki itu.

“Aku mencintaimu.” kalimat ajaib itu meluncur bebas dari bibir mungil sivia.

Alvin tertegun namun tidak mengatakan apapun, ia hanya menatap Sivia lebih dalam lagi, tatapan tanpa makna.

“Aku mencintaimu.” Sivia kembali mengatakannya, namun Alvin tetap tidak membalas, ia tetap bergeming.

“sungguh…..” kata Sivia, suaranya terdengar melemah karena tidak ada respon apa pun dari Alvin. Bukan! bukan karena ia pesimis namun karena ia tahu ada jurang membentang diantara mereka. Setetes air hangat keluar dari kelopak mata sivia, namun tatapan gadis tersebut tetap terfokus pada kornea mata Alvin.

“Aku mencintaimu."

Alvin mengangguk -menandangkan bahwa ia dengar dan ia tahu ada cinta diantara mereka. Laki-laki itu menyentuh jari-jari lentik Sivia yang masih diwajahnya, digenggamnya jari-jari tersebut dengan lembut, lalu diturunkannya secara perlahan dari wajahnya.

Rasa sesak menghujam Sivia ketika Alvin menyingkirkan jari-jari tangannya dari wajah oriental laki-laki tersebut, lalu dengan ringan laki-laki itu berdiri tanpa mengucapkan apapun. Sivia mendongak, berusaha menangkap ekspresi Alvin, namun laki-laki itu tetap dengan wajah datarnya.

“aku juga mencintaimu…...” kata Alvin tanpa ekspresi. Kemudian laki-laki itu menunduk, hingga membuat wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.

“tapi kita berbeda.” lanjutnya sebelum menghapus jarak diantara wajah mereka.

Mulut laki-laki itu mengecup lembut kedua kelopak mata Sivia secara bergantian agar air mata gadis tersebut segera berhenti keluar. Namun pada kenyataannya air mata gadis tersebut semakin gencar berproduksi, bahkan lebih banyak.

“berhentilah menangis.” Alvin mengangkat wajahnya, lalu berbalik pergi.

Tinggalah Sivia yang masih membeku ditempatnya. Separuh jiwa gadis itu seperti ikut beranjak mengikuti langkah Alvin. Sejauh laki-laki itu melangkah maka sejauh itu jua separuh jiwanya akan mengikuti. Ia percaya separuh jiwanya akan kembali dengan Alvin yang akan menyambut separuh jiwanya yang lain. yaaah ia percaya, sungguh sangat percaya.

Mata Sivia mengerjab begitu tubuh laki-laki itu tak lagi dapat ia lihat.

Alvin pergi…..

meninggalkannya….

dengan membawa separuh jiwanya……

entah….

akan kembali…..

 atau tidak……


----------------------------------------------


Sivia membuka matanya dan menyadari kalau air matanya sudah menetes. Mengingat masa lalu tersebut membuat dadanya terasa semakin kosong, seperti tidak ada udara yang mengisi rongga-rongga dadanya, oksigen yang disekitarnya terasa penuh oleh debu-debu yang tidak layak hirup. sesak. bukan! bukan hanya sesak, tapi sangat sesak. ia butuh Alvin -nya. Oksigennya

Tangan Sivia menyentuh kepala headsetnya –ah bukan! maksudnya headseat Alvin. Laki-laki itu bahkan tidak pernah menagih headset dan Ipodnya. Setelah hari itu, Alvin benar-benar menghilang dari jarak jangkaunya, bahakan dari jarak pandangnya. 

Dengan ringan, jari-jari lentik Sivia merenggut  kepala headset tersebut dari telingnya. Sebelumnya ia tidak pernah ingin menyentuh heatsed dan Ipod tersebut. Tidak pernah ingin menyentuhnya sebelum setengah tahun yang lalu, didorong oleh rasa penasaran Sivia akhirnya mau mendengarkan semua lagu-lagu yang tersedia di Ipod tersebut. Namun pada kenyataannya tidak ada lagu apapun disana, hanya ada beberapa instrument musik klasik didalamnya. intsrumen-instrumen itulah yang selalu didengarkan Alvin dulu, Instrumen yang selalu membuatnya tenang dan sesak dalam waktu bersamaan.

Sesekali instrument-instrumen tersebut membuatnya tersenyum ringan karena beberapa nadanya seperti mengandung kenangan masa-masa indahnya ketika masih ada Alvin disisinya dulu –dengan status mereka sebagai sahabat. Namun, tidak jarang instrument-instrumen tersebut membuatnya menangis bisu karena nada klasiknya yang seperti menyimpan kenangan pahit ketika Alvin meninggalkannya.

“aku percaya kau akan kembali membawa jiwaku yang ikut melangkah bersamamu.” gumam Sivia pelan.

“sungguh aku yakin….”

“karena cintaku akan membawamu kembali, sejauh apapun kau pergi meninggalkanku.”

Tangan Sivia menggenggam erat Ipod milik Alvin –seakan-akan ipod tersebut adalah separuh jiwa Alvin yang tidak boleh ia lepas. Ia akan menggenggamnya, selama apapun ia harus menanti. Tidak akan ia lepaskan begitu saja, karena separuh jiwanya masih ada pada laki-laki itu.

Ia akan menanti laki-laki itu datang kembali, menyambutnya dengan jiwanya yang masih tersisa. Tidak akan ia pedulikan selama apapun ia menanti, ia percaya tidak akan ada yang sia-sia. kalaupun nanti ia tidak dapat memiliki laki-laki itu, pasti akan ada satu alasan yang membuatnya melepaskan laki-laki itu. Tapi untuk kali ini, Sivia yakin bahwa Alvin akan kembali karena akhir yang ia pilih adalah akhir dimana ia dan Alvin bisa bertemu kembali –meskipun akhir itu belum tentu akan membuatnya bahagia tau lebih sakit dari sekarang.

“aku yakin akhir yang aku pilih adalah akhir yang akan ku dapatkan.”

“karena aku mencitainya dengan ketulusan.”

“karena dapat ku pastikan cintaku adalah cinta sejatimu.”

“karena cinta sejati akan berakhir untuk dipersatukan.”

“karena cinta sejati adalah cinta yang tetap terjaga dengan keyakinan meski terpisah sajuh apapun atau selama apapun.”


cintaku……

cinta sejatinya…………

cinta yang terjaga………

Senin, 01 Juli 2013

4CIN1H (Prolog)






“ingin terlepas dari bayangan masa lalu, hidup tenang dimasa kini dan menyambut hari esok tanpa ada rasa takut akan hal yang telah ditakdirkan dalam kehidupan” Gabriel.

“terus mempercayai kekuasaan si penguasa, menjalani segalanya atas nama dia yang membuatku ada, memegang teguh semua ajaran yang membuatku tetap seputih kertas –seperti tanpa dosa-” Rio.

“berlari sejauh mungkin, berlari hingga lepas dari kepura-puraan dan berlari hingga terasa kebebasan yang tidak pernah terjangkau sampai kapanpun” Alvin.

“mencari sesuatu yang bisa dipercayai, menemukan pedoman yang pada akhirnya akan dijadikan pondasi seumur hidup, dan  aku bersumpah suatu saat aku akan mengabdi pada satu zat kekal yang disebut Tuhan.” Cakka.



PROLOG (4 Characters In 1 House)

‘Jangan coba-coba melihat wajahnya jika mendengar suara langkahnya saja membuatmu segan.’ mungkin kalimat inilah yang akan membisiki telingamu ketika kau berhadapan dengan lelaki paruh baya ini. Semua kepala langsung tertunduk ketika melihatnya berjalan, apalagi ketika langkahnya terdengar menggema, memenuhi lorong-lorong bangunan berlantai 97 ini. Semua orang yang berada dilorong langsung menundukan wajahnya, sementara ia tetap konstan dengan langkah terhentak-hentaknya serta wajah angkuhnya yang sarat ketegasan.

“suruh angel, Nyopon dan patton ke ruang rapat, sekarang.” perintahnya tanpa berbalik ataupun menghentikan langkahnya.

Salah satu dari 10 orang yang berjalan dibelakangnya mengangguk tanpa suara, kemudian memilih menghentikan langkahnya dan membiarkan lelaki paruh baya –yang tenyata adalah bosnya itu berjalan menjauhi tempatnya berpijak. setelahnya bosnya benar-benar menghilang dibalik pintu sebuah ruangan, ia membalik badannya dan berlari sepanjang lorong untuk melaksanakan perintah tadi.

Sementara lelaki paruh baya tersebut telah menghilang dibalik pintu sebuah ruangan, meninggalkan 9 orang lainnya yang sudah ambil posisi berdiri berjejer disisi kiri dan kanan pintu –diluar ruangan. Tugas mereka adalah menjaga keamanan disekeliling bos mereka.

“JO ADA APA INI?” teriakan memekik telinga tersebut menyambutnya ketika pintu ruangan tertutup rapat, untung saja ruangan ini kedap suara jadi tidak ada yang merasa ngeri mendengarkan teriakan tersebut.

“tenanglah sayang, aku juga tidak tahu apa yang terjadi.” jawabnya lembut.

“TIDAK!!! AKU TIDAK AKAN TENANG KALAU CUCUKU BELUM DITEMUKAN!!!.” 

Wanita paruh baya –yang sepertinya seumuran dengan lelaki paruh baya tadi memasang wajah bengisnya. Wajahnya yang –sedikit menua mulai menegang, wajah putih pucatnya kini berwarna merah padam. Sepertinya wanita tersebut benar-benar dalam mood yang sangat tidak baik.

“Diamlah dear, aku berjanji akan menyelesaikan semuanya secepat mungkin dan cucu kita akan segera kembali.” bujuknya sambil duduk disamping wanita paruh baya –yang ternyata merupakan istrinya.

“YAAAAK!!...” teriakan tersebut terintrupsi oleh suara pintu terbuka. Wanita yang tadinya siap melontarkan teriakannya hanya bisa mendengus sebal sambil menutup mulutnya rapat-rapat –menelan bulat-bulat keinginannya untuk berteriak lagi kepada suaminya.

3 orang –dua pria muda dan seorang wanita muda membungkukan badan mereka dengan sopan. Mereka berjalan mendekati beberapa kursi yang sudah tersedia didalam ruangan tersebut –setelah mendapat kode untuk segera duduk dari bos mereka.

“Bagaimana?.”

Pertanyaan tabu tersebut langsung dimengerti oleh ketiga orang tersebut. Angel –salah satu dari ketiga orang tadi langsung menyerahkan tiga map kepada atasannya.

“semuanya sudah kami susun disini Mister Jo.” kata Angel menjelaskan maksudnya memberikan tiga map tersebut.

Lelaki paruh baya –yang dipanggil Mr. Jo tersebut mengangguk-angguk paham, beliau menatap ketiga tangan kanannya dengan tatapan tajam, Membuat salah seorang pria muda berdiri dari duduknya. Pemuda dengan name tag ‘Patton’ tersebut membungkuk sejenak, Wajah khas Asianya terlihat sangat serius.

“Saya sudah menyusuri semua Negara, dan kemungkinan besar Tuan muda Nathan berada di salah satu Negara di Asia.” jelasnya singkat dan kemudian duduk kembali.

Mr. Jo mengernyitkan dahinya dan menatap patton dengan tatapan menuntut lebih.

“semua informasi yang saya dapatkan sudah tersusun rapi didalam map hijau Mister Jo.” Patton  melirik kearah map hijau yang berada diatas dua map lainnya. “Devisi empat sudah melakukan proses penangkapan.” jelasnya lagi.

“tapi gagal karena Tuan muda Nathan berhasil melacak keberadaan Devisi empat yang sedang mengejarnya.” kata salah seorang pria yang sedari tadi diam mendengar laporan patton.

Rahang Mr. Jo langsung menegang. “BODOH!!!” bentaknya sambil melemparkan tatapan membunuhnya kearah Pria berkulit hitam manis yang sekarang sudah berdiri dan dengan penuh wibawa membungkukan badannya sebagai tanda pemberian hormat kepat atasannya.

“Maaf Mister Jo, Tuan muda terlalu cepat menyadari keberadaan kami.”

“AKU TIDAK MENERIMA ALASAN APAPUN!!!.” Teriaknya marah. Pria muda yang sekiranya bernama Nyopon tersebut langsung mengangguk dan kembali duduk.

“usahakan devisi empat kembali melakukan penangkapan!.”

“Maaf mister, devisi empat mempunyai tugas lain untuk lima bulan kedepan.” Nyopon kembali menjelaskan.

Rahang mister Jo semakin mengeras, mata tajamnya langsung menyorot kearah wanita muda yang masih duduk dengan nyaman ditempatnya. Wanita muda –yang nametagnya bertuliskan nama Angel membalas tatapan bosnya tanpa gentar, meskipun ia merasa terintimidasi secara telak oleh tatapan bosnya itu.

“Angel periksa jadwalmu!.”

Angel mengangguk tegas, ia langsung mengotak-ngatik tablet PC-nya. Selang beberapa menit kemudian ia menatap Mr. Jo dengan tatapan yang cukup mudah diartikan. “Tidak ada jadwal Devisi yang kosong, semua devisi memiliki tugas untuk beberapa bulan kedepan.”

“SHIT!!!” umpat Mr. Jo sambil melempar tatapan membunuhnya kepada ketiga tangan kanannya, Sementara mereka yang ditatap hanya dapat menundukan wajah bertanda menyesal denga keadaan ini.

“cari agent yang tidak bertugas!”

Angel kembali mengotak-atik tablet PC –nya. “hanya tertinggal Agent 54.”

“apa tidak ada agent yang lain?.”

“maaf mister, beberapa agent sedang bertugas dan beberapanya lagi sedang pelatihan.”

“agent 54 tidak mungkin bisa diandalkan, dia masih terlalu muda.” gumamnya penuh dengan nada frustasi.

“kenapa kita tidak mencobanya”

“TIDAK! aku tidak akan percaya begitu saja dengan agent semuda itu!”

“tapi…”

CKLEK

Pembicaraan mereka terintrupsi -kembali oleh suara pintu terbuka yang langsung memuntahkan seorang pemuda berambut gondrong dengan cengiran bodohnya. “Bagaimana kalau aku saja yang mencarinya.” Celetuk pemuda itu sambil berjalan mendekati Wanita paruh baya yang sedari tadi memilih diam.

“Kau? TIdak! kau hanya akan mengacau Raynald.” sahut Mr. Jo sambil mendelik kearahnya. “lagi pula aku yakin kau pasti tahu tentang pelarian ini.”

Reynald mengerjap sok polos, kemudian ia mengangguk santai, membuat semua yang ada didalam ruangan menatapnya seperti menuntut penjelasan.

“aku memang tahu semuanya Grandfa.” balasnya santai.

“jadi kau tahu dan membiarkannya pergi?.” Tanya wanita paruh baya yang asik menyimak pembicaraan mereka dari tadi.

“yeeeah right, Grandma. Hanya saja aku tidak membiarkannya pergi tapi aku yang mengizinkannya pergi, dia hanya ingin pulang dan tidak seharusnya aku menahannya disini.”

“Maksudmu?.”

Raynald memutar bola matanya, bosan. “Grandma dan Grandfa jangan pura-pura tidak tahu.” ujarnya malas.

“sudahlah ray, jangan berbicara macam-macam, sebaiknya tutup mulutmu.” Mr. Jo berujar sinis sambil kembali menghadap tiga tangan kanannya.

“Angel hubungi agent 54 dan suruh dia menghadapku, Nyopon lanjutkan tugasmu, dan patton teruskan pelacakanmu tentang lokasinya sekarang.” Perintah tersebut langsung diamini oleh ketiganya. Mereka berdiri dari kursi secara bersamaan, sedikit membungkukan badan sebelum benar-benar berbalik dan berjalan kearah pintu ruangan.

“Kalian bertiga!” Suara tersebut menghentikan langkah ketiganya. “Perlu kalian ketahui, kalau terjadi sesuatu dengan Cucuku, akan kupastikan hidup kalian berkahir ditanganku.” ancam wanita paruh baya tersebut dengan suara dingin yang cukup untuk membuat bulu kuduk siapapun yang mendengarnya berdiri.

Angel, Nyopon, dan Patton mengangguk tanpa berbalik.

“Baik Miss Jo.”


######



“kemarilah raynald!.” Wanita paruh baya tersebut tersenyum hangat sambil menepuk-nepuk bagian sofa yang ada disampingnya, Suaranya melembut, amat kontras dengan beberapa menit lalu -yang terdengar keras, tegas dan sedikit memekik. Hal tersebut mau tak mau membuat laki-laki gondrong –yang disebutnya raynald tersebut mendekat dan duduk dibagian sofa yang ditepuk-tepuknya tadi.

“Kau tau kemana sepupumu pergi?.”

Raynald mendengus kesal, tentu saja ia tahu, karena dengan bantuannyalah sepupunya yang sedang dicari-cari itu dapat meloloskan diri dari Negara ini. “yes grandma.” sahutnya tanpa minat.

“kemana?.” Grandma –panggilan Ray untuk wanita paruh baya tersebut, menatapnya penuh minat, seakan-akan jawaban yang ingin didengarnya dari raynald adalah kalimat cinta yang sudah ia tunggu-tunggu selama ber-abad-abad lamanya.

“apa aku perlu menjawabnya?” Grandma mengangguk antusias. “kuarasa tanpa aku menjawabnya, grandma sudah tau sendiri apa jawabanku.” jawab Ray tanpa memperdulikan raut kekecewaan yang tiba-tiba terpeta jelas diwajah keriput Miss Jo.

“Ray…” Miss Jo menatap Ray dengan wajah melas, suara Wanita paruh baya itu terdengar sedikit merajuk ketika memanggil nama cucunya.

“Grandma, come on… aku tidak perlu membertahu hal yang sudah jelas, Nathan tidak kemana-mana, diahanya pulang dan tidak seharusnya kita menahannya disini.” Kata ray dengan nada malas. Ia bangkit dari duduknya, berniat meninggalkan ruangan kedap suara yang terasa amat mengintimidasinya secara tidak langsung.

Dengan langkah tegas Ray berjalan mendekati pintu, hendak memegang ganggangnya ketika pintu tiba-tiba terbuka lebar dan menampakan seorang gadis yang tersenyum manis kearahnya. Dengan semangat Ray membalas senyuman gadis tersebut sambil mengedipkan mata kirinya –berniat untuk menggoda.

Senyuman gadis tersebut mendadak lenyap, digantikan dengan dengusan yang amat kentara ditelinga ray. Sepetinya gadis tersebut tidak terlalu suka dengan tingkah Ray yang –memang sering menggodanya.

“Dasar playboy gondrong, norak!.” Cibirnya pelan, membuat Ray terkekeh kecil.

Tanpa memperdulikan kekehan Ray, gadis tersebut mempercepat langkahnya kearah Mr. Jo yang tampaknya sudah menunggu kedatangannya. Ia sedikit membungkuk sebelum menatap Mr. Jo yang sedang melihat beberapa map yang diberikan Angel tadi.

“Agent 54 mengahadap, mister.” Lapornya tegas.

“Kau tau kenapa aku memanggilmu?.”

“Angel sudah menjelaskannya kepadaku.”

Mr. Jo mengangguk paham. “Kalau begitu lakukan tugasmu, ku beri waktu maksimal satu bulan untuk membawanya kembali.”

Gadis yang dipanggil ‘agent 54’ tersebut langsung mengangguk –mengerti.

“jika kau berhasil, Kau akan langsung naik tingkat di Agent Academy. jika kau gagal, kau harus mengulang tingkat dua tahun depan. Anggap saja ini ujian khusus untuk kenaikan tingkatmu.”

“baik mister.” Gadis tersebut menjawab dengan nada tegas.

“satu lagi, usahakan tidak ada yang tahu tentang kaburnya Nathan, bilang pada media masa kalau Nathan mengambil cuti panjang dari dunia hiburan, sekarang sedang liburan disuatu tempat dan tidak ingin diganggu oleh siapapun.” Mr. Jo menatap tajam Agent 45. “kau juga harus tetap wapada, paparazzi ada dimana-mana. berhati-hatilah, aku percayakan semuanya padamu.”

“Aku mengerti, kau bisa mempercayaiku.” Sekali lagi gadis tersebut mengangguk –mengerti sebelum membungkukan sedikit badannya dan berbalik pergi, meningggalkan ruangan.

Gadis tersebut menghembuskan nafas berat begitu ia menutup pintu ruangan. Tugasnya kali ini terasa begitu berat, rasanya lebih baik ia mengikuti ujian tulis saja yang jelas-jelas terasa lebih mudah untuknya, dari pada ujian khusus seperti ini. Ia tahu ini memang resikonya sebagai lulusan terbaik agent tingkat pertama tahun ini, ia harus siap ditugaskan langsung oleh pemilik sekolah –Mr. Jo- kapan saja dan kemana saja, jadi yasudaaahlah…

Kali ini ujiannya membawa kembali cucu kesayangan Mr. Jo –yang entah kabur kemana dan dengan motif pelarian yang tida jelas. Gadis itu mengepalkan tangannya sekeras yang ia bisa, ia kembali mendengus kesal, bukan lagi karena seseorang menggodanya melainkan karena satu nama yang berhasil membuatnya serepot ini. Nathan. Laki-laki itu benar-benar merepotkan.

Jelas dia tahu siapa Nathan -salah satu aktor terkenal yang namanya sedang booming dimana-mana. Meskipun tidak pernah bertemu langsung dengan laki-laki itu, tapi  ia cukup tahu beberapa hal tentangnya -tentu saja yang dia tahu tentang laki-laki itu sudah menjadi rahasia umum.

Nathan. Artis misterius yang menjadi incaran paparazi karena kehidupannya yang jarang terekspor di media. Artis tampan yang jarang buka mulut selain ketika sedang berakting di depan kamera. Artis berwajah stoick yang hampir tidak pernah berekspresi ketika tidak bermain dengan perannya. Satu lagi, Artis satu ini merupakan cucu kesayangan bosnya yang sekarang sedang kabur dan entah mengapa membuatnya sebal karena mendapat misi untuk mencari dan membawanya kembali...


Baiklah tuan muda bodoh! kita akan bermain petak umpet dan kejar-kejaran. kita lihat sebagaimana lihainya kau bersembunyi dan seberapa cepat kau berlari. Aku siap bermain denganmu, dimana pun kau bersembunyi aku siap mencarimu dan menemukanmu, kemana pun kau berlari aku akan segera menangkapmu dan membawamu kembali.


+++++


see you next part \(^o^)/


@AyuaDianoszta97