Minggu, 17 Februari 2013

Namanya Alvin Jonathan -Dia seperti Jingga-


entah untuk yang keberapa kalinya, aku terbangun namun masih terpejam disetiap pagi. berharap ada seseorang yang akan menjadi alasanku bangun pagi lagi. nihil. dia tidak ada untuk sesuatu yang sudah membuatku terbiasa meski hanya satu kali. dia tidak hadir untuk menjadi alasanku bangun pagi seperti hari yang lalu. tidak ada suara langkahnya yang berlari ketika ia ingin berlari. entahlah! dia benar-benar tidak ada. hilang ataukah lenyap.

kemana dia?

aku merindukannya?

sungguh, demi apapun yang dimuka bumi ini, aku sangat merindukan dia.

dia?

aku mengenalnya saat itu. disaat matahari hampir tenggelam. dia adalah laki-laki mirterius yang entah mengapa langsung membuatku tertarik.  ia seperti langit barat dan aku adalah senja yang akan berlabuh padanya, hanya padanya, langit baratku. ia seperti jingga dan aku adalah senja yang tidak sempurna tanpanya, tanpa jinggaku, karena dia jingganya senja.

namanya Alvin jonathan. laki-laki yang kupandang aneh ketika pertama kali jumpa. masih segar dalam ingatanku saat aku mencurigainya. masih hangat dipelupuk mataku wajah orientalnya yang tak beriak, tak berekspresi. datar. kalau kau ingin mendekatinya kau harus berfikir seribu kali. namun pesonanya akan merambat melalui udara-udara kosong, mendekatimu dan menarikmu agar  lebih dekat dengannya, dan -entah akan terjadi pada setiap orang atau hanya diriku- kau tak perlu berfikir seribu kali, kau akan langsung menginginkannya ketika pesonanya menjeratmu dan memaksamu bersikap egois untuk mendapatinya.

++++++++++



Ruang tunggu yang selalu membuat orang-orang merasa jengah kini diterangi oleh terpaan cahaya matahari di belahan barat langit. Kaca-kaca besar yang terpasang di masing-masing  dinding seakan-akan terkesan mempersilahkan cahaya senja menyelinap masuk menerangi seluruh ruang tunggu hingga sudut-sudutnya. Kesan angkuh sinar senja membuat ruang tunggu tersebut terasa begitu hangat. sangat hangat. tapi tetap saja rasa jengah mengalir disekujur tubuhku, ingin rasanya cepat enyah dari sini.

aku melihat sekitarku, guna mengurangi rasa jengah yang semakin membeludak. luamayan banyak orang disini, mereka menunggu sepertiku, namun mungkin hanya aku yang terkesan tak tenang. rata-rata dari mereka mencoba menyamankan diri dengan menikmati cahaya senja yang masih saja menebarkan kesan hangatnya.

“maaf, apa aku boleh bertanya?.”

seseorang berjas hitam tiba-tiba menghampiriku. menanyakan apa dia boleh bertanya padahal pada dasarnya iya sudah bertanya. lucu sekali. “tentu saja.”

“apa kau melihat laki-laki berkulit putih sedikit pucat, bermata sipit, berwajah oriental, dan tingginya kira-kira segini” laki-laki tersebut menunjuk telinganya dengan tergesa.

aku memasang tampang sedikit berfikir dan menggeleng ketika aku merasa tidak pernah melihat laki-laki dengan ciri-ciri yang disebutkan orang berjas tersebut. “terima kasih kalau begitu.” orang tersebut membungkuk dan berlari menjauhi ruang tunggu.

aku baru menyadari orang berjas hitam tersebuttidak sendiri, ternyata beberapa orang-orang berjas juga sedang berusaha bertanya pada semua orang yang ada diruang tunggu ini. mereka tampak begitu panic seperti kehilangan intan yang harganya bisa membeli bumi ini. ah!! ada-ada saja, kenapa mereka mencari orang hilang di rumah sakit seperti ini, apa mereka kehabisan tempat diluar sana. ck-_- aku tak peduli! dasar orang-orang aneh.

17.44. sudah banyak waktu yang ku habiskan untuk menunggu di ruangan ini. inilah mengapa aku membenci yang namanya “ruang tunggu”. selalu membosankan, selalu membuatku jengah. aku memutuskan untuk berdiri, sedikit melakukan peregangan pada otot-otot tubuhku yang mengaku. lebih baik aku tak menunggu lagi, urusan mataku yang memang butuh dipriksa bisa ku priksakan lain kali –kalau aku berminat.

ketika hendak melangkah menjauhi ruang tunggu, seseorang menghalangi jalanku dari arah berlawanan. ketika aku memilih jalan kanan, Ia melangkah kekiri. ketika aku melangkah kekiri, ia malah melangkah kekanan. jadi aku memilih berhenti dan dia ikut berhenti. sungguhbetapa  menyebalkannya orang ini.

aku mendongak, guna melihat tampang songongnya. namun jangankan melihat wajahnya, melihat warna kulit wajahnya pun tak dapat kulihat. seluruh tubuhnya terbalut jaket hitam polos dan sedikit gembrong. wajahnya tertutup kepala jaket yang benar-benar membuat tidak ada satupun hal yang dapat kau lihat. benar-benar tetutup. membuatku curiga.

“kau menghalangi langkahku bodoh.” aku berujar tajam.

dia diam. tidak membalas atau berusaha menyingkir dari arah jalanku. sungguh dia sangat menyebalkan. dengan kasar aku menubruk tubuhnya hingga membuat kepala jaket yang menutupi kepalanya terjatuh, namun apa peduliku. aku berjalan cepat meninggalkan ruang tunggu dan laki-laki misterius tadi.

belum sampai sepuluh langkah, langkahku terhenti karena seseorang memegang bahuku dan mencengkramnya dengan kuat. lantas aku berbalik. melihat ternyata laki-laki misterius itulah yang memegang bahuku. namun baru kusadari kepala jaketnya terbuka dan menampakan wajah tampannya yang sesuai dengan….

-apa kau melihat laki-laki berkulit putih sedikit pucat,,,-

wajahnya putih, atau mungkin terkesan sedikit pucat. namun terlihat bersinar ketika cahaya senja menerpa wajahnya, begitu mempertegas garis-garis wajahnya yang merupakan pahatan sempurna Tuhan yang Maha sempurna. lekuk-lekuk wajahnya yang terperinci begitu kontras dengan warna putih kulitnya yang terlihat bersih.

-bermata sipit,,,-

aku dapat menjadi saksi hidup betapa tipisnya mata itu, hampir setipis garis –atau mungkin benar-benar akan tinggal segaris ketika sang empunya tertawa. namun mata sipit itu tampak tajam, seperti mata elang yang siap membidik mangsanya kapan saja. benar-benar tajam. bahkan sorotannya terkesan menambah aksen betapa kokohnya laki-laki ini.

-berwajah oriental,,,,-

apalagi yang bisa  kupikirkan dari laki-laki yang kulit wajahnya berwarna putih dan mempunyai mata sipit kalau bukan laki-laki yang mempunyai wajah oriental yang Nampak mempesona. bahkan pesona tersebut akan menjeratmu dan memaksamu untuk bersikap egois untuk mendapatkannya, meski kau akan berfikir seribu kali untuk mendekatinya ketika matamu menanakap wajahnya yang sedingin es, tak berekspresi, serta datar sedatar permukaan kramik yang bahkan tak mempunyai celah lecet sedikitpun. datar dan mulus.

-dan tingginya kira-kira segini,,,-

kau bisa bayangkan bagaimana kokohnya laki-laki ini dengan tinggi hampir dua  setengah jengkal dari tinggiku –benar-benar setinggi telinga orang-orang berjas hitam yang tadi bertanya padaku. demi apapun aku membeku melihatnya. ia seperti bukan manusia padahal ia manusia sama sepertiku. ia lebih mirip dengan malaikat yang kokoh, dengan wajah hampir sempurna, dan proporsi tubuh yang sangat ideal. aaah!! sungguh dia laki-laki tersempurna yang pernah kujumpai.

“hay itu dia.” teriak seseorang dari arah balik punggung laki-laki tersebut.

laki-laki itu menoleh kebelakang dan mendapati beberapa orang berjas hitam tengah berlari kearahnya. dengan gesit laki-laki itu melepaskan cengkramannya dari pundakku dan berlari kencang menyusuri koridor-koridor rumah sakit yang mulai lengang karena fenomena senja telah berganti petang.

sementara orang-orang berjas hitam tengah mengejar laki-laki tadi, aku masih membeku ditempatku, membeo seperti orang dungu. laki-laki itu….



+++++++++++++++++

namanya Alvin jonathan. laki-laki pertama yang membuatku merasakan apa itu rasa egois karena ingin memilikinya. laki-laki pertama yang menarik dan menjeratku dengan pesonanya. laki-laki pertama yang berhasil membekukanku dengan tatapannya. dan laki-laki pertama yang membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama….

++++++++++++++++++

apa aku seperti gadis nakal karena dihukum hingga sesore ini? oh ayolaaah, aku bukan gadis nakal atau Bengal, aku hanya dihukum karena selalu terlambat datang kesekolah. dan hari ini adalah ke-10 kalinya aku dihukum dalam satu bulan terkahir karena aku terlambat. bukankah itu sebuah prestasi? yeaah, prestasi untuk orang-orang bodoh.

aku mendongak sambil menyeka kasar keringat yang bercucuran diwajahku. hari sudah sore dan senja sedang dalam proses menggapai puncak keelokannya dilangit barat. setelah hukuman ini aku sepertinya bisa melihat senja dari atap sekolah, mungkin dari sana aku dapat melihat senja lebih jelas. sejelas aku membayangkan wajah laki-laki tersebut. laki-laki misterius yang menjeratku dengan pesonanya. ahh! kenapa aku jadi mengingat laki-laki itu? ck-_- lupakan, sekarang aku harus focus kehukumanku terlebih dahulu.

aku kembali sibuk dengan hukumanku –membersihkan halaman tengah sekolah. untung saja guru BP tidak menyuruhku membersihkan halaman depan sekolah yang langsung dengan tempat parkir. kalau guru tersebut menyuruhku membersihkan halaman depan bisa sampai pagipun tak akan selesai.

akhirnya selesai juga. aku segera membereskan semua alat yang kugunakan. lantas kembali menyeka keringat sambil melihat langit barat tempat senja masih setia menggantung. tanpa sengaja  dari arah atap gedung sekolah –yang kebetulan berada dibarat tepat dibawah langit senja aku menangkap siluet seseorang. hitam dan diam. lama kupandangi siluet itu, aku dibuat merinding setngah mampus, dengan langkah tergesa aku berlari meninggalkan sekolah. melewati gerbang dan berhenti dihalte bus untuk menunggu alat transportasi yang bisa membawaku pulang sesegera mungkin.

15 menit sudah, namun tidak ada satupun transportasi yang berhenti dihalte ini. aku memutuskan menunggu beberapa menit lagi sambil menghapus siluet yang kulihat diatap gedung sekolah tadi.

belum selesai dengan otakku yang mencoba menghapus sesuatu, seseorang malah duduk disampingku dan mengusik kenyamananku. aku menoleh menghadap orang terse but dan kudapati laki-laki yang menggunakan jaket hitam polos dengan kepala jaket menutupi wajahnya. ah!!! laki-laki misterius ini lagi. aku membeku lagi dibuatnya.

“kau yang kemarin?.” Tanyanya dengan suara datar.

aku tertegun. apa itu suaranya? kalau ia tolong rekamkan aku suara beratnya yang khas dan terdengar merdu ketika menyapa gendang telingaku.

“ng… i… ya… kau laki-laki yang dikejar orang-orang berejas itu?.”

“seperti yang kau lihat.” balasnya singkat dan kembali diam.

suasana petang yang lengang semakin lengang ketika lak-laki itu tak besuara lagi. demi apapun, apa saja buat dia membuaka suaranya, aku ingin mendengarnya lagi dan kupasytikan aku akan merekam suaranya kali ini. aaah!! gila!!

“ini…” aku segera menghadap tangannya yang menyodorkan sesuatu.

kalung? kenapa? eh! aku meraba leherku, memastikan kalau kalung berhargaku masih mengalung dileher jenjangku. tapi… kenapa tak ada? baru kusadari kalungku hilang dan kalung yang di sodorkannya sama persis seperti kalungku.

“ku kira ini punyamu.” katanya.

“kurasa memang punyaku.” aku mengambil kalung berliontin batu permata putih yang merupakan kalung turun temurun dari nenek moyangku dan kalung tersebut tak boleh hilang. “terima kasih ng….”

“Alvin jonathan, kau boleh memanggilku Alvin.” katanya sambil kembali pada posisi awalnya. diam dan tenang.




+++++++++++++++

namanya Alvin Jonathan. cukup panggil Alvin. laki-laki yang pertama kali jumpa namun langsung berhasil menembus dinding hidupku. laki-laki berwajah oriental, berkulit putih pucat, bermata sipit serta mempunyai sorotan setajam elang, laki-laki tinggi yang kehadirannya membawa warna putih hitam dalam hidupku yang penuh dengan warna warna terang.

+++++++++++++++


“hay itu dia…” teriak seseorang dari arah samping halte.

sepertinya aku mengenal suara teriakan ini. sontak aku dan Alvin melihat kearah sumber suara dan mendapati dua orang berjas –lagi- yang tengah berlari kearah kami, tepatnya kearah Alvin. sontak Alvin berdiri dari duduknya, sedikit memperbaiki letak kepala jaketnya -agar wajahnya benar-benar tertutup seperti biasa sebelum akhirnya ia berlari sambil menarik tanganku untuk ikut berlari. kenapa aku harus ikut berlari?

namun tak apa, asalakan aku berlari dengan Alvin semuanya tak akan jadi masalah. aku merasa nyaman dengannya, aku merasa terlidungi ketika bersamanya, yang terpenting aku selalu ingin bersamanya meski ketika berlari seperti ini.

kami terus berlari disamping langit barat yang selalu menjadi saksi bisu sang senja dengan warna jingganya yang tak pernah terpisah. kehangatan keduanya menebar temaran kala langkah-langkah kami semakin melebar dengan tempo yang tak sama.

kami terus berlari…

berlari, seperti mengejar senja yang sebentar lagi memetang…

berlari untuk merasakan betapa sempurna jingga bersanding kokoh dengan senja…

berlari, terus berlari, sampai nanti kamilah yang akan menggantikan senja dan jingga…

aku senja…

dia jingga…

berlari, hingga langkah kami perlahan terhenti di langit barat…

langit barat tempat dimana senja terlukis…

langit barat tempat dimana senja berlabuh…

langit barat tempat dimana senja kembali pada posisinya…

dia langit barat… tempat senja berlabuh…

dan…

aku senja yang akan kembali pada posisinya tepat di langit barat….

(jingga, senja, dan langit baratnya)


BRUK


tubuhku terhepas ditengah ilalang-ilalang setinggi pinggang. ia sendiri menghempaskan tubuhnya jauh lebih dulu dariku. kami memejamkan mata bersama, merasakan angin malam yang sesungguhnya mampu menusuk pori-pori kulit dengan dinginnya. namun entah malam ini yang aneh atau kehadirannya yang selalu membawa kehangatan seperti senja. tak ada dingin. tak ada lelah meski berlari ribuan kilometer jauhnya. hanya hangat. kehangatan yang menjalar melalui lengan kokohnya yang sangaja atau tidak sengaja kini menjadi bantalan kepalaku.

aku menoleh kearahnya. ia masih terpejam namun tersenyum. aku mengernyit.

“bebas” desahnya lembut, membuatku semakin mengernyit heran.

“Alvin”

“hmmmm”

“orang-orang berejas tadi…” ia membuka matanya dan menoleh kearahku.

mata sipitnya yang selalu menyorot tajam, kali ini melembut. mata itu terlihat lebih meneduh, membawaku tergerus ke kenyamanan yang tiada tara. sungguh apapun bentuk sorotan mata sipit itu –baik tajam ataupu lembut aku menyukainya.

“mereka anjing-anjing penjagaku.”

“ma… mak…s”

“lupakan, aku ingin bebas malam ini.” ujarnya santai sambil kembali mengalihkan tatapannya. dan ia kembali menutup matanya. sementara aku lebih suka melihatnya, meskipun kini ribuan bintang  bertabur indah bagai intan berlian diatas angkasa. ia tetap yang terindah. menatap wajahnya tetap yang paling menarik minatku.

“namamu?.” tanyanya tanpa mengganti posisi atau membuka mata.

“sivia azizah, panggil sivia atau via.”



+++++++++++++++

namanya Alvin Jonathan. dan aku Sivia Azizah. kalau nama kami disingkat akan menjadi ‘alvia’. Alvin, sivia. dua nama panggilan yang kebetulan teridiri dari  5 huruf. dan  dari nama kami kalian akan menemukan 3 huruf  yang sama dan 3 huruf yang berbeda. kebetulan lainnya yang luar biasa dari kami, kami sama-sama bermata sipit –meski matanya hampir segaris, kami sama-sama berkulit putih –meski kulitnya terkesan putih pucat, dan yang terpenting kami sama-sama baru saling mengenal. namun bedanya mungkin hanya aku yang tertarik padanya, mencintainya, dan mengagumi kesempurnaanya.

Alvin dan sivia.

++++++++++++++



aku menggosok kedua lenganku yang hanya terbalut lengan pendek baju seragam sekolah yang masih kukenakan. Alvin berjalan disampingkun dengan stay cool yang keliatan banget songongnya. ck-_- laki-laki ini.

“kau kenapa?” tanyanya santai. “kedinginan? heh! makanya lain kali bawa jaket kalau keluar rumah.”

“ini kan juga gara-gara kamu, malah ngeledek lagi.” kataku sebal. “kalau kau tak lupa ingatan, tadi kau yang manarik tanganku sembarangan dan disinilah aku sekarang, dijalanan bersama orang yang baru ku kenal. ha ha ha lucu sekali.”

“kalau kau tak mau, kau bisa pulang dari tadi.”

“ciiih-_- kau pikir aku tau jalan pulang? tempat tadi saja baru kali ini ku datangi.”

“ho’oh”

ck-_- ternyata oh ternyata laki-laki yang ku puja karena kesempurnaannya ini benar-benar menyebalkan. aku ingin sekali menendangnya biar dia tak dekat-dekat denganku.

“kau menyebalkan sekali.” umpatku kesal sambil menghentakkan kaki, berjalan lebih cepat dan meninggalkannya yang masih berjalan santai dengan songongnya.

“ngambekan ternyata” Alvin mempercepat jalannya hingga langkahnya sejajar dengan langkahku. “nih pakai.” ia melepaskan jaket hitam polosnya dan menyampirkannya di tubuhku.

Aku terkesiap. ku hentikan langkahku yang otomatis membuat langkahnya terhenti. dengan sedikit mendongak, aku mencoba melihatnya. ia hanya tersenyum tipis dan mengangguk pelan seakan ia mengikhlaskan jaketnya untukku pakai. aku balas tersenyum dan kembali berjalan.

kami berjalan dalam diam. memperhatikan jalanan yang diterangi lampu-lampu kota yang berkelap-kelip seperti bintang. sesekali aku meliriknya, memperhatikan dia yang berjalan disampingku. dan baru ksuadari ia menggunakan seragam yang sama denganku. apa…

“kau satu sekolah denganku?.”

“seperti yang kau pikirkan.”

“tapi aku  tak pernah melihatmu.”

“terus?.”

“aku tak percaya kau satu sekolah denganku.”

“kau pikir siapa gadis yang sering kulihat dihukum karena telat” ia menyeringai. “dan hari ini adalah ke- sepuluh kalinya gadis itu dihukum karena terlambat dalam kurun waktusebulan terakhir.”

“kau…”

“sering melihatmu dari atap gedung sekolah.”

“jadi…”

“kita satu sekolah”

aku melongo, dia satu sekolah denganku dan sering melihatku dihukum. terlebih dia tahu hari adalah kesepuluh kalinya aku dihukum karena terlambat. ahhh! baiklah…

“hoaaam baiklah aku percaya sekarang.” gumamku tidak jelas karena berbicara sambil menguap menahan kantuk.

“kau mengantuk?”

aku mengangguk mengiyakan. kemudian ia berjalan satu langkah didepanku dan berjongkok tepat dihadapanku. aku mengernyit bingung, tidak mengerti dengan apa yang sedang ia lakukan.

“naiklah.” perintahnya.

“ta… tapi…”

“tak apa, punggungku cukup empuk untuk dijadikan sandaran tidur.” katanya meyakinkan.

dengan ragu aku naik kepunggungnya, mengalungkan tanganku dilehernya. punggung kokohnya benar-benar nyaman untuk dijadikan sandaran tidur, terlebih aroma tubuhnya yang memabukkan dan membuatku merasa candu untuk terus menghirupnya.

perlahan aku menutup mata namun belum benar-benar terlelap. masih dapat kudengar samar suaranya yang menyenandungkan sebuah lagu. dan jujur saja suara senandungnya membuatku semakin larut dalam bunga tidur. terlebih kehangatan tubuhnya benar-benar menyelimuti tubuhku dibalik jaket. demi Tuhan inilah tidur paling menyenangkan dan paling menyenyakan yang pernah kurasakan selama aku hidup. aku ingin kembali merasakannya di malam-malam yang lain.




++++++++++++++++

namanya Alvin Jonathan. laki-laki yang merelakan kehangatannya demi mengusik dinginnya malam yang menusuk pori-pori kulit tubuhkuku. laki-laki yang ingin lagi kurasakan kehangatan sentuhannya. laki-laki yang kehangatannya tetap mengalir meski tak lagi kusentuh tubuhnya, meski tak lagi kudapati dirinya bersamaku, meski tak lagi ada dia yang menghangatkanku.


++++++++++++


“ng……….”

sinar matahari tak segan-segan membangunkanku pagi ini. sisa gelap kemarin malam langsung sirna begitu mataku mengerjap-ngerjap kecil. aku melihat sekeliling sambil mengumpulkan nyawa. sekali lagi aku mengerjap-ngerjap pelan. dan barulah aku sadar dimana tempatku saat ini…

kamarku?

kenapa aku bisa ada disini? bukankah kemarin malam aku bersama dengan Alvin? lalu? kenapa bisa?

aku segera bangun dari tempat tidur, lalu berjalan keluar kamar dan menuruni tangga kelantai satu. segera kulangkahkan kaki keruang makan, mencari salah satu orang rumah yang bisa menjelaskan kenapa aku bisa tertidur lelap dikamar.

“pagi non via.” sapa seorang wanita paruh baya sambil menyiapkan sepotong roti untuk majikannya.

“eh iya, pagi bi.” balasku linglung. aku segera mendudukan diri dimeja makan sambil mencomot roti selai nanas kesukaanku. “eh bi, via mau nanya. kenapa via bisa dikamar bukannya kemarin via sama ng….”

“sama den ganteng?.”

“den ganteng? maksud bibi, Alvin?.”

“iya kali non, bibi gak tau namanya. kemarin malem emang ada yang nganter non via pulang, orangnya ganteng banget.”

“kenapa nggak bangunin via?.”

“bibi udah mau bangunin, tapi temen non via bilang nggak usah, terus dia pamit pulang.”

aku diam. roti yang tadi sedang berada dalam tanganku langsung kulepas begitu saja. dengan langkah cepat aku memilih meninggalkan ruang makan, berniat kembali kekamar.

beribu-ribu pertanyaan menjejal dikepalaku? seolah berputar dan terus menuntut untuk dijawab. laki-laki itu terlalu misterius. Alvin jonathan.

aku merebahkan kembali tubuhku di kasur. mengingat momen-momen hari kemarin yang entah mengapa sangat kurindukan. aku bangun kembali. berdiri dan mendekat kearah cermin besar di kamarku.

baru kusadari, tubuhku masih terbalut jaket hitam polosnya. pantas saja kehangatanya, sentuhannya, dan aromanya, masih bisa kurasakan dengan jelas. kupeluk erat tubuhku sendiri, menciumi aroma jaket yang membalut tubuhku. ahhh!!! aromanya membuatku merindukannya…



++++++++++++++++

namanya Alvin Jonathan. laki-laki yang hadir dan hilang begitu saja dalam hidupku. laki-laki yang tanpa kusadari langsung menjadi bagian puzzle yang paling berarti dalam hidupku. laki-laki layaknya jingga yang menjadi penyempurna sang senjaku.

+++++++++++++++++


hujan terus beriringan jatuh menghempas bumi. langit barat tak lagi sekemilau hari-hari yang lalu. tak ada senja yang menggantung disana, hanya awan gelap yang menyirnakan warna jingganya senja. gelap dan dingin.

semua kehangatan beranjak meninggalkan tubuhku, seperti jingga yang lenyap bersama senjanya. aku hanya terpaku menatap rintikan hujan diluar kamar. air-air langit itu seakan enggan meninggalkan bumi meski nanti airnya menggenang tak mendapat tempat penyerapan. deraian cepatnya seakan memaksa setiap orang untuk ikut larut bersama harapan diluar rumah. dan memaksaku untuk menyukai hujan meskipun aku lebih menyukai senja dan jingga.

aku memeluk tubuh sendiri seperti tak lagi ada penghangat yang bagai penawar. hanya sebuah jaket hitam polos yang menyerap dingin meski daya tamping tak mampu. seperti kerinduanku pada sosok itu. kerinduan yang seakan tak lagi mendapat daya tampung dihatiku. terlalu banyak. dan hampir membunuhku karena terlalu sesak dan penuh.

dia hilang. tak lagi menjadi penawar pagiku untuk terbangun seperti biasa.

setelah waktu itu. 1 hari dan 1 malam yang sangat berarti dalam hidupku. ia tak lagi dapat kutemui. tidak diruang tunggu rumah sakit, tidak ada siluetnya diatap gedung sekolah, tidak ada dia yang menghampiriku dihalte, tidak kutemui dia menarik tanganku untuk berlari bersama, tidak juga kudapati dirinya tidur disampingku bersama ilalang-ilalang yang bergoyang, tidak kurasakan lagi sentuhannya secara nyata. dia hilang, tidak lagi dalam jangkauanku, seakan lenyap dan hanya tinggal mimpi.

semuanya hanya tinggal kenangan.
ia seperti mimpi indah yang nyata.
ia seperti khayalan semu yang terasa.
ia seperti oasis sempurna ditengah adang ilalang.
ia jauh namun terjangkau.
ia hilang namun masih ada.
ia tak terlihat namun hadir.
ia puzzle semu yang tidak mempunyai tempat namun dibutuhkan.
ia satu hari yang sama seperti hari lain namun lebih berarti.
ia bukan seribu malam yang kubutuhkan namun satu malam yang berkesan.

ia laki-laki pertama dan terakhir yang membuatku jatuh cinta. ia temanku berjalan, sahabatku berlari, dan kekasihku sepanjang jalan. ia jinggaku, penyempurna warna senjaku. ia langit barat tempatku berlabuh kelak. ia …..

laki-laki yang menjadi alasanku tak dapat mencintai hujan karena tempatnya dilangit barat bersama senja.ia senja yang bersanding bersama jingga, ditempat dan posisi yang sama di langit barat.

ia……

namanya Alvin Jonathan. cukup panggil Alvin.




-----------THE END--------


dan ini oneshoot tergaje saya yang endingnya gantung T.T
jalan ceritanya nggak jelas, endingnya berantakan karena ngga ada kejelasan…
yang terakhir ini onshoot yang Cuma modal kata dan membosankan…
maaf yang udah baca J


1 komentar: