Rabu, 01 Mei 2013

NO SAD!!! (part 1)


-He is Named...-



“Ibu... Sivia pulang.” Teriak Sivia sambil membuka pintu rumah.

Keadaan rumah yang sepi membuat Sivia kebingungan. Tidak biasanya rumah sepi seperti ini, biasanya ketika ia bertiak ‘Sivia pulang’ pasti ibunya itu akan segera muncul dari dapur dan menyambutnya dengan senyuman. Tapi sepertinya hari ini berbeda, sepertinya ada yang aneh hari ini.

“non Sivia.” Panggil seseorang yang keluar dari dapur.

“loh ?.”

“kenapa non ? non Sivia lupa ya kalau non Sivia sekarang ada dirumah keluarga sindunata.”

Sivia menepuk jidatnya. Aduh aku lupa, keluh Sivia dalam hati. Sekarangkan dia tinggal dirumah calon tunangannya. Baru Satu hari ini tinggal dirumah orang membuat Sivia belum terbiasa dengan suasana rumah orang, terlebih lagi selama ini Sivia tidak pernah meninggalkan rumahnya, apalagi menginap dirumah orang.

“Sivia lupa, bi.” Kata Sivia.

“yasudah non, lebih baik sekarang no via ganti baju terus makan siang. Semua sudah terhidang dimeja makan.”

“iya bi, sebaiknya begitu. Tapi kok sepi banget bi, Sivia juga nggak pernah ngelihat putra keluarga sindunta yang mau ditunangin sama Sivia.” Kata Sivia.

Mengingat dari kemarin, semenjak ditinggal Duta, Winda dan ibunya, Sivia tidak pernah melihat orang lain dirumah ini, selain dirinya dan 6 pelayan rumah. Lalu kemana putra semata wayang keluarga sinduata ?

“rumah ini memang selalu sepi non, kalau tuan muda sindunata biasanya sebentar lagi pulang. Non Sivia pasti penasaran. tenang aja non, tuan muda itu orangnya ganteng banget.”

Sivia mengangguk-angguk paham. “yasudah bi, Sivia ganti baju dulu.” Kata Sivia sambil berjalan kearah kamar barunya. Sebelum memasuki kamar Sivia melihat kearah kamar disebelahnya, kemarin malam ia sempat mendengar seseorang membuka kamari tersebut. apa ini kamarnya ? tanya Sivia penasaran. Setelah itu Sivia bersikap masa bodoh dan langsung memasuki kamarnya.

“huh ! Tuhan aneh banget rasanya.” Kata Sivia sambil menghempaskan tubuhnya diatas bad covernya.

Sivia memejamkan mata sebentar, mencoba menenangkan dirinya yang sama sekali belum terbiasa dengan kehidupannya sekarang. Dalam beberapa menit kedepan Sivia bukannya mengganti seragam, malah keterusan terpejam sampai akhirnya tertidur pulas.


*********


Alvin baru saja memasuki rumahnya setelah beberapa menit yang lalu memarkirkan mobilnya digarasi. Dia berjalan kearaha meja makan, disana semua makanan kesukaannya sudah terhidang. Alvin menatap makan-makanan tersebut dengan malas, seperti yang sudah-sudah kalau moodnya sedang tidak bersahabat dia tidak akan menyentuh makanan-makanan itu sampai moodnya benar-benar membaik.

Beberapa menit kemudian, Alvin berjalan kekamarnya. Hari ini cukup melelahkan untuk Alvin, membuatnya ingin cepat-cepat berada dikamar untuk beristirahat. Sebelum membuka pintu kamar, Alvin menoleh kearah kamar sebelahnya. Dia hampir lupa kalau kamar itu sekarang sudah berisi dan ditempati oleh calon tunangannya. Seteleh itu, seperti apa yang dilakukan Sivia barusan, Alvin bersikap masa bodoh dan langsung memasuki kamarnya.

Tiba-tiba setelah Alvin masuk kamar dan menutup pintu kamarnya, pintu kamar sebelah malah langsung terbuka. Sivia menyembul dari balik pintu dan langsung celingukan melihat pintu kamar disebelahnya. Kini Sivia mendesah berat, baru saja ia terbangun dari tidurnya setelah mendengar langkah kaki dan suara pintu kamar sebelah terbuka. Padahal Sivia sudah berusaha secepat mungkin agar bisa melihat calon tunangannya sebelum laki-laki itu masuk kekamar sebelah. yah ! telat, kata Sivia kecewa.
               
**********


Malam harinya, setelah makan malam, Sivia kembali kekamarnya dan lebih memilih melihat bintang dari balkon kamar. Merasa sudah cukup lama dirinya menatap bintang, Sivia mengalihkan pandangannya kebalkon sebelah. tadi saat makan malam, dia tidak bertemu dengan si pemilik balkon tersebut. kata pelayan rumah tuan mudanya itu tidak akan menyentuh makanan selama moodnya tidak bersahabat.

pasti gara-gara perjodohan,  Gumam Sivia pelan. dia yakin mood calon tunangannya itu tidak bersahabat gara-gara perjodohan mereka.
tiba-tiba pintu balkon sebelah terbuka, membuat Sivia mengalihkan pandangannya dengan cepat agar tidak ketahuan kalau dari tadi dia memperhatikan balkon tersebut. Sivia melirik sedikit kearah balkon sebelah, disana seorang laki-laki sedang melihat bintang tanpa memperdulikan dirinya. Cuek banget, kata Sivia dalam hati.

“heh, lo.” Kata Sivia menyapa laki-laki tersebut.

Laki-laki itu sontak langsung mengalihkan pandangannya kearah balkon sebelah, lebih tepatnya kearah Sivia yang tadi memanggilnya. Laki-laki itu menatap Sivia tanpa ekspresi. Semenit kemudian ia masuk tanpa membalas sapaan Sivia.

Noh kan, cuek banget. Gue nyapa malah nggak dibales, bisu kali dia. Kata Sivia membatin. setelah itu Sivia masuk kekamarnya dengan kesal. Baru kali ini dia dicuekin orang dan rasanya itu nggak enak banget. Sivia menghempaskan tubuhnya seperti biasa. Lagi-lagi dia menarik nafas berat, baru dicuekin begitu saja sudah membuatnya kesal luar biasa, apalagi nanti kalau tunangan dan tiap hari dicuekin. Bisa gila aku, gumam Sivia pelan lantas memejamkan matanya dan tertidur.

**********


“den, tadi nyonya Winda pesan mulai sekarang aden harus pulang dan pergi kesekolah bareng non Sivia.” Kata salah satu pelayan rumah.

Alvin yang hendak keluar rumah langsung berhenti. Mata sipitnya terbelalak, ”APA ? harus bareng ? nggak mau.” Tolak Alvin sambil membalikan badannya. Dia sedikit melirik kearah salah satu kursi meja makan yang diduduki Sivia.

“maaf den, aden nggak bisa nolak.” Pelayan tadi langsung berlalu tanpa menunggu reaksi Alvin selanjutnya.

“kalo lo nggak mau, nggak papa kok. Gue masih bisa sendiri.” Celetuk Sivia santai, masih sambil mengunyah makanannya.

“bagus deh kalo gitu, gue nggak perlu capek-capek lagi.”

Alvin berbalik dan berjalan keluar rumah, tangannya hampir memegang handle pintu ketika BBnya tiba-tiba berbunyi. Sial !!! umpat Alvin ketika melihat nama yang tertera dilayar LCD Bbnya. Dengan malas Alvin mengangkat telpon tersebut, tahu dengan apa yang akan dibicarakan orang tersebut Alvin langsung mendengus kesal.

“iya, Alvin tau, Alvin harus berangkat sama cewek itu. Udah deh jangan ngomel pagi-pagi gini.” Sambar Alvin tanpa membiarkan suara disebrang sana berbicara duluan.

“bagus kalau kamu tau, mama nggak mau kamu biarin Sivia pulang dan pergi sekolah sendirian. Kasian dia harus naik Bus.” Kata orang disebrang sana yang menyebut dirinya ‘mama’.

“iya.”

Sambungan langsung diputus oleh Alvin tanpa menunggu sahutan atau omelan dari mamanya. Dia tidak mau pagi-pagi gini kupingnya harus karena mendengar mamanya itu ngomel-ngomel nggak jelas. Lagian siapa sih salah satu dari pelayan rumah yang berani-beraninya mengadukan hal ini kepada mamanya, lancang sekali.

“heh lo, buruan sarapannya, gue nggak mau telat gara-gara nunggu lo makan kayak putri solo.” Kata Alvin.

Sivia menatap Alvin tajam. Songong banget nih cowok, dumelnya sambil mengunyah sisa roti yang ada dimulutnya. Setelah menghabiskan roti dan meneguk minumannya Sivia langsung beranjak dari meja makan dan mengikuti Alvin yang berjalan duluan ke mobil.

“dimana lo sekolah ?.” tanya Alvin dingin.

“SMA Putri Pertiwi.” Balas Sivia seadanya.

Mendengar jawaban Sivia, Alvin langsung melajukan mobilnya kearah SMA Putri Pertiwi. SMA itu cukup terkenal di daerah Jakarta pusat, terlebih lagi SMA Putri Pertiwi merupakan sekolah Putri yang lumayan elit dan berkelas. Hal itu terbukti dari seragam sekolah yang setiap bulannya selalu berganti, tidak seperti sekolah SMA pada biasanya.

“makasi, emmmm.” Kata Sivia bingung.

“Alvin.”

“eh’iya. Makasi Alvin.” Sivia terdengar canggung ketika memanggil nama Alvin.

Tanpa menjawab kata terimakasi dari Sivia, Alvin langsung memutar mobilnya dan melaju kearah beralawanan, tepatnya kearah sekolahnya di SMA Prada Kesuma.

**********


Ternyata Namanya Alvin, gumam Sivia sambil mengingat kejadian waktu Alvin menyebutkan namanya. Sudah semingguan lebih dia tinggal satu rumah dengan pemuda itu, tapi baru kali ini Sivia tau namanya. Dan selama seminggu sebelum hari ini, Sivia sudah dibuat penasaran dengan namanya. Sekarang ketika Sivia sudah tahu nama Alvin, rasanya seperti ada sesuatu yang mulai mengalir tenang, membawa sesuatu yang menjanggal di hatinya selama seminggu belakangan ini mulai tersingkir dan ikut mengalir bersama ketenangan hatinya ketika mengetahui nama Alvin. hay apa ini ???  tanya Sivia pada dirinya sendiri.

“SIVIAAAAAA.” Teriak Shilla sahabat Sivia.

“Namanya Alvin.” kata Sivia nyeplos.

Sivia terpelonjak kaget dan segera membuyarkan lamunanya. Dia mendongak dan mendapatkan wajah sahabatnya yang sedang cengengesan. Sahabatnya yang satu ini memang selalu membuatnya jantungan.

“ciieeee, siapa tuh yang namanya Alvin ?.” goda Shilla sambil menyenggol tubuh Sivia.

“apaan sih, perasaan suka banget deh lo ngegetin gue. Untung gue nggak mati kaget.” Omel Sivia.

“hahhaha, maaf deh. Habisan lo sih, tengah hari gini malah ngelamun. Ngelamunin yang namanya Alvin ya. Hayooo, siapa tuh Alvin ?.”

“udah ah, mau tau aja lo.” Kata Sivia mengalihkan pembicaraan.

Sivia memang belum cerita tentang perjodohannya dengan Alvin. Sivia sedikit malu kalau bercerita tentang masalah pribadinya, apalagi masalah perjodohannya. Apalagi ia di jodohkan dengan Alvin, pemuda yang umurnya 1thn lebih dibawah Sivia, bisa dibilang Sivia di jodohkan dengan berondong. Mending berondong manis. nah ini, berondong songong, cuek, nyeremin lagi, hiiiiiii. Sivia bergidik mengingat sikap Alvin yang bener-bener jauh dari julukan berondong manis. boro-boro berondong manis, berondong amis baru iya.

“ngelamun lagi lo, udah deh gue tau lo lagi fall in love sama si Alvin-Alvin itu, tapi jangan ngelamun mulu dong, gue kan jadi dicuekin.” Omel Shilla sambil menekuk wajahnya.

Sivia hanya cengengesan melihat wajah Shilla yang ditekuk. Lucu juga melihat sahabatnya itu kalau sedang kesal seperti ini, membuat Sivia ingin mencubit pipinya gemas. Bagi Sivia, Shilla itu udah lebih dari sahabat. seperti tokoh-tokoh dicerpen cerbung icil yang sering dibacanya setiap malam, seperti tokoh CRAG yang selalu kental dengan persahabatan yang beranjak kepersaudaraan. begitupun dengan Sivia dan Shilla, mereka udah lebih dari sekedar bersahabat, bisa dibilang udah kayak saudara kandung seperti CRAG. Jadi selain tentang perjodohan ini, Sivia selalu terbuka kepada Shilla, begitupun dengan Shilla, hampir seumur hidup mereka saling mengenal satu sama lain dan saling melengkapai.

“iya, iya, gue nggak ngelamun lagi. hehehe”

“awas aja kalau lo ngelamun lagi, gue bunuh tuh si Alvin Alvin itu, masa gue dicuekin gara-gara lo ngelamunin dia, cemburuuuu tau.” Kata Shilla lagi.

“ehahaha, iya deh iya. Masa gitu aja cemburu, apalagi nanti kalau gue tunangan sama dia, mati rasa kali lo.” Kata Sivia nyeplos lagi.
Shilla bingung mendengarkan kata terakhir Sivia. Di tatapnya Sivia dengan setajam mungkin, seperti mencari kejelasan dengan kaka ‘gue tunangan sama dia’. Tapi Sivia yang tidak sadar hanya merasa masa bodoh dan kembali asik dengan rubik 4X4 yang sedari tadi tergeletak tak berdaya diatas mejanya.

*************


Setengah jam setelah bel pulang berbunyi di  SMA Prada Kesuma, Alvin masih sibuk dengan buku biologi yang sedari tadi menarik minatnya. Dia lupa kalau sepulang sekolah harus menjemput Sivia dan pulang bersama gadis tersebut. ketika jam menunjukkan pukul setengah tiga, Alvin baru menutup bukunya dan memasukinya kedalam tas ransel hitamnya.  Sedikit melirik jam dinding kelasnya, Alvin bangkit dari kursinya seraya melangkah keluar kelas.

“wah, kutu buku baru pulang ternyata.” sindir Rio ketika meihat Alvin keluar dari kelas.

Dengan sedikit melirik, Alvin melihat pemuda berkulit hitam manis tersebut dari sudut matanya dan menarik napas panjang sebelum menghembuskannya. Dia tahu pemuda itu akan mencari masalah setelah ini, terang saja kalau pemuda itu tidak menyukai Alvin sejak kelas X dulu.

Rio mengejar langkah Alvin dan berjalan disampingnya. sepertinya Rio sudah menyiapkan lebih dari sepuluh macam ejekan untuk mengganggu rivalnya yang satu ini. tapi seperti yang sudah-sudah, Rio hanya mendengus kesal ketika lagi-lagi Alvin tidak menanggapinya. Shit !! umpat Rio ketika Alvin berjalan lebih dulu dan meninggalkannya.

Terlepas dari gangguan Rio, Alvin langsung masuk kedalam mobilnya. Seperti ada yang terlupa, kata Alvin sambil mengingat-ngingat sesuatu. Pandangannya jatuh pada tempat duduk disampingnya, tadi pagi seorang gadis duduk disana, lalu sekarang gadis itu itu juga seharusnya duduk ditempat yang sama. Alvin menepuk jidatnya ketika mengingat kalau lebih dari satu jam yang lalu dia harus menjemput Sivia.

Dengan kecepatan diatas rata-rata Alvin melajukan mobilnya kearah sekolah Sivia untuk menjemput gadis tersebut. namun sesampainya disana, sekolah sudah kosong dan tidak terlihat satupun siswi yang menunggu jemputan. Lantas Alvin langsung memutar dan melajukan mobilnya kembali kerumah.

“bi, apa Sivia sudah pulang ?.” tanya Alvin pada salah satu pelayan rumahnya begitu sampai didalam rumah.

“non Sivia udah pulang dari setengah jam yang lalu den.”

“oh, yaudah. Syukur deh.” Kata Alvin sambil menghembuskan nafas lega.

“tapi den, kayaknya non Sivia lagi ada maslah. Tadi dia sempet banting pintu kamarnya dan nggak keluar-keluar lagi, non Sivia juga belum makan siang.” Adu pelayan tadi.

Alvin diam beberapa menit. Dan mulai berfikir kalau Sivia pasti marah gara-gara Alvin telat atau tidak menjemputnya, terlebih lagi Sivia juga pasti marah karena membiarkannya menunggu lebih dari setengah jam.

Alvin berjalan kekamar Sivia dan mengetok bintu kamarnya. Namun tidak ada balasan dari si empunya kamar.

********

Sivia membanting pintu kamrnya dengan kesal. Dia benar-benar terlihat marah ketika harus menunggu Alvin menjemputnya, sampii pada akhirnya dia juga harus pulang jalan kaki. Menyebalkan sekali, selama ini Sivia paling membenci yang namanya menunggu, apalagi menunggu orang sampai setengah jam lebih. Menurutnya setang jam itu adalah waktu yang panjang untuk menunggu.

“SIVIAAAAAA.”

Panggilan dari balik pintu membangunkan Sivia yang setengah jam lalu sudah larut dalam bunga tidurnya. Mendengar suara Alvin yang memanggilnya, Sivia lantas tidak langsung menjawab. Dia lebih memilih diam, sebelum akhirnya Sivia bosan dan merasa terganggu dengan teriakan Alvin yang memanggil dirinya.

Sivia membuka pintu dan menemukan Alvin yang siap-siap berteriak dan memanggil namanya lagi.

“apa ?.” tanya Sivia malas.

“lo marah sama gue ?.” tanya Alvin balik.

“iya, gue marah sama lo. Lain kali kalo lo nggak niat jemput gue, lo bilang aja waktu nganter gue tadi pagi, gue kan nggak perlu nunggu lo sampai setengah jam lebih, lo pikir enak apa nunggu kayak orang autis didepan sekolah.” Kata Sivia ceplas ceplos.

Alvin memandang Sivia dengan dahi berkerut, baru kali ini ada orang yang berani mengomeli dirinya kecuali sang mama atau papanya.

“udah ngomelnya ?.” tanya Alvin singkat padat dan jelas.

“arghhhhh, LO NYEBELIN.” Bentak Sivia.

“huh !! yaudah deh, gue minta maaf.”

Alvin menyodorkan tangannya untuk minta maaf. Sivia memandang tangan Alvin dengan malas.

“lo pikir nunggu setengah jam lebih bisa diganti dengan kata maaf.” Ketus Sivia.

“terus mau lo apa ?.” tanya Alvin datar. “gue kan udah minta maaf.”

“gue mau lo nemenin gue ke toko buku ntar malem.”

“terus, lo bakal maafin gue.”

“gak semudah itu.”

“hah ??? lo gila, terus apa lagi.”

“temenin gue ke ancol besok pagi.”

“ogah, males gue.”

“yaudah nggak gue maafin.”

“ngancem lagi lo.”

“makanya lo mau nggak, langsung lunas deh.”

“iya deh, iya... dasar gembrot !!”

“apa lo bilang.”

“DASAR GEMBROT, GEM-BROT.”

“wah songong lo, sipit.”

Tanpa membalas ejekan Sivia, Alvin berjalan masuk kedalam kamarnya. Sivia hanya memandangi punggung Alvin sampai benar-benar menghilang dibalik pintu. Sivia sedikit menarik sudut bibirnya, tersenyum hangat. Meskipun bingung dengan apa yang dilakukannya tadi, tapi Sivia tetap menikmatinya. Jadi tidak sabar menunggu besok pagi, Sivia berbalik dan ikut masuk kedalam rumahnya.




-BERSAMBUNG-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar