-He is Named...-
“Ibu... Sivia pulang.” Teriak
Sivia sambil membuka pintu rumah.
Keadaan rumah yang sepi
membuat Sivia kebingungan. Tidak biasanya rumah sepi seperti ini, biasanya
ketika ia bertiak ‘Sivia pulang’ pasti ibunya itu akan segera muncul dari dapur
dan menyambutnya dengan senyuman. Tapi sepertinya hari ini berbeda, sepertinya
ada yang aneh hari ini.
“non Sivia.” Panggil
seseorang yang keluar dari dapur.
“loh ?.”
“kenapa non ? non Sivia lupa
ya kalau non Sivia sekarang ada dirumah keluarga sindunata.”
Sivia menepuk jidatnya. Aduh aku lupa, keluh Sivia dalam hati.
Sekarangkan dia tinggal dirumah calon tunangannya. Baru Satu hari ini tinggal
dirumah orang membuat Sivia belum terbiasa dengan suasana rumah orang, terlebih
lagi selama ini Sivia tidak pernah meninggalkan rumahnya, apalagi menginap
dirumah orang.
“Sivia lupa, bi.” Kata Sivia.
“yasudah non, lebih baik
sekarang no via ganti baju terus makan siang. Semua sudah terhidang dimeja
makan.”
“iya bi, sebaiknya begitu.
Tapi kok sepi banget bi, Sivia juga nggak pernah ngelihat putra keluarga
sindunta yang mau ditunangin sama Sivia.” Kata Sivia.
Mengingat dari kemarin,
semenjak ditinggal Duta, Winda dan ibunya, Sivia tidak pernah melihat orang
lain dirumah ini, selain dirinya dan 6 pelayan rumah. Lalu kemana putra semata
wayang keluarga sinduata ?
“rumah ini memang selalu sepi
non, kalau tuan muda sindunata biasanya sebentar lagi pulang. Non Sivia pasti
penasaran. tenang aja non, tuan muda itu orangnya ganteng banget.”
Sivia mengangguk-angguk
paham. “yasudah bi, Sivia ganti baju dulu.” Kata Sivia sambil berjalan kearah
kamar barunya. Sebelum memasuki kamar Sivia melihat kearah kamar disebelahnya,
kemarin malam ia sempat mendengar seseorang membuka kamari tersebut. apa ini kamarnya ? tanya Sivia
penasaran. Setelah itu Sivia bersikap masa bodoh dan langsung memasuki
kamarnya.
“huh ! Tuhan aneh banget
rasanya.” Kata Sivia sambil menghempaskan tubuhnya diatas bad covernya.
Sivia memejamkan mata
sebentar, mencoba menenangkan dirinya yang sama sekali belum terbiasa dengan
kehidupannya sekarang. Dalam beberapa menit kedepan Sivia bukannya mengganti
seragam, malah keterusan terpejam sampai akhirnya tertidur pulas.
*********
Alvin baru saja memasuki
rumahnya setelah beberapa menit yang lalu memarkirkan mobilnya digarasi. Dia
berjalan kearaha meja makan, disana semua makanan kesukaannya sudah terhidang. Alvin
menatap makan-makanan tersebut dengan malas, seperti yang sudah-sudah kalau
moodnya sedang tidak bersahabat dia tidak akan menyentuh makanan-makanan itu
sampai moodnya benar-benar membaik.
Beberapa menit kemudian, Alvin
berjalan kekamarnya. Hari ini cukup melelahkan untuk Alvin, membuatnya ingin
cepat-cepat berada dikamar untuk beristirahat. Sebelum membuka pintu kamar, Alvin
menoleh kearah kamar sebelahnya. Dia hampir lupa kalau kamar itu sekarang sudah
berisi dan ditempati oleh calon tunangannya. Seteleh itu, seperti apa yang
dilakukan Sivia barusan, Alvin bersikap masa bodoh dan langsung memasuki
kamarnya.
Tiba-tiba setelah Alvin masuk
kamar dan menutup pintu kamarnya, pintu kamar sebelah malah langsung terbuka. Sivia
menyembul dari balik pintu dan langsung celingukan melihat pintu kamar
disebelahnya. Kini Sivia mendesah berat, baru saja ia terbangun dari tidurnya
setelah mendengar langkah kaki dan suara pintu kamar sebelah terbuka. Padahal Sivia
sudah berusaha secepat mungkin agar bisa melihat calon tunangannya sebelum
laki-laki itu masuk kekamar sebelah. yah
! telat, kata Sivia kecewa.
**********
Malam harinya, setelah makan
malam, Sivia kembali kekamarnya dan lebih memilih melihat bintang dari balkon
kamar. Merasa sudah cukup lama dirinya menatap bintang, Sivia mengalihkan
pandangannya kebalkon sebelah. tadi saat makan malam, dia tidak bertemu dengan
si pemilik balkon tersebut. kata pelayan rumah tuan mudanya itu tidak akan
menyentuh makanan selama moodnya tidak bersahabat.
pasti gara-gara perjodohan,
Gumam
Sivia pelan. dia yakin mood calon tunangannya itu tidak bersahabat gara-gara
perjodohan mereka.
tiba-tiba pintu balkon
sebelah terbuka, membuat Sivia mengalihkan pandangannya dengan cepat agar tidak
ketahuan kalau dari tadi dia memperhatikan balkon tersebut. Sivia melirik
sedikit kearah balkon sebelah, disana seorang laki-laki sedang melihat bintang
tanpa memperdulikan dirinya. Cuek banget,
kata Sivia dalam hati.
“heh, lo.” Kata Sivia menyapa
laki-laki tersebut.
Laki-laki itu sontak langsung
mengalihkan pandangannya kearah balkon sebelah, lebih tepatnya kearah Sivia
yang tadi memanggilnya. Laki-laki itu menatap Sivia tanpa ekspresi. Semenit
kemudian ia masuk tanpa membalas sapaan Sivia.
Noh kan, cuek banget. Gue nyapa malah nggak dibales, bisu
kali dia.
Kata Sivia membatin. setelah itu Sivia masuk kekamarnya dengan kesal. Baru kali
ini dia dicuekin orang dan rasanya itu nggak enak banget. Sivia menghempaskan
tubuhnya seperti biasa. Lagi-lagi dia menarik nafas berat, baru dicuekin begitu
saja sudah membuatnya kesal luar biasa, apalagi nanti kalau tunangan dan tiap
hari dicuekin. Bisa gila aku, gumam Sivia
pelan lantas memejamkan matanya dan tertidur.
**********
“den, tadi nyonya Winda pesan
mulai sekarang aden harus pulang dan pergi kesekolah bareng non Sivia.” Kata
salah satu pelayan rumah.
Alvin yang hendak keluar
rumah langsung berhenti. Mata sipitnya terbelalak, ”APA ? harus bareng ? nggak
mau.” Tolak Alvin sambil membalikan badannya. Dia sedikit melirik kearah salah
satu kursi meja makan yang diduduki Sivia.
“maaf den, aden nggak bisa
nolak.” Pelayan tadi langsung berlalu tanpa menunggu reaksi Alvin selanjutnya.
“kalo lo nggak mau, nggak
papa kok. Gue masih bisa sendiri.” Celetuk Sivia santai, masih sambil mengunyah
makanannya.
“bagus deh kalo gitu, gue nggak perlu capek-capek lagi.”
Alvin berbalik dan berjalan
keluar rumah, tangannya hampir memegang handle pintu ketika BBnya tiba-tiba berbunyi.
Sial !!! umpat Alvin ketika melihat
nama yang tertera dilayar LCD Bbnya. Dengan malas Alvin mengangkat telpon
tersebut, tahu dengan apa yang akan dibicarakan orang tersebut Alvin langsung
mendengus kesal.
“iya, Alvin tau, Alvin harus
berangkat sama cewek itu. Udah deh jangan ngomel pagi-pagi gini.” Sambar Alvin
tanpa membiarkan suara disebrang sana berbicara duluan.
“bagus kalau kamu tau, mama
nggak mau kamu biarin Sivia pulang dan pergi sekolah sendirian. Kasian dia
harus naik Bus.” Kata orang disebrang sana yang menyebut dirinya ‘mama’.
“iya.”
Sambungan langsung diputus
oleh Alvin tanpa menunggu sahutan atau omelan dari mamanya. Dia tidak mau
pagi-pagi gini kupingnya harus karena mendengar mamanya itu ngomel-ngomel nggak
jelas. Lagian siapa sih salah satu dari pelayan rumah yang berani-beraninya
mengadukan hal ini kepada mamanya, lancang sekali.
“heh lo, buruan sarapannya,
gue nggak mau telat gara-gara nunggu lo makan kayak putri solo.” Kata Alvin.
Sivia menatap Alvin tajam. Songong banget nih cowok, dumelnya
sambil mengunyah sisa roti yang ada dimulutnya. Setelah menghabiskan roti dan
meneguk minumannya Sivia langsung beranjak dari meja makan dan mengikuti Alvin
yang berjalan duluan ke mobil.
“dimana lo sekolah ?.” tanya Alvin
dingin.
“SMA Putri Pertiwi.” Balas Sivia
seadanya.
Mendengar jawaban Sivia, Alvin
langsung melajukan mobilnya kearah SMA Putri Pertiwi. SMA itu cukup terkenal di
daerah Jakarta pusat, terlebih lagi SMA Putri Pertiwi merupakan sekolah Putri
yang lumayan elit dan berkelas. Hal itu terbukti dari seragam sekolah yang
setiap bulannya selalu berganti, tidak seperti sekolah SMA pada biasanya.
“makasi, emmmm.” Kata Sivia
bingung.
“Alvin.”
“eh’iya. Makasi Alvin.” Sivia
terdengar canggung ketika memanggil nama Alvin.
Tanpa menjawab kata
terimakasi dari Sivia, Alvin langsung memutar mobilnya dan melaju kearah
beralawanan, tepatnya kearah sekolahnya di SMA Prada Kesuma.
**********
Ternyata Namanya Alvin, gumam Sivia sambil mengingat kejadian waktu Alvin
menyebutkan namanya. Sudah semingguan lebih dia tinggal satu rumah dengan
pemuda itu, tapi baru kali ini Sivia tau namanya. Dan selama seminggu sebelum
hari ini, Sivia sudah dibuat penasaran dengan namanya. Sekarang ketika Sivia
sudah tahu nama Alvin, rasanya seperti ada sesuatu yang mulai mengalir tenang,
membawa sesuatu yang menjanggal di hatinya selama seminggu belakangan ini mulai
tersingkir dan ikut mengalir bersama ketenangan hatinya ketika mengetahui nama Alvin.
hay apa ini ??? tanya Sivia pada dirinya sendiri.
“SIVIAAAAAA.” Teriak Shilla
sahabat Sivia.
“Namanya Alvin.” kata Sivia
nyeplos.
Sivia terpelonjak kaget dan
segera membuyarkan lamunanya. Dia mendongak dan mendapatkan wajah sahabatnya
yang sedang cengengesan. Sahabatnya yang satu ini memang selalu membuatnya jantungan.
“ciieeee, siapa tuh yang
namanya Alvin ?.” goda Shilla sambil menyenggol tubuh Sivia.
“apaan sih, perasaan suka
banget deh lo ngegetin gue. Untung gue nggak mati kaget.” Omel Sivia.
“hahhaha, maaf deh. Habisan
lo sih, tengah hari gini malah ngelamun. Ngelamunin yang namanya Alvin ya.
Hayooo, siapa tuh Alvin ?.”
“udah ah, mau tau aja lo.”
Kata Sivia mengalihkan pembicaraan.
Sivia memang belum cerita
tentang perjodohannya dengan Alvin. Sivia sedikit malu kalau bercerita tentang
masalah pribadinya, apalagi masalah perjodohannya. Apalagi ia di jodohkan
dengan Alvin, pemuda yang umurnya 1thn lebih dibawah Sivia, bisa dibilang Sivia
di jodohkan dengan berondong. Mending
berondong manis. nah ini, berondong songong, cuek, nyeremin lagi, hiiiiiii. Sivia
bergidik mengingat sikap Alvin yang bener-bener jauh dari julukan berondong
manis. boro-boro berondong manis, berondong amis baru iya.
“ngelamun lagi lo, udah deh
gue tau lo lagi fall in love sama si Alvin-Alvin itu, tapi jangan ngelamun mulu
dong, gue kan jadi dicuekin.” Omel Shilla sambil menekuk wajahnya.
Sivia hanya cengengesan
melihat wajah Shilla yang ditekuk. Lucu juga melihat sahabatnya itu kalau
sedang kesal seperti ini, membuat Sivia ingin mencubit pipinya gemas. Bagi Sivia,
Shilla itu udah lebih dari sahabat. seperti tokoh-tokoh dicerpen cerbung icil
yang sering dibacanya setiap malam, seperti tokoh CRAG yang selalu kental
dengan persahabatan yang beranjak kepersaudaraan. begitupun dengan Sivia dan Shilla,
mereka udah lebih dari sekedar bersahabat, bisa dibilang udah kayak saudara
kandung seperti CRAG. Jadi selain tentang perjodohan ini, Sivia selalu terbuka
kepada Shilla, begitupun dengan Shilla, hampir seumur hidup mereka saling
mengenal satu sama lain dan saling melengkapai.
“iya, iya, gue nggak ngelamun
lagi. hehehe”
“awas aja kalau lo ngelamun
lagi, gue bunuh tuh si Alvin Alvin itu, masa gue dicuekin gara-gara lo
ngelamunin dia, cemburuuuu tau.” Kata Shilla lagi.
“ehahaha, iya deh iya. Masa
gitu aja cemburu, apalagi nanti kalau gue tunangan sama dia, mati rasa kali
lo.” Kata Sivia nyeplos lagi.
Shilla bingung mendengarkan
kata terakhir Sivia. Di tatapnya Sivia dengan setajam mungkin, seperti mencari
kejelasan dengan kaka ‘gue tunangan sama
dia’. Tapi Sivia yang tidak sadar hanya merasa masa bodoh dan kembali asik
dengan rubik 4X4 yang sedari tadi tergeletak tak berdaya diatas mejanya.
*************
Setengah jam setelah bel
pulang berbunyi di SMA Prada Kesuma, Alvin
masih sibuk dengan buku biologi yang sedari tadi menarik minatnya. Dia lupa
kalau sepulang sekolah harus menjemput Sivia dan pulang bersama gadis tersebut.
ketika jam menunjukkan pukul setengah tiga, Alvin baru menutup bukunya dan
memasukinya kedalam tas ransel hitamnya.
Sedikit melirik jam dinding kelasnya, Alvin bangkit dari kursinya seraya
melangkah keluar kelas.
“wah, kutu buku baru pulang
ternyata.” sindir Rio ketika meihat Alvin keluar dari kelas.
Dengan sedikit melirik, Alvin
melihat pemuda berkulit hitam manis tersebut dari sudut matanya dan menarik
napas panjang sebelum menghembuskannya. Dia tahu pemuda itu akan mencari
masalah setelah ini, terang saja kalau pemuda itu tidak menyukai Alvin sejak
kelas X dulu.
Rio mengejar langkah Alvin
dan berjalan disampingnya. sepertinya Rio sudah menyiapkan lebih dari sepuluh
macam ejekan untuk mengganggu rivalnya yang satu ini. tapi seperti yang
sudah-sudah, Rio hanya mendengus kesal ketika lagi-lagi Alvin tidak
menanggapinya. Shit !! umpat Rio
ketika Alvin berjalan lebih dulu dan meninggalkannya.
Terlepas dari gangguan Rio, Alvin
langsung masuk kedalam mobilnya. Seperti
ada yang terlupa, kata Alvin sambil mengingat-ngingat sesuatu. Pandangannya
jatuh pada tempat duduk disampingnya, tadi pagi seorang gadis duduk disana,
lalu sekarang gadis itu itu juga seharusnya duduk ditempat yang sama. Alvin
menepuk jidatnya ketika mengingat kalau lebih dari satu jam yang lalu dia harus
menjemput Sivia.
Dengan kecepatan diatas
rata-rata Alvin melajukan mobilnya kearah sekolah Sivia untuk menjemput gadis
tersebut. namun sesampainya disana, sekolah sudah kosong dan tidak terlihat
satupun siswi yang menunggu jemputan. Lantas Alvin langsung memutar dan
melajukan mobilnya kembali kerumah.
“bi, apa Sivia sudah pulang
?.” tanya Alvin pada salah satu pelayan rumahnya begitu sampai didalam rumah.
“non Sivia udah pulang dari
setengah jam yang lalu den.”
“oh, yaudah. Syukur deh.”
Kata Alvin sambil menghembuskan nafas lega.
“tapi den, kayaknya non Sivia
lagi ada maslah. Tadi dia sempet banting pintu kamarnya dan nggak keluar-keluar
lagi, non Sivia juga belum makan siang.” Adu pelayan tadi.
Alvin diam beberapa menit.
Dan mulai berfikir kalau Sivia pasti marah gara-gara Alvin telat atau tidak
menjemputnya, terlebih lagi Sivia juga pasti marah karena membiarkannya
menunggu lebih dari setengah jam.
Alvin berjalan kekamar Sivia
dan mengetok bintu kamarnya. Namun tidak ada balasan dari si empunya kamar.
********
Sivia membanting pintu
kamrnya dengan kesal. Dia benar-benar terlihat marah ketika harus menunggu Alvin
menjemputnya, sampii pada akhirnya dia juga harus pulang jalan kaki.
Menyebalkan sekali, selama ini Sivia paling membenci yang namanya menunggu,
apalagi menunggu orang sampai setengah jam lebih. Menurutnya setang jam itu
adalah waktu yang panjang untuk menunggu.
“SIVIAAAAAA.”
Panggilan dari balik pintu
membangunkan Sivia yang setengah jam lalu sudah larut dalam bunga tidurnya.
Mendengar suara Alvin yang memanggilnya, Sivia lantas tidak langsung menjawab.
Dia lebih memilih diam, sebelum akhirnya Sivia bosan dan merasa terganggu
dengan teriakan Alvin yang memanggil dirinya.
Sivia membuka pintu dan
menemukan Alvin yang siap-siap berteriak dan memanggil namanya lagi.
“apa ?.” tanya Sivia malas.
“lo marah sama gue ?.” tanya Alvin
balik.
“iya, gue marah sama lo. Lain
kali kalo lo nggak niat jemput gue, lo bilang aja waktu nganter gue tadi pagi,
gue kan nggak perlu nunggu lo sampai setengah jam lebih, lo pikir enak apa
nunggu kayak orang autis didepan sekolah.” Kata Sivia ceplas ceplos.
Alvin memandang Sivia dengan
dahi berkerut, baru kali ini ada orang yang berani mengomeli dirinya kecuali
sang mama atau papanya.
“udah ngomelnya ?.” tanya Alvin
singkat padat dan jelas.
“arghhhhh, LO NYEBELIN.”
Bentak Sivia.
“huh !! yaudah deh, gue minta
maaf.”
Alvin menyodorkan tangannya
untuk minta maaf. Sivia memandang tangan Alvin dengan malas.
“lo pikir nunggu setengah jam
lebih bisa diganti dengan kata maaf.” Ketus Sivia.
“terus mau lo apa ?.” tanya Alvin
datar. “gue kan udah minta maaf.”
“gue mau lo nemenin gue ke
toko buku ntar malem.”
“terus, lo bakal maafin gue.”
“gak semudah itu.”
“hah ??? lo gila, terus apa
lagi.”
“temenin gue ke ancol besok
pagi.”
“ogah, males gue.”
“yaudah nggak gue maafin.”
“ngancem lagi lo.”
“makanya lo mau nggak,
langsung lunas deh.”
“iya deh, iya... dasar
gembrot !!”
“apa lo bilang.”
“DASAR GEMBROT, GEM-BROT.”
“wah songong lo, sipit.”
Tanpa membalas ejekan Sivia, Alvin
berjalan masuk kedalam kamarnya. Sivia hanya memandangi punggung Alvin sampai
benar-benar menghilang dibalik pintu. Sivia sedikit menarik sudut bibirnya,
tersenyum hangat. Meskipun bingung dengan apa yang dilakukannya tadi, tapi Sivia
tetap menikmatinya. Jadi tidak sabar
menunggu besok pagi, Sivia berbalik dan ikut masuk kedalam rumahnya.
-BERSAMBUNG-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar