Sabtu, 12 Januari 2013

BEST FRIENDS #part1


BEST FRIENDS (cerpen CRAG) #part1

Seiring perputaran waktu,
Semua seakan terjadi berulang-ulang,
bagaikan sebuah klise karya satra,

De javu !!! begitulah kata mereka,
Sampai saat dimana semua kembali terulang,
Saat dia datang dan memprkenalkan namanya di masa putih abu,
Saat dia kembali, namun tak mengenali masa lalunya,
Saat dimana dia hadir, tapi tidak dengan senyuman keramahannya,

mungkinkah ini berulang namun dengan sesuatu yang berbeda,
mungkinkah itu dia namun bukan dirinya dimasa lalu,

dia ! sosok itu tak pernah berubah...
wajahnya, matanya, pribadinya...
ohh ! true, he is him...
but he not my friend again...


masa putih abu yang tidak akan pernah terbayangkan, masa putih abu yang masih sama seperti masa putih biru. Mereka tetap bersama, menanggung semua kenyataan dengan saling berangkulan dan mencoba menyisihkan masa lalu serta mengabaikan karma. Tapi bukan untuk melupakan dia yang dulu sempat tersakiti, hanya saja mencoba untuk mengembalikan kesenangan yang dulu pernah ada dan mencoba membuka lembaran baru seusai perenungan diri.

“gabriel, basketan yuk.” Ajak rio sambil tersenyum riang.  wajahnya yang dulu sayu, kini telah memudar bersama pergantian sang waktu, hanya keceriaan yang terlihat disana. Setelah itu barulah mereka berjalan beriringan menuju lapangan basket, di tengah lapangan cakka sudah mulai memantul-mantulkan bola basketnya dan menyambut kedatangan kedua sahabatnya dengan senyuman rian, senyuman yang sama dengan senyuman kedua sahabatnya.

“three-poin. Hahaha.” Gabriel loncat-loncat kegirangan ketika bola orange itu masuk kedalam ring dengan gerakkan asal. cakka dan rio yang tidak mau kalah langsung berebutan bola kembali, meninggalkan gabriel yang masih tersenyum bangga dengan hasil tembakkannya.

“bolanya...” teriak rio ketika tembakan asalnya meleset dan melambung tinggi hingga akhirnya mendarat tepat didepan seorang siswa yang berada dikoridor sekolah. Untung tidak kena kepalanya ! gumam rio sambil mengelus dada. Setelah itu, rio berniat mengambil bolanya yang sekarang malah diambil oleh siswa tadi.

“hay, itu bola basket gue.” Rio mendekati siswa tersebut dan sekarang berdiri dihadapannya. Sementara siswa tersebut masih saja menunduk dengan posisi hendak mengambil bola basket yang tadi hampir mengenainya. “maa...” seketika nafas rio tercekat.

Siswa itu tersenyum tipis, menampilkan ekspresi datar tanpa arti, dan menatap rio tajam dengan tatapan yang  benar-benar mematikan. Tanpa sapaan, tanpa balasan, Dengan sekali langkah siswa itu melewati tubuh rio yang sudah membeku seperti patung kutukan. Tak sampai disana, dengan gerakkan kecil dari tangannya, siswa tersebut  kembali melepar bola basket tersebut sembarangan dan mendarat tepat dihadapan rio.

“rio.” Panggil gabriel. Namun rio masih tak bergeming sedikitpun, wajahnya masih saja terlihat shock setelah kejadiaan tadi.

“rio.” Giliran cakka yang memanggil namanya, namun dengan sedikit gerakkan kecil dari tangannya yang turun naik didepan wajah rio.

“RIO.” Panggilan ketiga yang merupakan hasil kolaborasi dari suara gabriel dan cakka terdengar melengking ditelinga rio dan kali ini berhasil membawa kembali kesadaran rio yang tadi sempat menguap.

“al...vin...” sebut rio ketika kesadarannya telah kembali. Gabriel dan cakka menatapnya bingung, mencoba mencari suatu kejelasan mengapa nama itu keluar dari mulut rio. “dia ke... kem... bali... dia kembali.”

“apa maksudmu, siapa yang kembali ?.” tanya cakka sambil mengguncang tubuh rio. sementara  kini giliran gabriel  yang membeku, tatapannya jatuh pada sosok yang tersenyum tipis kearahnya dan seketika hilang dipembelokkan koridor.

“al... vin...” gumam gabriel, suaranya nyaris hilang sama seperti rio tadi. Cakka yang bingung hanya diam meratapi keanehan kedua sahabatnya. Apa yang terjadi ? tanyanya menjadi sangsi.


^^

Gabriel diam mematung, terlebih rio yang masih membeku bak tak bernyawa. Sementara cakka hanya diam mengamati isi kelasnya, tidak ada yang aneh hanya saja suasana kelas yang lebih pantas disebut pasar. Celotehan sana sini, umpatan yang menggema, tawa serta candaan yang mendominasi, dan suara gumaman yang terdengar memudar.

Sampai akhir dimana semua menguap beriringan suara pintu kelas yang terbuka, keramaian yang tadi melenyap begitu saja dan menimbulkan keheningan sesaat. Hingga hal yang tak terbayang pun terjadi dianatar tiga pemeran uutama tadi, gabriel, cakka, dan rio. Wajah-wajah mereka menyiratkan ketidak percayaan ketika melihat siapa yang datang bersama wali kelas.  Seketika masa depan serasa menghilang didalam kehidupan mereka dan menyudutkan ketiga pemeran utama tadi diantara kepingan-kepingan masa lalu yang tidak akan pernah terlupakan.

“alvin.” nama itu keluar dari mulut si pendatang. Niat awal hanya ingin memperkenalkan diri sebagai murid baru, sampai akhirnya niat itu membentuk mimpi buruk untuk mereka yang masih membeku.

“kau duduk disamping gabriel.” Suruh wali kelas mereka. Lagi-lagi semuanya serasa de javu, kembali kebeberapa tahun silam, saat masa-masa SMP mereka dulu, saat dimana sosok yang sama juga datang dan memperkenalkan diri dan disuruh duduk dengan orang yang sama dari ketiga orang yang tadi. Namun ketika masa lalu itu memutar, sosok itu datang dngan senyum keramahan bukan senyum kemarahan seperti sekarang ini.

Senyum sinis mengiringi langkah alvin, membuat setiap detik terasa begitu menyakitkan bagi gabriel yang akan segera dihampiri sosok masa lalu itu, membuat nafas-nafas dari mereka tercekat hingga tenggorokan, tubuh-tubuh mereka melemas dan terasa terkoyak-koyak tatapan tajamnya. Menyakitkan !!!

Hening ! suara-suara dari siswa lain terasa melenyap, padahal keramaian baru saja kembali terdengar setelah guru itu melangkah keluar dan menutup pintu kelas kembali. Tidak ada celah untuk bernafas, tidak ada waktu untuk berkedip, tidak ada gerakan untuk menyeka keringat dingin, dan semuanya terasa mebeku, membatu, dan mengeras.


***


“dia kembali.” Kata gabriel pelan. “untuk membalas masa lalu.” Lanjut rio tak kalah pelan. “dan kali ini kita sebagai tersangka.” Timpal cakka lebih dari kata pelan, mungkin lebih menjurus kearah berbisik.

Mereka saling lempar pandang, bukan untuk mengisyratkan susatu yang berarti. Namun mengisyaratkan apa yang sesungguhnya kini menjadi ketakutan mereka. alvin kembali, mungkin untuk membalas masa lalu yang telah mereka goreskan tinta-tinta pekat. Bukannya takut pada sosok itu, namun rasa takut itu berasal dari rasa bersalah yang tanpa sadar masih menjerat disetiap pergerakkan nafas mereka.

“gue masih nggak percaya, Dia kembali. Sumpah demi apapun gue harap ini semua adalah mimpi, gue belum siap.” kata gabriel sambil mengalihakan pandangannya dari dua sahabatnya. Sepasang tangannya menutupi wajahnya, berharap ketika membuka kedua telapak tangan itu, ia dapat kembali kekehidupannya yang nyata, kehidupan yang belum dijamahi sosok itu –lagi-.

Rio menatap prihatin kearah gabriel, disini hanya gabriel satu-satunya pemeran yang paling merasa bersalah, menganggap semua dimasa lalu adalah kesalahannya dan akan selalu menjadi kesalahannya. “iel, siap nggak siap. Dia sudah kembali dikehidupan kita.” Kata rio sambil membuka telapak tangan gabriel yang masih menutupi wajahnya sendiri.

“apapun yang terjadi, kita harus hadepin semua ini bareng-bareng. Nggak ada yang paling salah, kita bertiga yang salah.” Kata cakka berusaha untuk tenang. Gabriel membuka telapak tangannya, melihat lirih kearah dua sahabatnya, setelah itu gabriel mengangguk dan tersenyum hangat.

Mereke bertiga pun saling rengkuh satu sama lain, saling topang menopang, saling menguatkan diri, dan saling percaya mempercayai. Mereka  percaya, Suatu saat nanti mereka tidak akan pernah bertiga lagi, ada alvin yang akan menjadi pelengkap terakhir dipersahabatan mereka, ada alvin yang akan menjadi penyempurna ikatan-ikatan istemewa ini. Hanya alvin dan selalu alvin, tidak ada yang lain. Apapun akan mereka lakukan asalkan kata maaf  itu terbalasakan, asalkan persahabatan itu kembali, dan asalkan tidak akan ada lagi kesalahan yang sama.


***


Dia kembali bukan dengan raga baru,
namun dia kembali dengan pribadi baru...
Dia layaknya mayat hidup dengan sejuta misteri,
Wajah dingin, senyum tipis, dan tatapan sinis...
Dia bukan jiwa yang sama dengan masa lalu,
Namun jiwanya adalah jiwa mati akan masa lalu...

Bukan ! bukan karna perubahan...
Masalalu lah yang merubah nya,
Masalalu lah yang membawanya kembali datang,
Masalalu lah yang membuatnya merasakan dendam,
Dan masalalu lah yang mendinginkan jiwanya...

Dan MASA LALU nya adalah KESALAHAN mereka.
MASA LALU nya adalah penantang terkuat untuk mereka.
MASA LALU nya adalah mimpi buruk dia dan mereka.


Hangat meresap, menyingkirkan awan-awan pekat, menepiskan kantuk, dan menguapkan kedinginan sisa kemarin malam. Pagi ini. ada kehidupan yang baru dibalik kemewahan sinar matahari. Ada tantangan yang menantang dibalik hembusan angin. Dan ada keistiewaan dibalik kehadirannya.

“Rio, loe jadi ikut audisi vokalis band sekolah nggak ?.” tanya cakka sambil memantuk-mantulkan bola basketnya. Hari ini ia sendiri akan mengadakan latihan basket sanpai sore karna lusa ia akan mengikuti pemilihan kapten basket sekolah.

“Ini mimpi gue kka, masa iya gue nggak ikut.” Kata rio.

“nah kalau itu emang mimpi loe, loe harus berusaha dapetin tuh gelar vokalis buat diri loe dan buat kita.” kata gabriel sambil merangkul rio, diikuti dengan tangan cakka merangkul pundaknya. “loe juga kka, loe juga harus dapetin tuh gelar KAPTEN BASKET.” Lanjut gabriel menyemangati cakka.

“nah kalau loe, gimana iel ?.” tanya rio sambil tersenyum jahil. cakka yang disebelahnya langsung terkekeh geli. Sementara gabriel hanya tersenyum masem memandang dua sahabatnya tersebut secara bergantian.

Gabriel mendelik kearah dua sahabatnya secara bergantian, langkahnya pun terhenti ditengah koridor sekolah. “nggak mulai lagi deh yo, kka.” Dumelnya kesal.

“hahahaha.” Tawa rio dan cakka meledak, sementara gabriel langsung menyun.

“ketawa aja terus, ledekin aja terus. Emang lucu ya kalau gue pengen jadi artis.” Dumel gabriel kesal.

“hahahaha. Iya luculah, lucunya itu...” tawa rio berhenti, ia menatap cakka yang juga berhenti ketawa. Setelah itu cakka dan rio memandang gabriel dengan tatapan SERIUS, lantas sambil mengatakan “lucunya  itu nggak ada yang mau nerima artis cungkring, item, ples jelek kayak loe, hahahaha.” Rio dan cakka kembali tertawa.

“ishhh, sialan. Nyebelin loe berdua.” Marah gabriel sambil sambil siap-siap mengambil ancang-ancang untuk menghantam dua sahabatnya itu. “aaaaaaaa, GABRIEL MARAH. KABUUUUUUR.” Teriak cakka dan rio barengan sambil berlari mendahului gerakan tangan gabriel yang sudah siap menghantam wajah mereka.

“woiiiiiiii, jangan kabur loe berdua.”

Gabriel mengejar cakka dan rio, hingga akhirnya terjadilah aksi kejar-kejaran pada pagi itu. tidak ada yang mau menghentikan aksi tiga bersahabat tersebut, kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk menyaksikan aksi mereka, sesekali mereka ikut tertawa bersama gerakan-gerakan spontan dari tiga sahabat tersebut.

tidak akan ada yang mau mengalihkan pandangan mereka dari tiga pemeran tersebut, termasuk seorang laki-laki yang berdiri diambang pintu kelasnya, sesekali iya merasa cemburu, sesekali ia merasa ingin ikut lebur bersama mereka, namun sesekali ia juga merasa ‘lebih baik seperti, dari pada ia hadir dan menghancurkan tawa mereka.’


####

Ketukan-ketukan kaki yang berpadu dengan suara gesekan-gesekan lantai, menjadi penjelas kalau dua orang tersebut sedang merasa gelisah. Ketakutan-ketakutan akan kecewa terus memabayang, menguapkan energi-energi positif dari atmosfir senja yang sekarang sedang mengalami proses tergelincir kembali keperaduannya.

“rio kemana sih iel ? bentar lagi mau mulai nih audisinya.” Kata cakka sambil mondar-mandir nggak jelas didepan pintu sebuah cafe, tempat diadakannya audisi.

“nggak tau kka, loe udah coba hubungin dia belum.”

Gabriel tak kalah gelisah, ia takut kalau rio telat dan di diskulifikasi, dan akhirnya tidak bisa menjadi vokalis band sekolah. “udah iel, tapi hpnya nggak aktif. Arghhh. Kemana sih tuh bocah.” Teriak cakka kesal. Ia juga ikut gelisah kalau begini caranya, ia tidak mau rio gagal dan tenggelam kedalam keputus asaan seperti dulu.

“rio, loe harus dateng, please. Jangan buat kita khawatir.” kata gabriel sambil meremas tangannya. Berbagai permohonan terlantun bagaikan naskah-naskah sederhana yang tiada kunjung berakhir pada satu atau dua lembar kertas.

“udah iel, dia pasti dateng. PASTI.”


####

Rio menarik nafasnya berat, mencoba mencari setitik celah untuk menghembuskannya secara perlahan. Namun nyatanya tidak ada setitik celahpun disana, langkah-langkahnya terus berpacu membelah keramaian jalanan menuju kafe.

Dia tidak berlari sendiri, ada beberapa orang bertubuh kekar dibelakangnya. Mereka mengejar rio ntah karna apa. Wajah-wajah sangar mereka menggambarkan kalau mereka benar-benar menaruh marah pada rio yang berlari didepan mereka, wajah mereka tampak bernafsu untuk menangkap rio dan segera menuntaskan masalah mereka.



======BERSAMBUNG=======







@AyuaDianoszta97

Tidak ada komentar:

Posting Komentar