Secercah kilau rembulan menyeruak masuk kedalam ruangan dan mulai
berpadu dengan cahaya lampu ruangan yang sedari tadi menjadi penerang,
membuat laki-laki tampan yang menjadi pemilik satu-satunya ruanyan
tersebut dapat melihat dengan jelas isi album foto yang ada
dihadapannya. Album lama yang terabaikan keberadaannya, hingga kusam dan
debu menumpuk pada bagian atas sampul.
Labirin-labirin waktu tidak akan pernah bisa menandingi panjang kasihnya,
Elok senja tidak akan mampu mengalahkan indah senyumannya,
Bahkan batu karang tidak dapat melawan kekuatan cintanya,
Beberapa kalimat tersebut sempat ia baca pada halaman pertama album
foto. Ntah sejak kapan kalimat-kalimat tersebut menjadi kalimat pembuka
album pada halaman utama. seingatnya kalimat-kalimat tersebut terangkai
sempurna dari mulut kakak pertamanya, ia juga ingat kalimat-kalimat
tersebut ditulis langsung oleh kakak keduanya, sementara ia hanya diam ketika kalimat tersebut terikrar dan tertulis.
Arghhhh ! ingatan itu
berputar kembali tanpa bisa ia tahan atau remove langsung dari
saraf-saraf otaknya. Semuanya begitu menyakitkan ketika kematian wanita
itu datang dan membuatnya terasingi begitu saja dari keluarganya. tidak
dianggap dan dicampakkan secara langsung, membuat sakit hati itu
menjalar selama bertahun-tahun namun tidak dijadikan dendam olehnya.
Kekuatan diri yang tidak berpondasi, serta ketegaran yang nyatanya
rapuh untuk hati. Bila tidak mengingat kasih tulus itu, maka mungkin
sekarang ia sudah menjadi pembunuh berantai yang sudah siap membunuh
semua orang yang mencampakannya atau semua orang yang sudah menghinanya.
Toh buat apa semua kesalahan dilimpahkan untuk dirinya, lagi pula waktu
itu ia masih pantas dalam gendongan wanita yang disebutnya Mama dan
bukan salah dirinya kalau semua itu terjadi. Ia bukan satu-satunya
pendosa kecil yang akan rela membiarkan semuanya terjadi dan malah
membuat wanita itu untuk kembali pada yang kuasa.
******
“pagi mama !” sapa alvin pagi ini.
Kendati
Tidak ada jawaban dari yang disapanya alvin malah tetap tersenyum
seraya mendekat dan mencium permukaan datar yang menjadi pelindung
tinta-tinta penggambar wajah orang yang disapa.
“mama, sekarang alvin ada ujian praktik Bahasa Indonesia. Alvin minta doa mama dari alam sana ya, hehe. Alvin sayang mama.”
Ciuman
hangat alvin terlepas dari bingkai foto tersebut, lalu ditaruhnya
kembali diatas meja. Perlahan alvin tersenyum miris, menyadari mungkin
kegiatan yang satu ini bisa disebut kegiatan gila. Namun hanya ini yang
bisa dilakukan alvin setiap hari untuk meminta izin kepada orang yang
telah tiada. Menyapa, mencium permukaan datar kaca bingkai, menarik
seuntai senyum, dan mengucapkan permintaan izin untuk menjalani hari
ini, hal-hal tersebut sudah menjadi kegiatan rutin bagi alvin setiap ia
membutuhkan restu dari mamanya, dan percaya atau tidak dari situlah ia mendapat kekuatan untuk melewati hari-harinya.
Sesaat setelah itu alvin langsung
melangkah keluar dari kamarnya dan bersiap-siap untuk kesekolah,
mengingat seperti katanya tadi kalau hari ini akan diadakan ujian
praktik Bahasa Indonesia untuk kelas 9. Mau tidak mau hari ini alvin
harus berangkat lebih pagi seperti intruksi gurunya kemarin.
“alvin, sarapan dulu nak.” Sambut wanita yang sudah tua ketika melihat alvin menuruni tangga lantai 2.
“tidak oma, sekarang alvin harus berangkat lebih pagi. Alvin ada ujian praktik hari ini.”
Alvin
mencium tangan omanya. Oma yang selama bertahun-tahun telah menjadi
pengganti sosok wanita muda yang telah tiada, oma yang selama ini
menjadi pemegang hak atas kasih sayangnya yang tidak akan pernah
tertandingi oleh kasih sayang apapun, dan oma yang menjadi satu-satunya
orang yang mau menerima dia apa adanya.
Setelah cukup lama mencium
kening omanya, alvin kembali berjalan kearah luar rumah untuk
menghampiri supirnya yang sudah menunggu didalam mobil. Barulah setelah
itu alvin berangkat kesekolah.
########
Ujian
praktik dilaksanakan diruang aula sekolah. Tidak seperti ujian pada
umumnya dengan ruangan yang sepi, senyap, dan mencekam, tapi untuk kali ini
ruang ujian malah ramai oleh para undangan mulai dari guru dan semua
siswa dari kelas 7,8, dan 9 SMP, serta kelas 10, 11, dan 12 SMA yang berada dalam satu yayasan dengan SMPnya. Setiap
tahun memang seperti ini, ujian akan dilakukan didepan para penonton.
Aneh memang, tapi inilah bedanya dari sekolah-sekolah pada umumnya.
Ujian
praktik untuk Bahasa Indonesia dilakukan dengan pertunjukkan pembacaan
artikel khusus secara lisan dan tanpa melihat atau bahkan menyusun teks
naskah terlebih dahulu. Hal tersebut benar-benar membuat hati kocar
kacir, apalagi mengingat tema artikel juga ditentukkan dengan cara
mengambil kertas yang digulung-gulung dalam toples.
Tidak butuh
waktu lama, nama alvin pun dipanggil pada urutan pertama. Membuat alvin
harus segera bergegas naik keatas panggung dan mengambil satu gulungan
kertas diantara beberapa kertas gulungan yang ada. setelah itu, alvin
disuruh untuk membacakan tema yang terdapat dalam gulungan tersebut dan
langsung membacakan artikelnya.
“Ibu.” kata alvin lirih, ia sempat terkejut dengan tema apa yang didapatkannya.
Alvin
terdiam dan menundukkan wajahnya, ia mencoba menutupi matanya yang
telah berkaca-kaca. Ia sendiri bingung untuk merangkai kata-kata tentang
tema “ibu”, mengingat kalau ia sendiri tidak sepenuhnya mengenal sosok
ibu dalam hidupnya.
“Ibu.” Sebut alvin lagi untuk yang ke2
kalinya. Semua yang menonton pun hanya diam melihat tingkah alvin yang
tidak kunjung membacakan artikelnya.
“Ibu? Maaf jangan
tanyakan lagi tentang ibu. Aku tidak terlalu mengenal sosok Ibu dalam
hidupku. Bahkan aku juga tidak mengingat bagaimana wajahnya. Aku lupa bagaimana rasanya ditimang Ibu atau bahkan aku juga tidak tahu
bagaimana rasanya dekapan kasih sayangnya. Aku hanyalah anak laki-laki
yang menepi dari tulusnya rasa kasih sayang Ibu, tapi aku bukannya
terlahir dari dalam perut papa. Hanya saja saat usiaku menginjak 1 ½
Ibu pergi untuk selamanya. Sampai saat ini, aku belum mengerti tentang
kepergiannya.”
Alvin menundukkan wajahnya semakin dalam, ntah
darimana kata-kata tersebut terangkai dan terucap lepas dari mulutnya.
Perlahan air matanya menetes, membuat dirinya terlihat lemah disana.
Tapi sadarkah, ini diluar kehendaknya. Menangis karna ibu bukan
berarti kita lemah, tapi itu menandakkan seberapa besar dirinya
merindukkan sosok tersebut.
“Meskipun Ibu tidak ada saat ini,
Namun Setidaknya selama 1 ½ tahun Ibu bisa menemaniku. Meskipun saat itu
aku belum mengerti arti kehadiran sosok tersebut dalam hidup ini, saat
itu juga aku belum bisa merasakan kasih sayangnya. Hingga sampai saat
ini, aku masih penasaran bagaimana rasanya dibesarkan oleh Ibu kita
sendiri, bukan orang lain."
"Kata orang Ibu itu bawel, suka marah-marah,
atau bahkan Ibu juga suka mengatur-ngatur hidup kita. tapi jika kalian menjadi seperti aku, dibesarkan tanpa ibu, pasti kalian akan
merasa betapa Pentingnya kehadiran ibu dan betapa Hambarnya hidup ini
tanpa Ibu. Aku bersumpah, Aku rela menukarkan segalanya asalkan ibuku bisa kembali.”
Sejenak alvin menghela nafas, mencari kata untuk
menutup aksinya. Ingin rasanya ia segera berlari menuruni panggung dan
melampiaskan semuanya dengan bertandang kemakam mamanya. “Ibu
memang tidak hidup didunia ini, tapi ibu selalu hidup dihati ini.” Kata
alvin, semua penonton memberi tepuk tangan yang meriah untuk
penampilannya.
Baru saja langkah kecilnya akan
menuruni panggung, namun suara di antara penonton menghentikkan langkah
kakinya. Alvin menahan nafas, mencoba mengenali suara familiar yang
menyambut artikelnya tentang sosok IBU. Ketika ia berbalik, seseorang
sudah berada tepat dihadapannya. Bukan seseorang, tapi tepatnya dua
orang yang satu cowok dan satunya lagi cewek.
“Ibu
bukan wanita bawel, ibu adalah wanita yang rela mengeluarkan suaranya
untuk kita dengan maksud memperingati kita akan suatu kesalahan. Ibu
juga bukan wanita yang suka marah-marah, hanya saja ibu melakukannya
agar kita tidak membuat suatu kesalahan yang tidak di sukainya. Bahkan
ibu bukan wanita yang suka mengatur-ngatur hidup kita, namun ibu hanya
ingin mengarahkan kita kejalan yang benar, untuk hidup kita dimasa
depan.” Kata satu dari dua orang tersebut, tepatnya yang cowok.
“kak cakka.” Panggil alvin, rasanya tak percaya melihat laki-laki
tersebut sudi untuk dekat dengannya. Cakka tersenyum riang, tangan
kanannya ia letakkan puncak kepala alvin dan mengacak rambut adiknya
penuh kasih.
“Labirin-labirin waktu tidak akan pernah
bisa menandingi panjang kasihnya, Elok senja tidak akan mampu
mengalahkan indah senyumannya, Bahkan batu karang tidak dapat melawan kekuatan cintanya. Bahkan, selubung tipis perbedaan dunia tidak
akan pernah mampu memisahkan kasihnya untuk kita, anaknya.”
Sivia,
begitula ia di panggil. Dia kakak kedua alvin, dia yang tadi
melanjutkan kalimat-kalimat dari cakka. “ibu tidak akan pernah melangkah
jauh dari langkah anak-anaknya. Setiap detik, setiap menit, setiap jam,
setiap hari, bahkan setiap waktu dan sepanjang masa, ibu akan selalu
menemani langkah kita, ibu tidak akan jauh dari anak-anaknya. Ibu tidak
akan peduli bagaimana takdir memisahkan dirinya dengan kita. yang
terpenting, ibu akan selalu siap memberikan semua cinta kasihnya untuk
kita.”
“kak sivia.” Panggil alvin kepada kakak keduanya tersebut.
Seakan
ini mimpi, alvin benar-benar tidak percaya akan kehadiran kedua
kakaknya. Sebelumnya mereka tidak pernah mau mendekat kearah alvin,
tidak seincipun. Cakka dan sivia langsung memeluk alvin, melepaskan
segala rindu itu dan membiarkan seluruh kasih itu mengalir satu sama
lain. Sudah lama mereka tidak seperti ini, lama sekali dan itu hampir
mencakup seluruh hidup alvin.
****
Ibu !!!
Aku tidak dapat mempersembahkan apapun untukmu, aku hanya dapat mencium dan memelukkmu...
Tidak banyak pintaku, aku hanya ingin bersamamu dan aku ingin kau selalu menemaniku...
Ibu !!!
Maaf, maaf, dan maaf....
Aku tidak bisa membahagiakanmu, aku selalu menyusahkanmu...
Tapi, ibu harus tahu kalau ‘aku sangat menyayangi ibu’, ‘aku sangat mencintai ibu’...
Ibu, ibu, dan ibu...
Kau bagaikan malaikat tanpa sayap,,,
Jiwamu bersih, kasihmu putih, dan hatimu sangat tulus...
I love you, ibu...
-----THE END------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar