Minggu, 17 Februari 2013

Namanya Alvin Jonathan -Dia seperti Jingga-


entah untuk yang keberapa kalinya, aku terbangun namun masih terpejam disetiap pagi. berharap ada seseorang yang akan menjadi alasanku bangun pagi lagi. nihil. dia tidak ada untuk sesuatu yang sudah membuatku terbiasa meski hanya satu kali. dia tidak hadir untuk menjadi alasanku bangun pagi seperti hari yang lalu. tidak ada suara langkahnya yang berlari ketika ia ingin berlari. entahlah! dia benar-benar tidak ada. hilang ataukah lenyap.

kemana dia?

aku merindukannya?

sungguh, demi apapun yang dimuka bumi ini, aku sangat merindukan dia.

dia?

aku mengenalnya saat itu. disaat matahari hampir tenggelam. dia adalah laki-laki mirterius yang entah mengapa langsung membuatku tertarik.  ia seperti langit barat dan aku adalah senja yang akan berlabuh padanya, hanya padanya, langit baratku. ia seperti jingga dan aku adalah senja yang tidak sempurna tanpanya, tanpa jinggaku, karena dia jingganya senja.

namanya Alvin jonathan. laki-laki yang kupandang aneh ketika pertama kali jumpa. masih segar dalam ingatanku saat aku mencurigainya. masih hangat dipelupuk mataku wajah orientalnya yang tak beriak, tak berekspresi. datar. kalau kau ingin mendekatinya kau harus berfikir seribu kali. namun pesonanya akan merambat melalui udara-udara kosong, mendekatimu dan menarikmu agar  lebih dekat dengannya, dan -entah akan terjadi pada setiap orang atau hanya diriku- kau tak perlu berfikir seribu kali, kau akan langsung menginginkannya ketika pesonanya menjeratmu dan memaksamu bersikap egois untuk mendapatinya.

++++++++++



Ruang tunggu yang selalu membuat orang-orang merasa jengah kini diterangi oleh terpaan cahaya matahari di belahan barat langit. Kaca-kaca besar yang terpasang di masing-masing  dinding seakan-akan terkesan mempersilahkan cahaya senja menyelinap masuk menerangi seluruh ruang tunggu hingga sudut-sudutnya. Kesan angkuh sinar senja membuat ruang tunggu tersebut terasa begitu hangat. sangat hangat. tapi tetap saja rasa jengah mengalir disekujur tubuhku, ingin rasanya cepat enyah dari sini.

aku melihat sekitarku, guna mengurangi rasa jengah yang semakin membeludak. luamayan banyak orang disini, mereka menunggu sepertiku, namun mungkin hanya aku yang terkesan tak tenang. rata-rata dari mereka mencoba menyamankan diri dengan menikmati cahaya senja yang masih saja menebarkan kesan hangatnya.

“maaf, apa aku boleh bertanya?.”

seseorang berjas hitam tiba-tiba menghampiriku. menanyakan apa dia boleh bertanya padahal pada dasarnya iya sudah bertanya. lucu sekali. “tentu saja.”

“apa kau melihat laki-laki berkulit putih sedikit pucat, bermata sipit, berwajah oriental, dan tingginya kira-kira segini” laki-laki tersebut menunjuk telinganya dengan tergesa.

aku memasang tampang sedikit berfikir dan menggeleng ketika aku merasa tidak pernah melihat laki-laki dengan ciri-ciri yang disebutkan orang berjas tersebut. “terima kasih kalau begitu.” orang tersebut membungkuk dan berlari menjauhi ruang tunggu.

aku baru menyadari orang berjas hitam tersebuttidak sendiri, ternyata beberapa orang-orang berjas juga sedang berusaha bertanya pada semua orang yang ada diruang tunggu ini. mereka tampak begitu panic seperti kehilangan intan yang harganya bisa membeli bumi ini. ah!! ada-ada saja, kenapa mereka mencari orang hilang di rumah sakit seperti ini, apa mereka kehabisan tempat diluar sana. ck-_- aku tak peduli! dasar orang-orang aneh.

17.44. sudah banyak waktu yang ku habiskan untuk menunggu di ruangan ini. inilah mengapa aku membenci yang namanya “ruang tunggu”. selalu membosankan, selalu membuatku jengah. aku memutuskan untuk berdiri, sedikit melakukan peregangan pada otot-otot tubuhku yang mengaku. lebih baik aku tak menunggu lagi, urusan mataku yang memang butuh dipriksa bisa ku priksakan lain kali –kalau aku berminat.

ketika hendak melangkah menjauhi ruang tunggu, seseorang menghalangi jalanku dari arah berlawanan. ketika aku memilih jalan kanan, Ia melangkah kekiri. ketika aku melangkah kekiri, ia malah melangkah kekanan. jadi aku memilih berhenti dan dia ikut berhenti. sungguhbetapa  menyebalkannya orang ini.

aku mendongak, guna melihat tampang songongnya. namun jangankan melihat wajahnya, melihat warna kulit wajahnya pun tak dapat kulihat. seluruh tubuhnya terbalut jaket hitam polos dan sedikit gembrong. wajahnya tertutup kepala jaket yang benar-benar membuat tidak ada satupun hal yang dapat kau lihat. benar-benar tetutup. membuatku curiga.

“kau menghalangi langkahku bodoh.” aku berujar tajam.

dia diam. tidak membalas atau berusaha menyingkir dari arah jalanku. sungguh dia sangat menyebalkan. dengan kasar aku menubruk tubuhnya hingga membuat kepala jaket yang menutupi kepalanya terjatuh, namun apa peduliku. aku berjalan cepat meninggalkan ruang tunggu dan laki-laki misterius tadi.

belum sampai sepuluh langkah, langkahku terhenti karena seseorang memegang bahuku dan mencengkramnya dengan kuat. lantas aku berbalik. melihat ternyata laki-laki misterius itulah yang memegang bahuku. namun baru kusadari kepala jaketnya terbuka dan menampakan wajah tampannya yang sesuai dengan….

-apa kau melihat laki-laki berkulit putih sedikit pucat,,,-

wajahnya putih, atau mungkin terkesan sedikit pucat. namun terlihat bersinar ketika cahaya senja menerpa wajahnya, begitu mempertegas garis-garis wajahnya yang merupakan pahatan sempurna Tuhan yang Maha sempurna. lekuk-lekuk wajahnya yang terperinci begitu kontras dengan warna putih kulitnya yang terlihat bersih.

-bermata sipit,,,-

aku dapat menjadi saksi hidup betapa tipisnya mata itu, hampir setipis garis –atau mungkin benar-benar akan tinggal segaris ketika sang empunya tertawa. namun mata sipit itu tampak tajam, seperti mata elang yang siap membidik mangsanya kapan saja. benar-benar tajam. bahkan sorotannya terkesan menambah aksen betapa kokohnya laki-laki ini.

-berwajah oriental,,,,-

apalagi yang bisa  kupikirkan dari laki-laki yang kulit wajahnya berwarna putih dan mempunyai mata sipit kalau bukan laki-laki yang mempunyai wajah oriental yang Nampak mempesona. bahkan pesona tersebut akan menjeratmu dan memaksamu untuk bersikap egois untuk mendapatkannya, meski kau akan berfikir seribu kali untuk mendekatinya ketika matamu menanakap wajahnya yang sedingin es, tak berekspresi, serta datar sedatar permukaan kramik yang bahkan tak mempunyai celah lecet sedikitpun. datar dan mulus.

-dan tingginya kira-kira segini,,,-

kau bisa bayangkan bagaimana kokohnya laki-laki ini dengan tinggi hampir dua  setengah jengkal dari tinggiku –benar-benar setinggi telinga orang-orang berjas hitam yang tadi bertanya padaku. demi apapun aku membeku melihatnya. ia seperti bukan manusia padahal ia manusia sama sepertiku. ia lebih mirip dengan malaikat yang kokoh, dengan wajah hampir sempurna, dan proporsi tubuh yang sangat ideal. aaah!! sungguh dia laki-laki tersempurna yang pernah kujumpai.

“hay itu dia.” teriak seseorang dari arah balik punggung laki-laki tersebut.

laki-laki itu menoleh kebelakang dan mendapati beberapa orang berjas hitam tengah berlari kearahnya. dengan gesit laki-laki itu melepaskan cengkramannya dari pundakku dan berlari kencang menyusuri koridor-koridor rumah sakit yang mulai lengang karena fenomena senja telah berganti petang.

sementara orang-orang berjas hitam tengah mengejar laki-laki tadi, aku masih membeku ditempatku, membeo seperti orang dungu. laki-laki itu….



+++++++++++++++++

namanya Alvin jonathan. laki-laki pertama yang membuatku merasakan apa itu rasa egois karena ingin memilikinya. laki-laki pertama yang menarik dan menjeratku dengan pesonanya. laki-laki pertama yang berhasil membekukanku dengan tatapannya. dan laki-laki pertama yang membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama….

++++++++++++++++++

apa aku seperti gadis nakal karena dihukum hingga sesore ini? oh ayolaaah, aku bukan gadis nakal atau Bengal, aku hanya dihukum karena selalu terlambat datang kesekolah. dan hari ini adalah ke-10 kalinya aku dihukum dalam satu bulan terkahir karena aku terlambat. bukankah itu sebuah prestasi? yeaah, prestasi untuk orang-orang bodoh.

aku mendongak sambil menyeka kasar keringat yang bercucuran diwajahku. hari sudah sore dan senja sedang dalam proses menggapai puncak keelokannya dilangit barat. setelah hukuman ini aku sepertinya bisa melihat senja dari atap sekolah, mungkin dari sana aku dapat melihat senja lebih jelas. sejelas aku membayangkan wajah laki-laki tersebut. laki-laki misterius yang menjeratku dengan pesonanya. ahh! kenapa aku jadi mengingat laki-laki itu? ck-_- lupakan, sekarang aku harus focus kehukumanku terlebih dahulu.

aku kembali sibuk dengan hukumanku –membersihkan halaman tengah sekolah. untung saja guru BP tidak menyuruhku membersihkan halaman depan sekolah yang langsung dengan tempat parkir. kalau guru tersebut menyuruhku membersihkan halaman depan bisa sampai pagipun tak akan selesai.

akhirnya selesai juga. aku segera membereskan semua alat yang kugunakan. lantas kembali menyeka keringat sambil melihat langit barat tempat senja masih setia menggantung. tanpa sengaja  dari arah atap gedung sekolah –yang kebetulan berada dibarat tepat dibawah langit senja aku menangkap siluet seseorang. hitam dan diam. lama kupandangi siluet itu, aku dibuat merinding setngah mampus, dengan langkah tergesa aku berlari meninggalkan sekolah. melewati gerbang dan berhenti dihalte bus untuk menunggu alat transportasi yang bisa membawaku pulang sesegera mungkin.

15 menit sudah, namun tidak ada satupun transportasi yang berhenti dihalte ini. aku memutuskan menunggu beberapa menit lagi sambil menghapus siluet yang kulihat diatap gedung sekolah tadi.

belum selesai dengan otakku yang mencoba menghapus sesuatu, seseorang malah duduk disampingku dan mengusik kenyamananku. aku menoleh menghadap orang terse but dan kudapati laki-laki yang menggunakan jaket hitam polos dengan kepala jaket menutupi wajahnya. ah!!! laki-laki misterius ini lagi. aku membeku lagi dibuatnya.

“kau yang kemarin?.” Tanyanya dengan suara datar.

aku tertegun. apa itu suaranya? kalau ia tolong rekamkan aku suara beratnya yang khas dan terdengar merdu ketika menyapa gendang telingaku.

“ng… i… ya… kau laki-laki yang dikejar orang-orang berejas itu?.”

“seperti yang kau lihat.” balasnya singkat dan kembali diam.

suasana petang yang lengang semakin lengang ketika lak-laki itu tak besuara lagi. demi apapun, apa saja buat dia membuaka suaranya, aku ingin mendengarnya lagi dan kupasytikan aku akan merekam suaranya kali ini. aaah!! gila!!

“ini…” aku segera menghadap tangannya yang menyodorkan sesuatu.

kalung? kenapa? eh! aku meraba leherku, memastikan kalau kalung berhargaku masih mengalung dileher jenjangku. tapi… kenapa tak ada? baru kusadari kalungku hilang dan kalung yang di sodorkannya sama persis seperti kalungku.

“ku kira ini punyamu.” katanya.

“kurasa memang punyaku.” aku mengambil kalung berliontin batu permata putih yang merupakan kalung turun temurun dari nenek moyangku dan kalung tersebut tak boleh hilang. “terima kasih ng….”

“Alvin jonathan, kau boleh memanggilku Alvin.” katanya sambil kembali pada posisi awalnya. diam dan tenang.




+++++++++++++++

namanya Alvin Jonathan. cukup panggil Alvin. laki-laki yang pertama kali jumpa namun langsung berhasil menembus dinding hidupku. laki-laki berwajah oriental, berkulit putih pucat, bermata sipit serta mempunyai sorotan setajam elang, laki-laki tinggi yang kehadirannya membawa warna putih hitam dalam hidupku yang penuh dengan warna warna terang.

+++++++++++++++


“hay itu dia…” teriak seseorang dari arah samping halte.

sepertinya aku mengenal suara teriakan ini. sontak aku dan Alvin melihat kearah sumber suara dan mendapati dua orang berjas –lagi- yang tengah berlari kearah kami, tepatnya kearah Alvin. sontak Alvin berdiri dari duduknya, sedikit memperbaiki letak kepala jaketnya -agar wajahnya benar-benar tertutup seperti biasa sebelum akhirnya ia berlari sambil menarik tanganku untuk ikut berlari. kenapa aku harus ikut berlari?

namun tak apa, asalakan aku berlari dengan Alvin semuanya tak akan jadi masalah. aku merasa nyaman dengannya, aku merasa terlidungi ketika bersamanya, yang terpenting aku selalu ingin bersamanya meski ketika berlari seperti ini.

kami terus berlari disamping langit barat yang selalu menjadi saksi bisu sang senja dengan warna jingganya yang tak pernah terpisah. kehangatan keduanya menebar temaran kala langkah-langkah kami semakin melebar dengan tempo yang tak sama.

kami terus berlari…

berlari, seperti mengejar senja yang sebentar lagi memetang…

berlari untuk merasakan betapa sempurna jingga bersanding kokoh dengan senja…

berlari, terus berlari, sampai nanti kamilah yang akan menggantikan senja dan jingga…

aku senja…

dia jingga…

berlari, hingga langkah kami perlahan terhenti di langit barat…

langit barat tempat dimana senja terlukis…

langit barat tempat dimana senja berlabuh…

langit barat tempat dimana senja kembali pada posisinya…

dia langit barat… tempat senja berlabuh…

dan…

aku senja yang akan kembali pada posisinya tepat di langit barat….

(jingga, senja, dan langit baratnya)


BRUK


tubuhku terhepas ditengah ilalang-ilalang setinggi pinggang. ia sendiri menghempaskan tubuhnya jauh lebih dulu dariku. kami memejamkan mata bersama, merasakan angin malam yang sesungguhnya mampu menusuk pori-pori kulit dengan dinginnya. namun entah malam ini yang aneh atau kehadirannya yang selalu membawa kehangatan seperti senja. tak ada dingin. tak ada lelah meski berlari ribuan kilometer jauhnya. hanya hangat. kehangatan yang menjalar melalui lengan kokohnya yang sangaja atau tidak sengaja kini menjadi bantalan kepalaku.

aku menoleh kearahnya. ia masih terpejam namun tersenyum. aku mengernyit.

“bebas” desahnya lembut, membuatku semakin mengernyit heran.

“Alvin”

“hmmmm”

“orang-orang berejas tadi…” ia membuka matanya dan menoleh kearahku.

mata sipitnya yang selalu menyorot tajam, kali ini melembut. mata itu terlihat lebih meneduh, membawaku tergerus ke kenyamanan yang tiada tara. sungguh apapun bentuk sorotan mata sipit itu –baik tajam ataupu lembut aku menyukainya.

“mereka anjing-anjing penjagaku.”

“ma… mak…s”

“lupakan, aku ingin bebas malam ini.” ujarnya santai sambil kembali mengalihkan tatapannya. dan ia kembali menutup matanya. sementara aku lebih suka melihatnya, meskipun kini ribuan bintang  bertabur indah bagai intan berlian diatas angkasa. ia tetap yang terindah. menatap wajahnya tetap yang paling menarik minatku.

“namamu?.” tanyanya tanpa mengganti posisi atau membuka mata.

“sivia azizah, panggil sivia atau via.”



+++++++++++++++

namanya Alvin Jonathan. dan aku Sivia Azizah. kalau nama kami disingkat akan menjadi ‘alvia’. Alvin, sivia. dua nama panggilan yang kebetulan teridiri dari  5 huruf. dan  dari nama kami kalian akan menemukan 3 huruf  yang sama dan 3 huruf yang berbeda. kebetulan lainnya yang luar biasa dari kami, kami sama-sama bermata sipit –meski matanya hampir segaris, kami sama-sama berkulit putih –meski kulitnya terkesan putih pucat, dan yang terpenting kami sama-sama baru saling mengenal. namun bedanya mungkin hanya aku yang tertarik padanya, mencintainya, dan mengagumi kesempurnaanya.

Alvin dan sivia.

++++++++++++++



aku menggosok kedua lenganku yang hanya terbalut lengan pendek baju seragam sekolah yang masih kukenakan. Alvin berjalan disampingkun dengan stay cool yang keliatan banget songongnya. ck-_- laki-laki ini.

“kau kenapa?” tanyanya santai. “kedinginan? heh! makanya lain kali bawa jaket kalau keluar rumah.”

“ini kan juga gara-gara kamu, malah ngeledek lagi.” kataku sebal. “kalau kau tak lupa ingatan, tadi kau yang manarik tanganku sembarangan dan disinilah aku sekarang, dijalanan bersama orang yang baru ku kenal. ha ha ha lucu sekali.”

“kalau kau tak mau, kau bisa pulang dari tadi.”

“ciiih-_- kau pikir aku tau jalan pulang? tempat tadi saja baru kali ini ku datangi.”

“ho’oh”

ck-_- ternyata oh ternyata laki-laki yang ku puja karena kesempurnaannya ini benar-benar menyebalkan. aku ingin sekali menendangnya biar dia tak dekat-dekat denganku.

“kau menyebalkan sekali.” umpatku kesal sambil menghentakkan kaki, berjalan lebih cepat dan meninggalkannya yang masih berjalan santai dengan songongnya.

“ngambekan ternyata” Alvin mempercepat jalannya hingga langkahnya sejajar dengan langkahku. “nih pakai.” ia melepaskan jaket hitam polosnya dan menyampirkannya di tubuhku.

Aku terkesiap. ku hentikan langkahku yang otomatis membuat langkahnya terhenti. dengan sedikit mendongak, aku mencoba melihatnya. ia hanya tersenyum tipis dan mengangguk pelan seakan ia mengikhlaskan jaketnya untukku pakai. aku balas tersenyum dan kembali berjalan.

kami berjalan dalam diam. memperhatikan jalanan yang diterangi lampu-lampu kota yang berkelap-kelip seperti bintang. sesekali aku meliriknya, memperhatikan dia yang berjalan disampingku. dan baru ksuadari ia menggunakan seragam yang sama denganku. apa…

“kau satu sekolah denganku?.”

“seperti yang kau pikirkan.”

“tapi aku  tak pernah melihatmu.”

“terus?.”

“aku tak percaya kau satu sekolah denganku.”

“kau pikir siapa gadis yang sering kulihat dihukum karena telat” ia menyeringai. “dan hari ini adalah ke- sepuluh kalinya gadis itu dihukum karena terlambat dalam kurun waktusebulan terakhir.”

“kau…”

“sering melihatmu dari atap gedung sekolah.”

“jadi…”

“kita satu sekolah”

aku melongo, dia satu sekolah denganku dan sering melihatku dihukum. terlebih dia tahu hari adalah kesepuluh kalinya aku dihukum karena terlambat. ahhh! baiklah…

“hoaaam baiklah aku percaya sekarang.” gumamku tidak jelas karena berbicara sambil menguap menahan kantuk.

“kau mengantuk?”

aku mengangguk mengiyakan. kemudian ia berjalan satu langkah didepanku dan berjongkok tepat dihadapanku. aku mengernyit bingung, tidak mengerti dengan apa yang sedang ia lakukan.

“naiklah.” perintahnya.

“ta… tapi…”

“tak apa, punggungku cukup empuk untuk dijadikan sandaran tidur.” katanya meyakinkan.

dengan ragu aku naik kepunggungnya, mengalungkan tanganku dilehernya. punggung kokohnya benar-benar nyaman untuk dijadikan sandaran tidur, terlebih aroma tubuhnya yang memabukkan dan membuatku merasa candu untuk terus menghirupnya.

perlahan aku menutup mata namun belum benar-benar terlelap. masih dapat kudengar samar suaranya yang menyenandungkan sebuah lagu. dan jujur saja suara senandungnya membuatku semakin larut dalam bunga tidur. terlebih kehangatan tubuhnya benar-benar menyelimuti tubuhku dibalik jaket. demi Tuhan inilah tidur paling menyenangkan dan paling menyenyakan yang pernah kurasakan selama aku hidup. aku ingin kembali merasakannya di malam-malam yang lain.




++++++++++++++++

namanya Alvin Jonathan. laki-laki yang merelakan kehangatannya demi mengusik dinginnya malam yang menusuk pori-pori kulit tubuhkuku. laki-laki yang ingin lagi kurasakan kehangatan sentuhannya. laki-laki yang kehangatannya tetap mengalir meski tak lagi kusentuh tubuhnya, meski tak lagi kudapati dirinya bersamaku, meski tak lagi ada dia yang menghangatkanku.


++++++++++++


“ng……….”

sinar matahari tak segan-segan membangunkanku pagi ini. sisa gelap kemarin malam langsung sirna begitu mataku mengerjap-ngerjap kecil. aku melihat sekeliling sambil mengumpulkan nyawa. sekali lagi aku mengerjap-ngerjap pelan. dan barulah aku sadar dimana tempatku saat ini…

kamarku?

kenapa aku bisa ada disini? bukankah kemarin malam aku bersama dengan Alvin? lalu? kenapa bisa?

aku segera bangun dari tempat tidur, lalu berjalan keluar kamar dan menuruni tangga kelantai satu. segera kulangkahkan kaki keruang makan, mencari salah satu orang rumah yang bisa menjelaskan kenapa aku bisa tertidur lelap dikamar.

“pagi non via.” sapa seorang wanita paruh baya sambil menyiapkan sepotong roti untuk majikannya.

“eh iya, pagi bi.” balasku linglung. aku segera mendudukan diri dimeja makan sambil mencomot roti selai nanas kesukaanku. “eh bi, via mau nanya. kenapa via bisa dikamar bukannya kemarin via sama ng….”

“sama den ganteng?.”

“den ganteng? maksud bibi, Alvin?.”

“iya kali non, bibi gak tau namanya. kemarin malem emang ada yang nganter non via pulang, orangnya ganteng banget.”

“kenapa nggak bangunin via?.”

“bibi udah mau bangunin, tapi temen non via bilang nggak usah, terus dia pamit pulang.”

aku diam. roti yang tadi sedang berada dalam tanganku langsung kulepas begitu saja. dengan langkah cepat aku memilih meninggalkan ruang makan, berniat kembali kekamar.

beribu-ribu pertanyaan menjejal dikepalaku? seolah berputar dan terus menuntut untuk dijawab. laki-laki itu terlalu misterius. Alvin jonathan.

aku merebahkan kembali tubuhku di kasur. mengingat momen-momen hari kemarin yang entah mengapa sangat kurindukan. aku bangun kembali. berdiri dan mendekat kearah cermin besar di kamarku.

baru kusadari, tubuhku masih terbalut jaket hitam polosnya. pantas saja kehangatanya, sentuhannya, dan aromanya, masih bisa kurasakan dengan jelas. kupeluk erat tubuhku sendiri, menciumi aroma jaket yang membalut tubuhku. ahhh!!! aromanya membuatku merindukannya…



++++++++++++++++

namanya Alvin Jonathan. laki-laki yang hadir dan hilang begitu saja dalam hidupku. laki-laki yang tanpa kusadari langsung menjadi bagian puzzle yang paling berarti dalam hidupku. laki-laki layaknya jingga yang menjadi penyempurna sang senjaku.

+++++++++++++++++


hujan terus beriringan jatuh menghempas bumi. langit barat tak lagi sekemilau hari-hari yang lalu. tak ada senja yang menggantung disana, hanya awan gelap yang menyirnakan warna jingganya senja. gelap dan dingin.

semua kehangatan beranjak meninggalkan tubuhku, seperti jingga yang lenyap bersama senjanya. aku hanya terpaku menatap rintikan hujan diluar kamar. air-air langit itu seakan enggan meninggalkan bumi meski nanti airnya menggenang tak mendapat tempat penyerapan. deraian cepatnya seakan memaksa setiap orang untuk ikut larut bersama harapan diluar rumah. dan memaksaku untuk menyukai hujan meskipun aku lebih menyukai senja dan jingga.

aku memeluk tubuh sendiri seperti tak lagi ada penghangat yang bagai penawar. hanya sebuah jaket hitam polos yang menyerap dingin meski daya tamping tak mampu. seperti kerinduanku pada sosok itu. kerinduan yang seakan tak lagi mendapat daya tampung dihatiku. terlalu banyak. dan hampir membunuhku karena terlalu sesak dan penuh.

dia hilang. tak lagi menjadi penawar pagiku untuk terbangun seperti biasa.

setelah waktu itu. 1 hari dan 1 malam yang sangat berarti dalam hidupku. ia tak lagi dapat kutemui. tidak diruang tunggu rumah sakit, tidak ada siluetnya diatap gedung sekolah, tidak ada dia yang menghampiriku dihalte, tidak kutemui dia menarik tanganku untuk berlari bersama, tidak juga kudapati dirinya tidur disampingku bersama ilalang-ilalang yang bergoyang, tidak kurasakan lagi sentuhannya secara nyata. dia hilang, tidak lagi dalam jangkauanku, seakan lenyap dan hanya tinggal mimpi.

semuanya hanya tinggal kenangan.
ia seperti mimpi indah yang nyata.
ia seperti khayalan semu yang terasa.
ia seperti oasis sempurna ditengah adang ilalang.
ia jauh namun terjangkau.
ia hilang namun masih ada.
ia tak terlihat namun hadir.
ia puzzle semu yang tidak mempunyai tempat namun dibutuhkan.
ia satu hari yang sama seperti hari lain namun lebih berarti.
ia bukan seribu malam yang kubutuhkan namun satu malam yang berkesan.

ia laki-laki pertama dan terakhir yang membuatku jatuh cinta. ia temanku berjalan, sahabatku berlari, dan kekasihku sepanjang jalan. ia jinggaku, penyempurna warna senjaku. ia langit barat tempatku berlabuh kelak. ia …..

laki-laki yang menjadi alasanku tak dapat mencintai hujan karena tempatnya dilangit barat bersama senja.ia senja yang bersanding bersama jingga, ditempat dan posisi yang sama di langit barat.

ia……

namanya Alvin Jonathan. cukup panggil Alvin.




-----------THE END--------


dan ini oneshoot tergaje saya yang endingnya gantung T.T
jalan ceritanya nggak jelas, endingnya berantakan karena ngga ada kejelasan…
yang terakhir ini onshoot yang Cuma modal kata dan membosankan…
maaf yang udah baca J


Senin, 04 Februari 2013

Tahun Ketiga Kita (OneShoot)




Kau tak sendiri,
Kami selalu disini,
Masih berdiri untuk menanti,
Tidak peduli hari berganti hari,
Bertahun-tahun pun akan kami lewati,
Asalkan penantian ini berakhir kau disini,
Berdiri bersama kami yang selalu siap berbagi…


++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


Orang-orang berlalu lalang dihadapan mereka. Seakan-akan menganggap mereka tidak ada. Padahal mereka ada disana, bersama orang-orang lainnya. Masih hidup dan berdiri tegap meski banyak yang menganggap mereka telah hilang. Padahal tidak! Mereka bahkan tidak tersembunyi, mereka terlihat namun tidak terpandang lagi, layaknya buku Best Seller usang yang berakhir penuh debu karena setelah dibaca tak tersentuh lagi, tergeletak begitu saja bersama masa lalu.

Salah satu dari mereka tampak sibuk dengan smartphone –nya. Seperti seluruh perhatiannya tertumpah pada layar LCD yang tidak juga menampilkan sesuatu yang diharapkan mereka sedari dulu.

“bagaimana vi? Apa ada balasan?.” Tanya salah satu lagi dari mereka. Ia menepuk seseorang yang sedari tadi sibuk dengan sebuah smartphone.

Orang yang ditanya hanya menggeleng kecewa –lagi. Ini adalah pertemuan yang entah keberapa kali namun tetap tidak menghasilkan sesuatu yang selalu mereka harapkan.

“hah! Tak bisa lagi, selalu begini. Apa kita harus menyerah? Sebentar lagi tahun ketiga kita berdiri, tapi kenapa dia seolah tidak peduli, hilang begitu saja. Shit!!!”  orang yang tadi menghampirinya mengumpat penuh kecewa. Seolah tak terima jika pertemuan kali ini harus  gagal lagi mencari info tentang bintang mereka yang telah lama tertelan awan gelap.

“let it flow girl. Aku janji, aku yang akan kembali membawanya bersinar untuk kita yang masih setia.”

Sivia azizah. Gadis yang sedari tadi sibuk dengan smartphone –nya berujar penuh keyakinan. Seperti biasa gadis tersebut selalu optimis dengan apapun yang berhubungan dengan bintangnya. Seolah-olah tidak ada satupun masalah yang patut diperhitungkan selama ia masih mau berjuang untuk bertahan.

“bukan hanya kau vi, tapi kita…” seorang laki-laki hitam manis –yang merupakan salah satu dari mereka juga berujar penuh optimis. Ia merangkul dua gadis yang merupakan kawan seperjuangannya selama tiga tahun ini.

“bukan, bukan hanya kita…” gadis yang tadi mengumpat menggeleng-gelengkan kepalanya. “tapi kita dan mereka” ia menunjuk dirinya sendiri, sivia, rio –laki-laki hitam manis tadi dan semua orang yang tengah bercanda satu sama lain di dalam café -yang merupakan best camp tempat mereka selama ini berkumpul. “alvinoszta”

“benar tuh kata ify.” Rio mengacak rambut gadis yang menunjuknya tadi.

Sivia mengulum senyum. Kawan-kawannya ini benar. Bukan hanya dirinya yang akan mengambalikan bintang tersbut, tapi mereka semua –alvinoszta juga akan berjuang bersamanya untuk mengembalikan bintang mereka yang lama tak bersinar karena hilang ditelan awan gelap.

“kita akan berjuang bersama-sama.”

Rio dan Ify mengangguk. mereka membalas senyuman terkulum sivia. Tentu saja, mereka akan berjuang bersama, tetap berdiri kokoh untuk sebuah communitas yang lama hilang –menurut orang-orang, namun nyatanya tetap hidup sampai saat ini.

Alvinoszta atau ALVZ adalah Community yang berdiri atas dasar  rasa kagum, berpondasi rasa sayang, dan berdiri kokoh karena kekompakan. Pada awalh tahun berdiri semuanya berjalan lancer, sang bintang masih dalam jarak pandang mereka, bahkan terkesan dengan dari jarak jangkau mereka.  Tapi semuanya tidak berjalan lancer atau memang tidak pernah ada yang berjalan mulus seperti aspal  jalanan. tepatnya dua tahun lalu -setelah anniv ke satu tahun Alvinoszta, sang bintang yang mereka kagumi menghilang tanpa kabar, seolah tenggelam dan tidak pernah naik kepermukaan lagi.

Mereka yang setia hingga tahun ini –tepatnya tahun ketiga- sudah melakukan Berbagai cara hanya untuk mendapatkan bagaimana kabar sang bintang. namun percuma. Hampir dua tahun mereka berusaha untuk kembali membuat bintang mereka bersinar seperti dulu, hampir dua tahun pula mereka tidak mendapatkan apa. sia-sia. Sampai beberapa dari mereka memilih menyerah dan pindah community.

Namun untuk mereka yang setia tidak  sudi untuk menyerah, meskipun banyak yang out karena ketidak pastian, namun mereka yang bertahan tidak peduli karena yang terpenting bintang mereka kembali bersinar dilangit, meskipun sinarnya tak seterang dulu –karena tidak akan ada yang sama. Tapi mereka sudah berikrar akan menerima sebesar apapun sinar sang bintang, meskipun hanya setitik cahaya.



=====================================================

Let It Flow, biarin semuanya berjalan apa adanya, urusan nanti, esok, dan seterusnya adalah rencana Tuhan. Kita sebagai pemain kehidupan hanya bisa berharap agar masih ada hari-hari yang Tuhan takdirkan untuk kebersamaan kita…

=====================================================



“apa tak ada niat untuk kembali?.”

Seorang lelaki berwajah oriental tersenyum tipis seraya membuang arah pandangnya kearah lain, seperti tak berminat menatap lawan bicaranya. “untuk apa?” tanyanya sedikit enggan.

“untuk mereka yang masih setia menunggu sang bintang kembali bersinar.”

“cih! Apa mereka tidak menyerah juga? Padahal bintang mereka telah lama sirna.” Ujarnya sinis.

“ayolah alv, mereka tidak akan menyerah begitu saja. Pikirkan kembali, bintang mereka yang ada pada dirimu tidak akan pernah sirna meskipun sinarnya hanya setitik.” Kata cakka jengah, lelah juga memberi masukan pada sahabatnya yang keras kepala ini.

Laki-laki yang dipanggil alv tidak berminat untuk membalas. Ia menyibukan diri dengan gitar yang sedari tadi di genjreng -nya secara asal.

“ini hampir tahun ketiga mereka berdiri untukmu, mereka menyayangimu, mereka adalah orang-orang yang siap mendukungmu, apa salahnya kamu kembali untuk mereka.” Cakka menghela nafas sebagai jeda. “setidaknya jangan menjadi pengecut seperti ini, beri mereka kabar.”

Alvin memilih diam. Menghentikan aktivitasnya sementara untuk menghargai sahabatnya yang berbicara. Setelah cakka diam, ia kembali menggenjreng asal gitarnya. Tingkahnya ini seperti Terkesan tidak mau peduli dan tidak mau mengerti kemana arah pembicaraan ini.

“semuanya ada ditanganmu, keputusanmu.” Cakka menepuk pundak Alvin. Ia memilih menyerah untuk membujuk sahabatnya yang memang anti paksa. “butuh kau ketahui, mereka masih menunggumu untuk kembali.”

“hmmmm….” Gumamnya acuh tak acuh. “tak ada waktu untuk kembali, aku harus menata kembali hidupku, kau tahu itu.”

“terserah apa maumu.” Kata cakka sambil berjalan kepintu keluar kamar Alvin. “ohya lusa akan ada acara disini, pastikan kau siap untuk berbaur dengan yang lain. Jangan menutup diri terus-terusan.”

“akan ku usahakan.”

“ku tunggu usahamu.”

Cakka tersenyum meremehkan sebelum benar-benar meninggalkan kamar Alvin.

Hah!!! Bagaimana aku bisa kembali jika hidupku saja sekacau ini…


======================================================

HEBAT ITU ADALAH UNTUK MEREKA YANG MASIH BERTAHAN & SELALU SETIA UNTUK ORANG YANG MEREKA SAYANGI, APAPUN YANG TERJADI #ALVz3rdLetItFlow

=======================================================


Pertemuan lagi. seperti tidak ada kata bosan untuk mereka, karena hanya dengan berkumpul seperti ini mereka bisa memperkokoh sesuatu yang seharusnya telah runtuh dari jauh-jauh hari. Beginilah cara mereka agar tidak benar-benar runtuh lalu mati, Dengan bertemu, bertegur sapa, saling menguatkan, saling menghibur, saling meyakinkan dan memperkokoh. Mereka sanggup karena mereka bersama.

Seakan layar smartphonenya lebih menarik, sivia tidak memperdulikan teman-teman se-communitas-nya. Bukan. Bukan karena tidak perduli lagi, namun memang benar sesuatu yang terpampang di layar smartphonenya jauh lebih menarik. Sesekali gadis tersebut tersenyum cerah, sesekali ia meringis, dan sesekali juga ia merengut sebal.

“hueeeeeeeeeee, aku tidak percaya ini.” Katanya sambil menatap layar smartphonenya dengan mata berkaca-kaca.

“apa yang terjadi sivia?” ify menepuk pundak sahabatnya dengan tatapan bertanya sekaligus bingung.

“baca ini” sivia menyodorkan smartphonenya dan disambut ify dengan tergesa. “keajaiban datang.” Ujarnya sambil menyeka setitik air mata karena terharu.

Ify mengecek samrtphone tersebut. Dilayarnya terpampang dengan jelas sebuah percakapan –chatting sivia dengan seseorang laki-laki. Dengan mata jeli ify membaca semuanya.

Cakka NRG : kau alvz?

Sivia azizALVz : tentu saja, kenapa?

Cakka NRG : gpp, hanya bertanya.

Sivia azizALVz : Ho’oH

Cakka NRG : hmmm… maaf sebelumnya, bukankah ALVz sudah lama hilang seperti bintangnya.

Sivia azizALVz : tentu saja tidak, kami memang hilang menurut kebanyakan orang, tapi kami masih ada, dan selalu ada sampai bintang kami kembali.

Cakka NRG : wah setia sekali hahaha

Sivia azizALVz : ha ha ha, ejekanmu lucu sekali.

Cakka NRG : aku tidak mengejek nona -_-

Sivia azizALVz : Ho’oH

Cakka NRG : -_- misalnya kalau kau diberi kesempatan untuk bertemu dengan alv, apa yang akan kau lakukan?

Sivia azizALVz : aku akan memintanya untuk kembali, tentu saja.

Cakka NRG : kau tak ingin mencium atau memeluknya.

Sivia azizALVz : apa kau gila? aku masih punya malu tuan.

Cakka NRG : hahaha, kalau memang begitu, aku akan menawarkan sesuatu.

Sivia azizALVz : menawarkan? Apa?

Cakka NRG : bertemu dengan alv, bagaimana?

Sivia azizALVz : kau serius? Aku tak percaya.

Cakka NRG : tentu saja aku serius, aku tidak pernah berbohong.

Sivia azizALVz : aku tidak akan memaafkanmu jika kau berbohong

Cakka NRG : aku tidak berbohong, kau mau atau tidak?

Sivia azizALVz : tentu saja, why not? Kapan?

Cakka NRG : besok, jam 7 malam. Kau dandan yang cantik.

Sivia azizALVz : baiklah \(^.^)/ ah tapi aku masih tidak percaya :”)

Cakka NRG : cerewet, kirimkan alamatmu. Besok kujemput jam setengah 7

Sivia azizALVz : ya… thanks cakkaaaa :)

Cakka NRG offline


“sivia, apa ini serius? Kau tidak merekayasa chattingan ini ,kan?” kata ify yang juga idak percaya setelah membaca chatingan panjangan sivia dengan laki-laki bernama ‘Cakka NRG’.

“ntahlah, aku saja masih tak percaya.” Kata sivia kembali menyeka air mata harunya.

“jadi siapa yang akan pergi?” Tanya ify.

“tentu saja sivia, siapa lagi?” rio menimpali sambil mengembalikan smartphone sivia.

“ta… tapi aku juga mau.”

“apa kau gila? mana mungkin aku membiarkan pacarku sendiri pergi bersama laki-laki lain.”

“ini beda yo.”

“sama saja ify… kau ingat, aku di community kalian hanya untuk membantu kalian mengembalikan bintang kalian, bukan untuk membiarkan kau –pacarku sendiri pergi dengan orang lain.” Rio memutar bola matanya jengah, seperti tak ingin menanggapi wajah memelas ify yang selalu mampu meluluhkannya. “lagian sivialah yang diajak, bukan kau.” Kata rio lagi.

“baiklah.” Ify menunduk lemas.

“jadi aku yang pergi?” Tanya sivia sambil menunjuk dirinya sendiri.

“kau yang diajak.”



==============================================================

Ia disana, melebur bersama kalian…
Turut mengikuti perkembangan kalian…
Meski Dia tak Nampak, ataupun tak terlihat…
Namun dalam diam dialah yang menjadi pembaca setia kalian…
Dalam diam dialah yang turut berdiri kokoh dengan kalian…
Dalam diam dialah yang melangkah bersama kalian…

Dia tidak Nampak, namun dia ada disana…
Dia tidak terasa, namun dia yang merasakan…
Dia tidak bersinar sendiri, namun kalianlah yang menjadi sinarnya selama ini…

============================================================

“bagaimana mungkin kau menyuruhku menghadiri pesta perepsian pernikahanmu, sementara kau menikah saja aku tak tau kapan?”

Habis sudah kesabarannya. Ia menatap tajam pria dewasa yang ada dihadapannya. Pria dewasa yang seharusnya ia hormati.

“maafkan papi, papi tak bermaksud…”

“ciiih! Tak bermasud melupakanku sebagai anakmu? Hahahaha lucu sekali.” Ia tertawa nista. “tapi aku tak peduli, terserah kau saja. Kau mau melakukan apapun itu bukan urusanku, hiduplah bahagia dengan keluarga barumu.” Katanya sambil membuang arah pandang, ia berbalik dan pergi meninggalkan ruang keluarga  yang dipenuhi beberapa pasang mata.

“dengarkan penjelasan papi dulu, kau tak mengerti alv.”

Langkahnya terhenti, namun tak berbalik. “aku sudah mencoba mengerti banyak masalah, tapi semakin ku mengerti semakin sakit rasanya.”

Ia kembali berjalan dalam kehancuran. Meskipun ini bukan pertama kalinya ia mersakan hal semengecewakan ini, tetap saja kecewa adalah kecewa, persakitan yang sama, sama-sama menghancurkannya untuk yang kesekian kalinya.

Tanpa banyak mengeluh ia memasuki kamarnya, satu-satunya ruangan di rumah ini yang menjadi tempat favorite –nya. Ruangan yang dapat menenangkannya meskipun tak setenang kehidupannya dimasa lalu.

Hidupnya pilihannya, dan Inilah pilihannya. sejak dua tahun lalu –tepatnya setelah memutuskan berhenti menjadi bintang dan melupakan segala macam hal yang berhubungan dengan dunia intertain, termasuk melupakan sekelompok orang yang menyebut diri mereka ALVz-, ia lebih memilih memfokuskan diri untuk menata kehidupannya.

Hidupnya memang kembali tertata, namun setelahnya akan hancur lagi dengan berbagai hal yang mengecewakan. Lelah? Tentu saja, bahkan ia hampir ingin menyerah. namun dalam diam ia hadir diantara mereka yang menggapnya hilang tanpa kabar, mereka yang menyebut diri mereka alvz, mereka yang selalu menjadi penguat lewat mention-mention yang berisikan kata-kata penegar yang jujur saja kadang bisa membuatnya  tersenyum geli, bersemangat lagi, atau bahkan membuatnya menggigit bibir geram karena ada yang berlebihan juga --a.



===========================================================

You're not alone, together we stand
(Kau tak sendirian, kita bersama)

I'll be by your side, you know I'll take your hand
(Aku kan selalu di sisimu, kau tahu kan kuraih tanganmu)

When it gets cold and it feels like the end
(Saat udara semakin dingin dan semua seolah tlah berakhir)

There's no place to go, you know I won't give in
(Tak ada tempat untuk dituju, kau tahu aku takkan menyerah)

===========================================================



Sivia keluar dari mobil laki-laki bernama cakka –teman chattingnya waktu itu. Dengan gerakan ragu, ia memperbaiki mini Dress Lace biru muda yang membalut tubuhnya. Beberapa menit yang lalu, ia telah menghabiskan banyak waktu untuk menata diri hanya untuk menghadiri acara tak terduga ini, acara yang disebutnya sebuah keajaiban yang akan menuntunnya bertemu dengan seorang Alvin jo –sang bintang yang lama tenggelam dibalik awan gelap. Dan sekarang ia benar-benar ada disini, didepan rumah megah yang tidak pernah sekalipun dalam mimpi akan ia pijaki.

“ini…”

“rumah Alvin jo, bintang yang cari.”

“apa aku sedang bermimpi? tolong cubit aku.” Sivia menggeleng-geleng tidak percaya.

PLAK

“apa kau masih menganggap ini mimpi nona?” Tanya cakka sambil merengut kentara. Apakah ia telah salah memilih orang? Gadis freak ini benar-benar membuatnya sedikit kesal.

“sakit cakka! Aku menyuruhmu mencubit bukan menggeplak kepalaku.” Sungut sivia tidak terima.

“sudahlah, jaga tingkahmu. Jangan berbuat yang tidak-tidak, ini acara penting.” Peringat cakka tanpa memperdulikan ocehan sivia. “ingat kau disini menjadi pasanganku, kau harus pura-pura bersikap kau tidak mengenal Alvin. Jangan membuatku malu.”

Sivia mengangguk patuh.

“yasudah ayo.” Cakka mengulurkan tangannya sambil tersenyum amat manis kearah sivia. Sekali lagi sivia mengangguk patuh dan menerima uluran tangan cakka. dibiarkannya tangan kekar laki-laki itu menggenggam lembut tangannya. Ia ikut tersenyum manis seperti yang dilakukan cakka.

Mereka berdua memasuki rumah mewah yang telah dipenuhi oleh para tamu undangan. Jelas merekalah yang paling mencolok diantara tamu undangan lainnya. Mereka tampak serasi dari sudut pandang orang-orang disana. Cakka –si laki-laki menggunakan kemeja biru, warna yang senada dengan warna mini Dress Lace biru muda yang membalut tubuh Sivia –si perempuan. Semua menyambut mereka layaknya sepasang ‘Young Couple’  yang patut diperhitungkan di acara tersebut.

“kenapa mereka memandang kita seperti itu, apa kita terlihat aneh?.” Bisik sivia sambil terus berjalan santai mengikuti kemana cakka membawanya.

“tenang saja, mereka malah senang melihat kehadiran kita.” Balas  cakka dengan ikut berbisik. “ayo kesana…”

Sivia mengikuti kemana cakka membawanya karena sedari tadi tangannya masih digenggam cakka dengan erat.

“om dayat” panggil cakka sambil berjalan mendekati pria dewasa yang tampaknya tengah menikmati pesta dengan istri barunya –Zahra Damariva.

“akhirnya kau datang juga kka, siapa ini? Pasanganmu?.” Balas pria dewasa tersebut sambil tersenyum ramah.

“tentu saja aku datang om, mana mungkin aku tidak menghadiri acara perepsepsian pernikahan om dan tante Zahra.” Balas cakka. “oh ya, kenalkan ini Sivia Azizah, Pasanganku.”

“Sivia Azizah”

“Dayat Jonathan”

“Sivia Azizah”

“ Zahra Damariva”

Mereka saling berjabat tangan dengan formalnya. Saling melempar senyum ramah meskipun terkesan kaku.

“ohya om, si alv kemana?.”

“dia belum keluar kamarnya.” Wajah dayat berubah buram. “sepertinya tak berbinat berbaur.” Ujarnya sambil terkekeh. Zahra mengambil posisi lebih dekat dengan dayat, ia tersenyum masam dan menggenggam erat tangan suaminya guna menguatkan.

“waaah kebiasaan alv tuh om.” Cakka berujar santai. “yasudah cakka mau sapa yang lain dulu yah om.” Ia menarik tangan sivia untuk melangkah menjauhi pasangan –dayat dan Zahra.

“kka, alv…”

Langkah cakka terhenti. “dia emang gitu, nutup diri dan nggak pernah mau berbaur.” Cakka menghela nafas berat. “kayanya kamu nggak bisa ketemu dia sekarang, sorry.”

“he’eh, bu… bukan salah kamu.” Sivia jadi tak enak sendiri melihat raut penyesalan diwajah cakka. “ng… cakk…. Eh maksud aku kka…  bisa tunjukin dimana letak toilet?”

“mau aku antar?”

“eh…”

“rrrrrr…. Maksudku mmm… kau mau ku antar ke toilet, sekalian aku bisa menunggumu diluar.” Cakka menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal, seperti orang salah tingkah.

“tak perlu, tunjukkan saja toiletnya dimana.”

“baiklah, kau masuk saja terus, sampai didekat tangga kau belok kiri dan disana ada toilet khusus tamu.”

Sivia mengangguk dan melepaskan tangan cakka yang masih menggenggam tangannya. Ia berjalan sesuai dengan arah yang ditunjukkan cakka. Sementara cakka hanya bisa melihat punggung sivia yang semakin menjauh. Sedikit tidak rela membiarkan gadis tersebut jauh-jauh darinya, karena bersama gadis tersebut sebuah perasaan nyaman membuatnya ingin selalu didekat sivia.



*******


Sivia berjalan terus kedalam rumah besar keluarga jonathan, sesekali ia terlihat celingak celinguk mencari letak tangga yang digunakan sebagai patokannya berbelok kearah toilet nanti. Bukannya menemui tangga atau tempat berbelok mata sivia malah terpaku pada sebuah pintu kamar yang bertuliskan ‘Alv’s Privacy Room’.

Tanpa sadar sivia terus berjalan mendekati kamar tersebut. Pintunya sedikit terbuka hingga membentuk celah untuk mengintip. sivia melihat kedalam kamar melalu celah pintu dengan mata bersinar  -Seakan-akan ia baru saja menemui harta karun yang jumlahnya amat banyak.

Didalam kamar. seorang laki-laki duduk membelakangi pintu kamar, tampak sibut dengan gadget yang entah menampilkan hal apa hingga membuatnya lupa dengan suara hingar bingar acar resepsi pernikahan yang dilaksanakan diluar kamarnya. Ia tampak tak peduli atau pura-pura tak peduli.

Setelah beberapa menit melihat layar gadgednya, ia membanting benda tersebut keatas tempat tidur sementara ia mencoba merenggangkan otot-otot tubuhnya yang mengaku karena terlalu lama duduk diam seperti patung. Ketika melakukan peregangan pada lehernya dengan cara menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, barulah ia sadar seseorang sedang memperhatikan kegiatannya dari balik pintu.

Ia menatap sosok bertubuh munyil yang berdiri mematung dibelakang pintu Dengan mata tajam yang sudah siap menghunus siapapun yang berani mengintip kegiatannya. Ia tertegun. Gadis? Ternyata seorang gadislah yang berdiri disana, lantas ia mendekati pintu dan membuka pintu tersebut selebar yang Ia mau dan melihat tubuh gadis tersebut secara keseluruhan.

Tubuh gadis tersebut menegang. Seakan seluruh tubuhnya bereaksi berlebihan melihat laki-laki dihadapannya ini. Mendadak system kerja jantungnya menggila, berdetak ekstra atau berdebar secara tak normal. Perutnya terasa penuh oleh jutaan kupu-kupu yang terbang sesuka hatinya dan membuatnya merasa tergelitik.

“kau siapa?.” Nada suara tegas nan berat namun selalu terdengar merdu menyapa gendang telinganya, membuat debaran jantungnya semakin menggila sampai akhirnya membuat ia sadar dari lamunan panjangnya.

“Alv… Alvin jo” sebutnya seperti tak perduli dengan pertanyaan laki-laki yang dikenalnya bernama Alvin jo –bintangnya, bintang alvinoszta yang lama hilang.

“ya itu namaku.” Kata Alvin sambil mengerutkan keningnya bertanda ia bingung dengan gadis dihadapannya ini. “kau siapa?”

“a… aku… Alvinoszta.” Katanya gugup. Sivia –gadis itu tidak menyebukan namanya melainkan nama community –nya.

Seketika raut wajah Alvin beriak, dari yang tenang menjadi dingin. Ia diam, menatap tajam gadis yang menyebut dirinya alvinoszta. “untuk apa kau kesini?.” Tanyanya tajam.

“a… ng… ke… kem…. Balilah.” Kata sivia. “ma… maksudku, kau kembalilah, ka… ka… mi merindukanmu?.”

Alvin diam. Tatapan matanya semakin tajam, seakan-akan menghunus kedua mata sivia secara sadis. Ntah apa yang ada difikirannya kali ini, semua gerak geriknya seakan tak menjelaskan apapun.

“alvinoszta merindukanmu.”

Alvin menyeringai. “dan apa peduliku?.”

Tubuh sivia menegang. Kata-kata Alvin sekan-akan membuat tubuhnya semakin membeku.

“ta… pi… k… au…”

“aku tidak peduli.”

Tidak!!!

“sivia, apa itu kau?.”

Langkah seseorang terdengar mendekat. Cakka. Pasti laki-laki itu yang datang, Sivia tau suara beratnya yang khas. Sivia ingin berbalik dan menyapa balik  setidaknya untuk menutupi wajah tololnya yang masih terlihat shock. Namun tidak bisa, untuk membuka suarannya saja ia tidak sanggup, apalagi untuk berbalik dan menyapa cakka.

“sivia.” Cakka menepuk pundak sivia pelan, sedikitnya bisa membuat kesadaran sivia kembali meski tak sepenuhnya. “apa yang kau lakukan disini? Eh Alvin?.”

Atmosfir canggung menyelimuti mereka bertiga. Dengan Alvin yang masih menatap tajam sivia, sivia yang masih membeku, dan cakka yang menatap Alvin dan sivia secara bergantian.

“aku tidak peduli.” Kata Alvin yang membuka suara lagi. Kali ini ia berminat berbalik dan masuk kembali kekamarnya.

“TIDAK, KAU PASTI PEDULI. KAMI MENUNGGUMU KEMBALI, KAU HARUS KEMBALI.” Teriak sivia histeris, entah dapat kekuatan dari mana ia menarik pergelangan tangan Alvin dan menatap sosok betubuh tinggi itu tak kalah tajam.

“cih! Kau pikir kau siapa?.” Ujar Alvin tetap tenang.

“aku alvinoszta.” Balas sivia mantap. Ia menghela nafas berat. inilah pilihannya sebelum datang ke acara ini, ia akan mengungkap semuanya, ia ingin menumpahkan rindunya, ia bermaksud membawa kembali bintangnya.

“Aku tidak peduli.”

“KAU HARUS PEDULI”

“Kami menunggu dalam waktu yang lama, berharap setiap hari agar bintang kami kembali bersinar.” Suara sivia terdengar melemah dan bergetar. “kembalilah, ku mohon.”

Hening. Alvin memejamkan matanya sejenak. Setelah cukup lama diam, ia menghentakkan tangannya dengan kasar dan membuat tangan sivia yang masih melingkar dipergelangan tangannya terlepas begitu saja.

“aku bukan bintang”

Dengan santai Alvin berbalik dan berniat melangkah masuk kekamarnya, namun lagi-lagi langkahnya tercekal karena sivia kembali meraih pergelangan tangannya.

“meskipun kau bukan bintang yang bersinar terang, tapi kau tetap bintang yang kami nantikan meskipun cahayanya hanya setitik.”

Alvin kembali menghela nafas. “aku tidak peduli.”

“aku juga tidak peduli kalau kau tidak peduli.”

“apa maumu?.”

“kau kembali.”

“tidak mungkin.”

“apa yang tidak mungkin?” sivia mengeratkan pegangannya di pergelangan tangan Alvin. “semuanya pasti mungkin.”

“aku tidak mau”

“kenapa tidak mau?” lirih sivia.

“tidak ada waktu.” Alvin berusaha melepaskan genggaman tangannya, namun tidak semudah itu, sivia masih enggan melepaskannya. “kau harus mengerti, aku harus memperbaiki hidupku, tidak ada waktu untuk kembali.”

“kau tidak sendiri.” Sivia melonggarkan genggamannya namun belum berniat melepaskan Alvin. “kembalilah, kami siap membantumu dalam bentuk apapun.”

“aku tidak butuh bantuan”

“kalau begitu kami tidak akan membantumu, tapi kembalilah.”

“untuk apa? untuk menambah kerumitan hidupku, terimakasi aku tidak berminat.” Alvin berujar dingin.

“kami bukan masalah yang menambah kerumitan hidupmu.”

“aku tidak peduli.”

CUKUP!!!

Habis sudah kesambaran sivia menghadapi Alvin. Ia menarik tangan Alvin yang masih digenggamnya. cakka yang dari tadi sedang asik menonton adegan antar fans dan idola tersebut langsung mengerang kecewa karena merasa belum cukup puas menonton. Pasti seru tuh kalo dilanjutin,  gumamnya dalam hati. Ia memilih mengikuti langkah sivia yang masih menarik Alvin –mungkin tepatnya menyeret Alvin entah kemana.



********


Langkah sivia berhenti didepan mini stag, otomasi membuat langkah Alvin juga berhenti. Semua tamu undangan yang melihat adegan seret menyeret yang dilakukan sivia tadi langsung menatap mereka secara intens –seakan-akan menunggu adegan selanjutnya yang akan dilakukan sivia.

Sivia tersenyum manis kearah Alvin sebelum ia meninggalkan laki-laki tersebut. Dengan langkah ringan sivia berjalan naik katas panggung.

“besok tahun ketiga kami berdiri bersama untuk seseorang yang kami cintai. Tahun ketiga kami bertahan untuk selalu berjalan dibelakangnya sebagai orang-orang yang siap memberikan support dalam bentuk apapun. Tahun ketiga kami berjalan bersama disampingnya sebagai orang-orang yang siap merangkulnya untuk berbagi segala hal.”

Sivia diam sejenak, menghela nafas ringan untuk menenangkan kegugupan yang tiba-tiba melandanya. Ia menatap Alvin, melihat eksresi laki-laki tersebut saat melihatnya berdiri di stag. Namun nihil. Ekspresinya datar seperti biasa, tidak bisa dibaca meski dengan beribu-ribu penerjermah bahasa tubuh sekalipun.

Tapi sivia tidak peduli, kembali dilanjutkannya semua yang harus di ungkapkannya sekarang. “dan Tahun ketiga kami berjalan didepannya sebagai orang-orang yang akan selalu menunjukkan arahnya kembali saat nanti ia tersesat. Tahun ini... tahun ketiga kami masih ada untuknya.”

“kami disini, berdiri sejajar bukan hanya sebagai fans namun sebagai orang-orang yang manganggapmu berarti, orang-orang yang menyayangimu tanpa peduli apapun kelebihanmu, orang-orang yang menerima segala kekuranganmu meski terkadang kami menuntut.”

Sivia memejamkan matanya, merasakan air matanya yang menetes tanpa sebab. Begitu hangat dan melegakan. Mampu membuatnya merasakan aliran tanpa syarat yang mengalir begitu saja tanpa tuntutan untuk terisak ataupun mengeluarkan suara.


You're not alone
Together we stand
I'll be by your side, you know I'll take your hand
When it gets cold
And it feels like the end
There's no place to go
You know I won't give in
No I won't give in

(Sivia kembali membuka matanya, menatap Alvin yang masih melihatnya tanpa ekspresi. Laki-laki itu tak bergeming dan mematung ditempat. Sivia tersenyum hangat dan kembali melanjutkan lirik-lirik lagu yang enath tanpa sadar telah dilantunkannya)

Keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through
Just stay strong
'Cause you know I'm here for you, I'm here for you
There's nothing you could say
Nothing you could do
There's no other way when it comes to the truth
So keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through

(masih tak menun jukkan apapun, Alvin masih diam tanpa bersuara. Gadis didepannya benar-benar membuatnya sulit mengatakan apapu. Tubuhnya seperti lumpuh namun masih sanggup berdiri tegak...)

So far away
I wish you were here
Before it's too late, this could all disappear
Before the doors close
And it comes to an end
With you by my side I will fight and defend
I'll fight and defend
Yeah, yeah

…………………………….

(selesai sudah lagu yang dibawakannya. Selesai sudah perjuangannya malam ini. Lagi sivia memejamkan matanya, merasakan air matanya menetes kembali. Sepertinya malam ini ia benar-benar berurai air mata untuknya)

Riuh tepuk tangan menyambut langkah sivia yang menuruni anak tangga mini stag. Ia menghampiri Alvin yang masih diam ditempatnya, masih tanpa suara, masih dengan focus pandangnya kearah panggung meskipun sekrang panggung itu tak dipijaki oleh sivia.

“alvin….”

“suaramu bagus.” Ujar Alvin. Ia memasukan tangannya kedalam saku celananya, lalu berbalik tanpa memperdulikan sivia yang masih menatapnya penuh Tanya.

“kenapa bukan kau saja yang menjadi bintang.” Ujarnya lagi namun lebih tajam.

Seakan mengerti. Kini giliran sivia yang mematung. “tidak alv, kau salah paham.. a…. ku… maksudku…”

Suara sivia tercekat ditenggorokan, air matanya meleleh lebih deras kali ini, bukan menangis lega namun menangasi kebodohannya. Tadi Ia bernyanyi bukan bermaksud menunjukkan kalau dirinya lebiih pantas menjadi bintang, ia tak semunafik itu. Ia hanya ingin menunjukan arti dari lagu tersebut.

Arggghhh!!!


------------------------------------------------------------------------------

There's nothing you can say (Nothing you can say)
(Tak ada yang bisa kau katakan)

Nothing you can do (Nothing you can do)
(Tak ada yang bisa kau lakukan)

There's no other way when it comes to the truth
(Tak ada jalan lain jika mengenai kenyataan)

So keep holding on
(Maka teruslah bertahan)

Cause you know we'll make it through
(Karena kau tahu kita bisa melewatinya)

We'll make it through
(Kita bisa melewatinya)

--------------------------------------------------------------------------



Masih segar dalam ingatan sivia. Kesalahnya dua bulan lalu. Setelah malam itu, ia tak ingin lagi terlihat, ia mengasingkan diri dari segala hal yang berbau alvinoszta dan Alvin. Ia hidup namun seperti tak hidup. Sehari-hari hanya melamun dan memikirkan apapun asalkan jangan Alvin ataupun alvinoszta.

Teman-teman se-Communitas-nya bahkan tak ada yang tahu tentang kejadian tersebut, ia benar-benar tak Nampak lagi setelah malam itu. Ia menjalankan hidupnya dengan teransparan. Ada namun tak terlihat. Ia bahkan rela pindah sekolah dan ikut bersama kakek dan neneknya yang tinggal di bandung guna menghindar dari teman-teman lamanya.

Sivia melanjutkan perjalanan pulangnya. Seperti biasa, ia selalu ragu setiap ingin melangkah, taku salah melangkah dan mengakibatkan hal yang fatal untuk dirinya, seperti saat itu saat ia salah melangkah dan akhirnya terjatuh hingga sedalam ini. Terjatuh hingga tak bisa bangun kembali meski dalam waktu yang lama.

“saat itu ada seorang gadis yang berkata kepada saya ‘meskipun kau bukan bintang yang bersinar terang,tapi  kau tetap menjadi bintang yang kami nantikan meskipun cahayanya hanya setitik’.

Sivia tertegun ditempatnya. Ia mengenal suara itu, ia bahkan mengenal kata-kata itu.

“dimanapun gadis itu sekarang, saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. terimakasi atas segala yang terjadi pada malam itu, terimakasih juga untuk alvinoszta yang masih setia sampai tahun ketiga ini. saya menyayangi kalian seperti kalian menyayangi saya.”

Dengan ragu sivia melangkah mendekati layar TV yang terpajang di sebuat etalase toko elektronik. Dapat dilihatnya layar tersebut menampilkan figuran seseorang yang sangat amat dirindukannya. Alvin Jo.

Laki-laki tersebut berdiri disebuah panggung megah dan mewah, dikelilingi beribu orang yang terus meneriaki namanya dengan histeris, beberapa yelyel terdengar disana sini. Alvinoszta.

Setetes air mata sivia terjtuh kembali, ia memejamkan mata berusaha menikmati air mata yang rasanya sama seperti malam itu. Begitu hangat dan melegakan.

“untuk gadis tersebut, lagu ini saya persembahkan untukmu. Thanks for everything at night”




You're not alone
Together we stand
I'll be by your side, you know I'll take your hand
When it gets cold
And it feels like the end
There's no place to go
You know I won't give in
No I won't give in

Keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through
Just stay strong
'Cause you know I'm here for you, I'm here for you
There's nothing you could say
Nothing you could do
There's no other way when it comes to the truth
So keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through

So far away
I wish you were here
Before it's too late, this could all disappear
Before the doors close
And it comes to an end
With you by my side I will fight and defend
I'll fight and defend
Yeah, yeah

Keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through
Just stay strong
'Cause you know I'm here for you, I'm here for you
There's nothing you could say
Nothing you could do
There's no other way when it comes to the truth
So keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through

Hear me when I say, when I say I believe
Nothing's gonna change, nothing's gonna change destiny
Whatever's meant to be will work out perfectly
Yeah, yeah, yeah, yeah

La da da da
La da da da
La da da da da da da da da

Keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through
Just stay strong
'Cause you know I'm here for you, I'm here for you
There's nothing you could say
Nothing you could do
There's no other way when it comes to the truth
So keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through

Keep holding on
Keep holding on

There's nothing you could say
Nothing you could do
There's no other way when it comes to the truth
So keep holding on
'Cause you know we'll make it through, we'll make it through



(KEEP HOLDING ON - AVRIL LAVIGNE)



“alvin hebat (y) alvinoszta juga ngga kalah HEBAT, selama 3 thn selalu setia dan bisa menerima alvin apa adanya

“Secuk-cueknya Alvin tapi aku yakin sebenernya Alvin itu sayang banget sama ALVZ dan peduli sama ALVZ.”

“Alvinoszta itu setia banget sama Alvin, kalian tetap bertahan dengan sifat cueknya dia selama 3 tahun lebih

“jangan remehin waktu 3thn, karena ALVZ HEBAT BANGET bertahan selama itu cuma buat seorang yg punya image gapeduli dan cuek

“alvinoszta selalu bikin gua ngerasa damai, community tertutup yg hampir dibilang hilang tp tetep yg paling jaya!

“sayang alvinoszta semua, walaupun kita beda-beda tapi ALVz dan Alvin adalah pemersatu kita”

WE ARE ALVINOSZTA. WE KEEP ON FLOWING. GO ALVIN!!! GO ALVIN!!! GO ALVINOSZTA!!!



-THE END-


 ini cerpen terpanjang yang pernah saya buat :) sebenernya bukan cerpen sih kalau panjang kayak gini, mungkin fanfiction (FF) aaaah gatau deh pokoknya thanks buat yang udah mau baca :) jangan lupa tinggalkan jejak berupa komentar, pesan dan kesan setelah membaca karya saya :)

@AyuaDianoszta97


\A/ LOVE YOU ALVINOSZTA \A/