Jumat, 01 Juni 2012

Bagaimana Bisa ? #part1




 Tahukah engkau, setiap manusia ‘TIDAK’ selamanya akan merasakan bahagia. Ada saat dimana kebahagian itu memudar dan menghempaskan tubuh kita kedalam kesedihan yang berlaru-larut. Namun nyatanya Dalam kehidupan selalu ada Satu paham yang susah dimengerti manusia, satu paham yang berhubungan telak dengan kesedihan, paham yang menjelaskan dimana setiap kesedihan pasti selalu mempunyai makna dan hikmah tersendiri. Namun Terkadang manusia menganggap setiap kesedihan sebagai penyiksaan dari tuhan atau bahkan mereka tidak pernah mau merasakan setetes pun dari kesedihan tersebut. Hmmm ! baiklah, dari sini kita dapat menyimpulkan kalau setiap manusia mempunyai sisi keegoisan yang selalu bertitik tumpu pada kenyataan yang ‘menyedihkan’, kenyataan yang menurut manusia tidak mempunyai sisi positive sedikitpun.
                Berbicara tentang kebahagian dan kesedihan, pasti setiap individu pernah mengalaminya. Pernah merasakan bagaimana rasanya kesedihan tersebut menghancurkan nurani dan menyeret setiap indra untuk tiada lagi berfungsi sesuai nalar ataupun sesuai hakikat nyata. kalaupun ada satu dari sekian ribu juta manusia tidak pernah merasakan kesedihan, maka itu adalah hal yang harus dipertanyakan. Ntah, itu hanya gurauan atau hanya sebuah alibi untuk menutupi kesedihan itu sendiri.
                Baiklah ! kurasa cukup ilustrasi dari kesedihan tersebut, apa kalian bosan ? semoga tidak. Disini, biar kutunjukan satu kisah yang akan menggerus setiap orang mengenal satu dari sekian banyak hal yang berhubungan dengan kesedihan, hal yang sungguh sangat sederhana. Namun hal ini juga sangat sering terlupa atau tercampakan, hal yang patut untuk di perhitungkan dari kesedihan itu sendiri. Mengertilah, ini hanya karangan fiksi atau buah dari hayalan tinggi yang tak berujung. Simak dan resapiiii !! HAPPY READING and GBU ^^

=================================================================================

‘hahahha’ 
Suara tawa itu terdengar lagi, seakan membawa luka untuk dia yang terabaikan. suara tawa itu masuk melalui celah-celah pintu, jendela, serta pentilasi kamarnya. Suara tawa yang berasal dari sisi berbeda di salah satu ruangan diluar sana, suara tawa yang merambat masuk dan menggema didalam kamarnya. Suara yang ntah mengapa terdengar hangat namun menimbulkan goresan-goresan kecil yang membuat hatinya terluka.
‘kenapa tawa itu tak pernah dibagai untukku ? aku juga menginginkan bagian dari tawa itu, menginginkan sisi dimana seharusnya aku dapat tertawa bersama mereka, tertawa untuk yang terindah  dan  yang terburuk sekalipun.’ Jeritan hatinya kembali menuntut, menuntut bagian untuk mendengar tawa-tawa riang itu dari sisi yang sama dengan mereka, menuntut untuk dapat tertawa bersama dengan orang-orang diluarsana.
Tidak !!! biar saja mereka tertawa, biar saja mereka terus bahagia, ada saatnya nanti mereka bersedih, ada saatnya nanti mereka terhempas dan meresakan apa yang dia rasakan sekarang. Bukannya mau menyumpahi, tapi belum saja cukup bagi mereka untuk terus tertawa dan mengabaikan salah satu dari bagian  mereka. Mereka sangat egois !!! nanti Keegoisan merekalah yang akan menuntut langkah-langkah masa depan semakin mengarah pada jurang kehancuran dan saat itulah mereka akan merasakan bagaimana rasanya menjadi salah seorang loser yang terus saja disalahkan untuk hal yang tak patut dipersalahkan untuknya.
“tetap tersenyum, abaikan apa yang mereka lakukan dan katakan. Loe bukan anak haram, loe sama kayak gue, loe bahkan lebih baik dari mereka.” Ucapan itu menjamahi telinganya ditengah kegelapan, ucapan yang ntah datang dari mana, ucapan yang akan selalu berputar kala hatinya terkoyak-koyak kenyataan. Setelah ucapan itu tak terdengar lagi, maka secara magic ia akan kembali tersenyum dan meratapi tubuh itu menghilang dibalik remang-remang jendela kamarnya yang langsung mengarah keluar kamar.

................................................................................................................................................................


‘bruuuuk’
“awwww...” rintih sivia setelah terjungkal kebelakan dan membuat tubuhnya langsung jatuh tertunduk tepat didepan kaki seseorang yang tadi menabraknya. “aduh sakiiit.” Adu sivia sambil mengelus-elus lututnya yang merah karna terbentur  lantai koridor sekolah.
“maaf.” Kata orang tersebut. Sivia mendongak untuk melihat wajah orang yang telah menabraknya tadi. Ternyata seorang pemuda tampan dengan wajah oriental mirip orang korea, perawakan tegap, tubuh tinggi, berkulit putih, serta mata sipit yang tajam.
“hmmm... tidak apa.” Sivia berdiri dan mengabaikan rasa sakit dilututnya seraya tenyum manis kepada pemuda tersebut.
‘ALVIN JONATHAN’ tanpa sadar mata sivia menatap name tag pemuda tersebut dan membaca nama yang terpampang disana, suaranya tadi cukup terdengar hingga ketelinga pemuda tersebut dan membuat sang pemuda yang bernama alvin mengangguk untuk mengiyakan namanya yang tadi disebutkan oleh sivia.
“cukup panggil alvin.” Kata pemuda tersebut.
“gue sivia.” Sivia mengulurkan tangannya pada alvin sambil kembali mengumbar senyumnya. Namun belum saja jari-jari panjang alvin menyambut tangannya, tiba-tiba rio menepis tangan alvin dengan kasar.
“jangan menjabat tangannya, sivia.” Bentak rio sambil menatap tajam kearah alvin. sivia yang mendapat teguran atau lebih tepatnya bentakkan dari rio langsung memandangnya dengan tatapan bingung yang mengisyaratkan kata ‘kenapa loe larang gue?’.
“gue gak suka dia nyentuh loe, ntar loe malah jadi ketularan sialnya.” Kata rio lagi, kali ini suaranya terdengar melembut. Namun matanya masih menatap penuh benci kearah alvin.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun alvin langsung pergi dari hadapan rio dan sivia. Malas kalau punya masalah lagi, lirihnya dalam hati. Sivia menatap punggung alvin yang semakin menjauh, hingga pada akhirnya tubuh itu hilang jua dipembelokan koridor.
“apa-apaan sih loe ?.” kesal sivia sambil berlalu meninggalkan rio.
Rio mendengus kesal, merasa tak dihargai atas jasanya tadi. “loe gak tahu siapa dia vi, suatu hari nanti loe akan tau siapa alvin ?.”  rio melangkah kearah yang berlawanan, rasanya tak ikhlas kalau tadi sivia memarahinya. seharusnya sivia mengucapkan terima kasih  karna terhindar dari kesialan jika bersentuhan dengan alvin,  gumam rio.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


“kenapa lagi loe, mukanya gitu amat ?.” alvin yang sedari tadi bengong langsung tersadar ketika suara yang kemarin malam kembali menyapanya. Ify. Gadis itu selalu datang ketika dirinya sedang bermasalah dan selalu ada ketika semua beban sudah tak dapat lagi ditanggungnya seorang diri.
“gak kenapa-napa, hehehe.” Kata alvin sambil cengir, membuat ify hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
“yah malah cengir lagi loe,” ify menoyor kepala alvin dan langsung merangkul pundak sahabatnya tersebut. Ify tahu kalau cengiran itu keluar disela kata ‘tidak kena-napa’ berarti alvin memang tidak ingin bercerita, kalau nanti alvin lelah menanggungnya sendiri pasti dia akan menceritakkan semuanya tanpa harus dipaksa ataupun diminta.
“mumpung nyengir masih gratis.” Canda alvin serasa membalas rangkulan ify. “kekantin yok fy, lapeeer.”
“hahaha, bisa juga loe laper. Emang tadi jatah sarapan loe diambil lagi sama tuh orang.” Alvin mengangguk dan kembali menggiring langkahnya dan langkah ify ke kantin sekolah. “hadeeeh, dasar tuh sodara loe emang maruk bgt.”
“hahaha, tapi loe tetep suka kan ?.” goda alvin sambil menoel dagu ify.
“hiiiiii, ogah.” Gidik ify sambil memasang muka jijik. Setelah itu mereka tertawa bersama tanpa memperdulikan tatapan heran dari para penghuni-penghuni koridor yang menatap iri kearah mereka.

Ify dan alvin duduk dibangku paling pojok kantin, tempat dimana mereka biasa menyantap mie ayam –makanan kesukaan mereka-. Seperti biasa setiap suapan mereka, pasti selalu diiringi dengan canda dan tawa, tak heran kalau suara riuh dikantin selalu tersela tawa dan ejekan-ejekan yang cukup mendominasi dari mulut alvin dan ify.
“boleh gabung.” tanya sivia menyela candaan alvin dan ify, membuat kedua orang yang tadi langsung mendongakkan kepala dan memperhatikan sivia dari atas sampai bawah, setelah itu barulah mereka mengangguk dan tersenyum hangat.
“hmmm, maaf ganggu.” Kata sivia mencoba membuka ruang percakapan ditengah keheningan sesaat setelah kedatangannya.
“ohhh, no prob.” Balas ify ramah, sementara alvin hanya fokus pada makanannya.
‘hey vin, kok loe cuek banget. Kasihan noh cewek, kayaknya mau ngomong sesuatu.’ Ify menyikut lengan alvin seraya tersenyum menggoda. Alvin mengangkat wajahnya dan menatap kesal kearah ify.
Kemudian dengan polosnya iya berkata ‘sial loe fy, kgak tau apa loe, nih jantung gue ngelunjak kayak buruh demo.’
“hahaha, kasian deh loe.” Tawa ify meledak, tangannya tanpa sadar mengacak rambut alvin. kebiasaan yang sering ify lakukan kalau dia lagi gemes sama alvin. tanpa mereka sadar, gadis yang berada diantara mereka sedang menaruh cemburu melihat adegan mereka. ‘kayaknya ada yang lagi jatuh cinta nih.’ Goda ify dengan suara kecil tepat ditelinga alvin, mata mereka melirik kearah sivia yang sedang cemberut dari tadi.
“hmmm, NGACO’ loe fy.” Tangkas alvin sambil berteriak ditelinga ify, membuat ify terpelonjak kaget dan segera menjauhkan telinganya dari alvin.
“sialan loe sipit, budeg nih telinga gue.”
“hahaha, elo sih ngomongnya asal banget. Ya gak mungkinlah.”
“haduuuuh, alvin sayang. Apanya sih yang gak mungkin.”  Ify menepuk pipi alvin pelan berniat untuk menggoda sahabatnya tersebut.
‘BRUUUUK’ Suara gebrakan meja kantin membuat keduanya kicep dan mendongak kearah siapa orang yang berani-beraninya menggebrak meja tempat mereka makan. Rio, huh ! bocah ini lagi, keluh ify dalam hati sambil menatap tajam mata rio yang kini berdiri anteng didepan mereka sambil melipat kedua tangannya didada.
“apa mau loe ?.” Kata ify dengan nada sinis.
“gue mau sivia.” Katanya. Sivia yang merasa namanya di panggil-panggil segera menghadap rio, mencoba mencari tau ada urusan apa si rio mencari dirinya.
“ada apa yo ?.”
“ayoo, ikut gue.” Rio menarik tangan sivia secara kasar, namun sivia tidak mau bergeming dulu. Sivia tetap duduk tanpa mau mengikuti ajakkan rio, sementara rio terus menarik tangannya secara kasar.
“hay mas, kalau sivianya gak mau, Ya gak usah dipaksa dong.” Cela ify sambil menarik tangan rio untuk menjauh dari sivia. “dan loe jangan pakek kekerasan, dia cewek.”
“gue gak punya urusan sama loe.” Bentak rio sambil menepis kasar tangan ify.
“oke, mulai sekarang loe berurusan sama gue.” Balas ify membentak rio, mereka tak sadar kalau sedari beberapa menit lalu mereka telah menjadi bahan tontonan gratis para penghuni kantin.
“males.” Kata rio tepat didepan wajah ify dengan jarak 5cm. “ayooo, vi ikut gue.” Lanjutnya lagi dan kembali memaksa sivia untuk ikut bersamanya.
Ify diam, specless dengan apa yang dilakukan rio tadi. Jantungnya berdegup cukup keras saat rio mengucapkan kata ‘males’ dengan jarak yang sangat dekat dngan wajahnya. Suatu kebahagiaan tersendiri untuk ify bisa melihat wajah pemuda yang disayanginya dari jarak yang sangat dekat, apalagi dia dapat mersakan hembusan nafas rio yang menyapa permukaan kulit wajahnya.
“stop, loe jangan paksa sivia lagi. Sini loe.” Ify menarik tangan rio untuk menjauhi sivia lagi, tapi lebih tepatnya menjauhi kantin jaga. Ntah kemana ify akan membawa rio.

“hmmm, si... via...” gugup alvin. sivia mengangkat wajahnya yang sedari tadi ditundukan sejak kepergian ify dan rio. “apa ?.”
“gak ada, mau mastiin aja kalau loe masih hidup.” Gurau alvin sambil tersenyum ramah. Sivia terkekeh pelan mendengar kata-kata alvin, ia jadi gemas terhadap pemuda yang satu ini.
“hahaha, loe kira gue udah mati apa.”
“tadinya sih gitu, habisnya loe dari tadi diem mulu. Gue malah dianggurin sampai lumutan gini.”
“biareeen, wleeek :p.” Sivia menjulurkan lidahnya, membuat pipi cuby semakin menggembung. “gantian dong, tadikan loe yang anggurin gue waktu loe sama ify.” Lirihnya seketika.
“maaf, kita emang selalu lupa susana kalau lagi bercanda.”
“hehe, udahlah gak papa. Gue maklumin kok.”

########################################TBC##########################################

Tidak ada komentar:

Posting Komentar