Sabtu, 12 Januari 2013

BEST FRIENDS #part4


BEST FRIENDS (cerpen CRAG) #part4

Gabriel memutar-mutar gelang putih alvin ditengah jari telunjuknya. Penampilannya benar-benar awut-awutan dan tak karuan saat ini, tak dipungkiri lagi dari penampilannya saja setiap orang yang melihatnya pasti tau kalo pikiran pemuda itu benar-benar sedang kacau.

“udahlah iel, jangan mikir macem-macem. Lo yang tenang dong, semuanya belom pasti terjadi dan mereka belom tentu...” rio menggantungkan perkataannya ketika sebuah kantong pelastik hitam mendarat dipangkuannya. Mereka yang sedang duduk-duduk digazebo rumah rio pun langsung peranjat kaget atas prihal kantong plastik hitam yang tiba-tiba jatuh tersebut.

“itu punya lo kan, yo ?.” tanya sivia yang ternyata menjadi si pelempar kantong pelastik tersebut.

Rio yang tidak mengerti hal tersebut, langsung memeriksa isi kantong pelastin. dan Dilihatnya sebuah jaket hitam yang kapan hari digunakannya saat ingin audisi di cafe. “kok bisa ada di lo, bukannya...”

“gue nggak tau, tuh jaket tiba-tiba ada dikolong meja tempat gue duduk, tau deh siapa yang naroh.” Kata sivia memotong perkataan rio –lagi-. “emangnya tuh jaket kemana aja, sampai bisa nyangkut dikolong meja gue ?.” tanya sivia yang sebenrnya ingin tahu kenapa jaket  itu bisa ada di alvin beberapa hari yang lalu.

“nggak tau deh, udahlah nggak penting. Mau tau aja lo.”

“dasar pelit.” Cibir sivia sambil mengalihkan pandangannya kearah cakka dan gabriel yang diam. Sivia memicingkan matanya ketika melihat penampilan gabriel yang tumben-tumbenan terlihat kacau seperti saat ini. “iel, lo kenapa ? kok muka ditekuk tujuh gitu ?” tanya sivia.

“emmmm, gue mau nanyak vi, boleh ??.” kata gabriel yang sebenernya nggak nyambung dari pertanyaan sivia  yang tadi.

Sivia mengangguk ragu. “apa ?.” tanya sivia balik.

Gabriel beranjak dari gazebo sambil menggenggam erat gelang putih yang beberapa menit lalu telah berhenti ia putar-putarkan. Gabriel berjalan mendekati sivia yang masih berdiri dihadapan rio. sorot matanya tampak terlihat lelah setelah semalam penuh tidak tidur karna pikirannya yang masih kacau.

“ada hubungan apa lo sama alvin ?.” tanya gabriel setelah dekat dengan sivia.

“nggak ada, gue sama dia cuman temenan doang kok.” Kata sivia sambil gelagapan. Kalau boleh jujur, sivia akan lebih memilih untuk menghilang sekarang juga, apa lagi dengan mendengar pertanyaan gabriel tersebut benar-benar mampu membuat Dadanya penuh sesak, ditambah dengan keringat dingin yang entah sejak kapan mulai mebanjiri wajahnya.

“jujur vi, ada hubungan apa lo sama alvin.” tanya gabriel lagi, ditatapnya mata sivia dengan sangat tajam.

Sivia membuang wajahnya, lantaran tidak mau menatap mata tajam gabriel. Semampunya dia ingin menghindari tatapan mata gabriel. Selain itu ia juga berusaha menghindar dari pertanyaan gabriel yang tadi, tapi jauh didalam hatinya ia benar-benar ingin jujur sejujur jujurnya tentang hubungan dia dan alvin.

“jangan bilang gabriel tentang hubungan kita, aku nggak mau gabriel sakit hati gara-gara hal ini. apalagi gabriel cinta sama kamu.” Kata alvin saat dirinya masih menggunakan baju seragam SMP.

“tapi sampai kapan kita mau sembunyi-sembunyi kayak gini.” Tanya sivia melas. Saat itu, sivia benar-benar tidak mengerti dengan jalan hubungannya dengan alvin yang terkesan sembunyi-sembunyi.

Sivia dan alvin saat itu masih bisa dibilang bocah ingusan, seragam sekolahnya pun masih berwarna putih biru.  mereka yang waktu itu baru menginjak bangku kelas 8 SMP tidak bisa melakukan apa-apa ketika hubungan mereka harus terancam dengan sahabat alvin yang juga mencintai sivia.

“sampai nanti kalau aku udah punya keberanian untuk bilang ke gabriel tentang hubungan kita.” Kata alvin sambil membawa kepala sivia untuk bersandar dibahunya. perlahan digenggamnya tangan sivia sambil memberikan kekuatan kepada gadisnya itu untuk sama-sama menghadapi masalah cinta  yang  terlalu rumit untuk ukuran anak berseragam SMP seperti mereka.

Namun belum saja alvin memberitahukan tentang hubungan mereka, alvin sudah keburu menghilang dari peradaban, tidak meninggalkan kabar apapun dengan membawa separuh hati sivia. Setelah saat itu, setelah saat dimana alvin benar-benar menghilang, sivia pun menjadi pendiam dan menutup rapat-rapat hatinya untuk siapapun, termasuk untuk gabriel. Masa SMPnya yang masih tersisa saat itu, di habiskannya untuk menunggu alvin, menanti kedatangan separuh hatinya yang dibawa alvin, hingga samapai saat dimana sivia bertemu dengan alvin lagi, namun bukan dengan alvin dimasa lalunya, melainkan alvin dengan dirinya yang baru, yang jauh dari kata ramah seperti dulu.

“SIVIA AZIZAH, APA HUBUNGAN LO SAMA ALVIN ?.” tanya gabriel lagi, kali ini gabriel bertanya sambil membentak sivia.

Sivia tersadar dari bayang-bayang masa lalunya, seketika keping-keping masalalunya itu membuyar dan menyisakan sedikit alasan kenapa sivia belum mau jujur tentang hubungannya dengan alvin. “apa urusan lo ?.” tanya sivia sinis untuk mengalihkan pertanyaaan gabriel lagi.

Namun sepertinya gabriel yang keras kepala sangat susah untuk dialihkan, gabriel mengeluarkan gelang putih milik alvin sambil tersenyum sinis kearah sivia. “APA HUBUNGAN LO SAMA ALVIN ?.” tanyanya lagi.

Mata sivia membelalak penuh ketika mendapati gelang tersebut berada ditangan gabriel. Kenapa bisa di gabriel ?. tanya sivia dalam hati. “bukan urusan lo.” Sengit sivia sambil berusaha untuk tenang.

Gabriel mendesah kecil sambil menatap sivia malas. Apa susahnya sih jujur ?. gumamnya dalam hati. “oke kalo lo nggak mau jujur.” Kata gabriel. Kali ini tangannya mengayun keatas dan melempar gelang outih tersebut ketengah kolam renang yang berada didekat gazebo.

Mata sivia melotot ketika gelang tersebut dilempar gabriel ke tengah kolam renang. Sivia menatap gabriel tajam lalu mendorong tubuh pemuda tersebut cukup keras. Apa-apaan ini ?. dengus sivia kesal. Sivia berbalik dan berlari kearah kolam, tanpa pikir panjang ia menceburkan dirinya dan berusaha menggapai gelang putih yang dilempar gabriel.

Sementara cakka dan rio hanya melengo mendapati reaksi sivia yang langsung nyebur kekolam hanya untuk mengambil gelang putih tersebut. gabriel sendiri hanya tersenyum sinis tanpa merasa bersalah sedikitpun.

setelah mendapatkan gelang itu kembali, sivia langsung naik dan berusaha menahan dingin yang kian menjalar karena sekujur tubuhnya basah, serta seluruh pakainnya yang juga jauh dari kata kering.

“APA HUBUNGAN LO SAMA ALVIN ?.” tanya gabriel lagi, dicekalnya langkah sivia dengan mencengram kuat-kuat pergelangan tangan sivia yang menjuntai.

Sivia menghentikan langkahnya dan menolehkan kepalanya kearah sivia. Ditatapnya mata gabriel seperti ingin menerkam pemuda itu. “lo mau tau ?.” tanya sivia sinis.

“gue sama alvin pacaran.” Akunya sambil tersenyum sinis.

Darah gabriel seakan membeku saat itu juga, nafasnya terasa tersumbat ditenggorokannya, rasanya tidak lagi dirinya dapat merasakan terik matahari atau hembusan kehidupan dari angin. Semuanya benar-benar terasa dingin dan sepi, kenyataan menggesernya lebih kearah pojokan-pojokan jurang ketidak percayaan. Gabriel benar-benar shock dengan hal ini.

Cakka dan rio yang dari tadi menjadi penonton hanya dapat melengo lagi, tidak percaya juga mereka dengan pengakuan sivia. Kapan ? kapan alvin dan sivia pacaran ? kenapa tidak ada yang tahu, tidak ada kabar beritanya. Alvin dan sivia pacaran adalah HAL YANG TIDAK MUNGKIN TERJADI UNTUK MEREKA. TIDAK MUNGKIN !!!. sebenarnya sebarapa rapatkah kanyataan tersebut tertutup sehinggak tidak ada yang tahu, atau seberapa tidak peka kah mereka akan kemungkinan-kemungkinan sekecil ini, arghhh !!! membingungkan.

Cengkraman tangan gabriel mengedur saat itu juga, membuat sivia tidak mau menyiak-nyiakan kesempatan ini untuk melepaskan dirinya dari cengkraman gabriel. Setelah menepis tangan gabriel hingga cengkramannya terlepas, sivia kembali beranjak meninggalkan 3 bersahabat tersebut.

“sejak kapan ?.” tanya gabriel pelan, namun masih bisa terdengar oleh sivia.

Sivia kembali mengentikan langkahnya, “sejak kelas 8 SMP.  Seminggu Sebelum lo cerita ke Alvin kalo lo juga cinta sama gue dan 17 hari sebelum alvin hilang dari kehidupan kita.” Balas sivia enteng. Lagi-lagi gabriel membeku, ia semakin shock dengan semua ini. bagaimana bisa ?


++++


Sivia berjalan keluar rumah rio sebelum sebuah tangan kembali mencekal langkahnya dengan memegang pundak sivia. “sivia.” Panggil orang yang mencekal langkahnya. “lo harus jelasin semuany.” Pinta orang tersebut.

Sivia tidak bergeming, sedetik kemudian ditepisnya tangan yang memegang pundaknya. “nggak ada yang perlu dijelasin, semua udah cukup.” Kata sivia dingin. Tanpa berbalik pun sivia tahu siapa orang yang ada dibelakangnya.

“nggak vi, ini belum cukup. Gue tau lo terlalu banyak nyimpen rahasia tentang alvin. gue tau alvin selalu terbuka sama lo, dari dulu sampai sekarang.”

“heh !!! sok tau.” Sengit sivia dan kembali berjalan meninggalkan orang tersebut. “ohya, satu lagi. Bilangin sama sahabat lo. Bilang TERIMA KASIH dari gue,  Terima kasi karna udah suka sama gue.” Kata sivia sebelum benar-benar hilang dibalik pintu utama.

Rio mendesah pelan, dihembuskannya nafas berat setelah menerima perlakuan dari sivia tadi. sivia adalah sepupu rio, jadi tak heran kalau sivia tiba-tiba datang dan tiba-tiba pergi tanpa izin seperti tadi. sivia, sepupu yang paling sulit dimengerti oleh rio. namun rio cukup dekat dengan sivia, dia tau segalanya tentang sivia. saat mengetahui sivia dan alvin pacaranpun dia sebenarnya tidak terlalu kaget karna rio sudah tau hal itu sejak SMP, bahkan rio juga tau bagaimana kedekatan sivia dan alvin, rio juga tau kalau sampai sekarang alvin dan sivia masih mempunyai status ‘berpacaran’ karna dari dulu sampai detik ini tidak ada kata putus dari alvin dan sivia.  jadi tidak heran kalau hanya rio yang mampu berkutik saat sivia mengakui kalau dirinya berpacaran dengan alvin.


++++

Sivia menatap layar ponselnya, melihat beberapa dijit nomor yang sebenarnya ingin di hubunginya.‘telpon, nggak, telpon, nggak, telpon,’  kata sivia bimbang, setelah menemukan jawaban yang cukup nekat, akhirnya sivia menekan tombol hijau yang bergambar icon telpon.

“hallo.” Sapanya ketika telponnya dianggat orang disebrang sana.

Nihil. Lagi-lagi tidak dijawab, sivia mendesah kecewa. Setiap kali ia menelpon orang tersebut, pasti tidak ada suara yang akan membalas sapaannya. Selalu sepi seperti suasana malam ini. “hallo.” Sapa sivia lagi.

“si... sivia...” suara disebrang sana memanggil namanya. Seketika Sivia tersenyum lebar mendengarnya.

“alvin.” sivia membalas panggilannya.

“sivia, gu... gue... hhhh... bu... tuh... lo...”  kata orang disebrang sana dan orang tersebut ternyata adalah alvin. suranya terdengar melirih, desahan nafasnya yang tidak teratur menjadi pengiring suaranya.

“al....”

‘tuuuuuuut tuuuuuuut tuuuuuut’ sambungan telpon terputus lagi. Membuat sivia mengumpat kesal, salnya lagi ia harus menelan rasa khawatir setelah mendengar suara alvin yang sepert tadi. pasti ada sesuatu yang terjadi. Kata sivia sambil bangun dar pembaringannya.

Sivia beringsutan mencari cara untuk bisa menemui alvin yang diyakininya sedang barada dalam masalah. Sivia memutar otaknya untuk berfikir lebih cepat. Matanya memutari ruang kamarnya dan tatapannya terhenti pada jendela yang langsung terhubung ke halaman rumahnya. Dengan cepat ia menuju jendela dan langsung meloncati jendela tersebut dan berjalan mengendap-endap kepos satpam rumahnya.

“pak, tolong bukain pintu dong.” Kata sivia sambil celngukan, sekalian berjaga-jaga kalo kedua orang tuanya memergokinya akan kabur selarut ini.

“loh emang nnon via mau kemana selarut ini ?.” tanya satpam rumahnya.

“jangan banyak nanyak deh pak, ayo cepet buka.” Suruh sivia.

Namun pak satpam rumahnya tidak bereming sedikitpun, satpam tersebut hanya memperhatikan sivia dari atas kebawah. “ini deh pak, untuk tutup mulut.” Kata sivia sambil mengeluarkan dua lembar uang kertas berwarna biru -50.000-.

Pak satpan tersebut langsung nyengir dan membukakan sivia gerbang, “tapi non...”

“udahlah pak, sivia nggak papa, sivia pergi sama temen kok.” Katanya menenangkan satpam tersebut. “eh iya, ntar pak satpam jangan tidur ya, mungkin sivia pulangnya subuh.” Kata sivia lagi. Satpam tersebut hanya mengangguk.

Beberapa menit kemudian sebuah mobil hitam berhenti didepan gerbang rumah sivia. Sebenarnya sebelum keluar jendela sivia sudah mengubungi orang tersebut untuk menjemputnya dan mengantarkannya kerumah alvin dengan sogokan menjelaskan semua hal yang belum diketahui orang tersebut.

“rumah alvin yang lama yo.” Suruh sivia pada sosok rio yang berada disampingnya. hanya riolah yang ada dipikirannya untuk mengantarnya kerumah alvin. sepupunya yang satu ini memang selalu menuruti keinginan sivia, selalu. Setidaknya selama masih ada imbalan untuk pemuda hitam manis tersebut. DASAR !!!


=======

Dibalik remang,
Dia terdiam,
Tersudut diantara kesepian,
Meringis bersama suara malam,
                Tidak ada cahaya,
                Tidak ada celah.
                Hanya hitam, pekat,
                Hanya sepi, sunyi.
Tidak akan ada yang mengusiknya,
Semua seakan terpendar pada rapuhnya,
Hanya dia, dia yang menahan rasa,
Hanya dirinya, dirinya dengan kata bisu,
                Tidak akan ada yang lain,
                Sebelum yang dinantinya datang,
                Menjemputnya dari kesendirian,
                Membanya ke dunia terang esok hari.

---------------------BERSANBUNG---------------------------



@AyuaDianoszta97

Tidak ada komentar:

Posting Komentar