Sabtu, 25 Februari 2012

MIRIS (Akhir Cerita/Kisah) #part 6


+++MIRIS (Akhir Cerita/Kisah) #part 6+++

Kebahagiaan adalah pilihan,
Apapun yang kau lakukan juga adalah pilihan,
pilihan bila nanti akhir HAPPY ENDING membuatmu bahagia,
Namun di lain sisi pilihan tersebut membuat orang yang kau sayangi lebih menderita,
Maka lebih baik kau memilih cerita  SAD ENDING yang akan membuat semua MATI RASA...
Tidak ada rasa, hanya sebuah pengorbanan yang tersisa dan tidak akan ada yang sia-sia..

Kebahagiaanku atau penderitaanmu ???
 HAPPY or SAD ENDING,,, (sivia POV)

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Secerah rasa di hati ini, meskipun warna pekat awan masih tetap menyelumbungi langit. Kesenangan yang tiada akhir, sebuah hadiah terspesial, dan kenyataan berujung bahagia, aahhh ! sempurna sudah awal pagi  di tanggal 14 Februari ini. sivia menghentak-hentakkan kaki kanannya seirama dengan bunyi ayam berkokok. jam tangan yang melingkar di tangan kanannya kini telah menunjukkan pukul 04. 30 pagi. Sebuah kebahagiaan di pagi buta ini akan segera disambutnya.
“pagii, sivia.” Sambut alvin dengan senyuman manisnya. Wajah sivia mendekat, mencoba mencari rupa-rupa si wajah tampan yang sudah ditunggunya beberapa menit yang lalu. “pagi juga, vin.” Sambut sivia tak kalah manisnya.
Mereka terlihat begitu serasi dengan alvin yang menggunakan kaos oblong putih yang berpadu lengkap dengan celana traning merah dan spatu ket merah kesayangannya. Serta sivia yang terlihat begitu manis dengan baju merah bergambar kodok bermahkota serta bagian bawah berbalut celana traning putih bergaris pinggir merah dan spatu ket putih kesayangannya. Semua yang mereka pakai hanya berdominan warna putih merah dan itu tampak cocok sekali.
“waaah, pagi sivia.” Sapa gabriel secara tiba-tiba dari arah belakang pagar rumah alvin, “pagi, alviiin.” Lanjutnya lagi dan tersenyum manis. “kaliaaaan serasi sekali, so cute.”
Sivia tersipu malu, “hahaha, bisa saja kamu iel.” Kata alvin dan sivia barengaaan.
“ngeeeh, udah deh. Jangan ngegodain mereka mulu iel.” Celetuk cakka yang ternyata sedari tadi berada di belakang gabriel. Tidak hanya cakka, tapi ada rio, ify, shilla, agni, dan zevana juga. Mereka sama-sama terkekekh melihat tingkah alvia yang salting gara-gara digodain gabriel.
“hihihi, iiya deh. Tapi kalian kenalan dulu dong sama alvin.” merekapun berkenalan sambil sesekali bercanda. Setelah ittu barulah mereka jalan-jalan bersama dibawah pekatnya langit.
“BTW, kayaknya kita kepagian deh. Nih langit gelap banget.” Rio membuka suara setelah mereka berjalan dalam diam bersama psangan masing-masing.
“hmmm, biar kita bisa keluar lebih lama. Tepatnya sebelum matahari terbit.” Jawab alvin seadanya, senyuman manis masih saja terukir sempurna di sudut bibirnya dengan tangan kanan merangkul sivia dan tangan kiri dimasukkan kekantong celana.

^^

Alvin dan sivia leih memilih menjauh dari beberapa sahabatnya. Mereka sekarang berada di atas jembatan kekar yang kata orang merupakan ‘jembatan penghubung.’ Ntah itu penghubung jalanan yang terpisah sungai atau semua hal yang berkaitan dengan segala penghubung yang ada di hidup termasuk ‘jembatan pengubung kasih’. Itu kata orang.
“sivia, apa kamu senang dengan date pertama kita di pagi ini.” tanya alvin yang berdiri disampng sivia, mereka sedang menghadap matahari terbit.
“why not ? malah aku seneng banget vin, gak nyangka tante shilla bakal ngasi kamu keluar. Yah ! meskipun hanya sebentar saja.” Ujar sivia menggebu-gebu, pancaran matanya masih saja berbinar-binar seperti malam kemarin, saat dmana pemuda tersebut mengatakan kalau dirinya akan mengajak sivia untuk jalan-jalan pagi, meskipun bukan hanya berdua.
“syukurlah kalau kau senang.” Alvin merogoh kantong celananya dan mengeluarkan sebuah benda berkilat dari dalamnya. “selamat ulang tahun my princess, I LOVE YOU.” Ujara alvin lagi sambil memberikkan benda tersebut pada sivia.
“terima kasih, alvin. I LOVE YOU TOO.” Balas sivia, sudut-sudut matanya memperhatikkan benda yang disodorkan padanya. “apa ini ? cincin ? indah sekali. Tapi kamu tidak perlu serepot ini, semua yang kau lakukan hari ini sudah membuatku sangat bahagia.”
“hahaha, ini hadiah untukmu. Cincin yang sama dengan ini.” alvin mengangkat jari manusnya untuk memperlihatkan sebuah cincin yang sama dengan cincin yang akan diberikannya untuk sivia. “bagaimana kalau kita tunangan.” Kata alvin.
Sivia menunduk setelah alvin mengajaknya tunangan. “hah ? tunangan.” Lagi-lagi sivia dibuat kaget olehnya. Ini benar-benar diluar bayangannya, namun tetap saja ia senang dengan tawaran alvin tersebut dan hatinya berkata untuk menerima cincin tersebut. “baiklaaah, kita tunangan.”
Alvin menyematkan cincin tersebut di jari manis sivia. Alvin yang sangat bahagia langsung menarik sivia kedalam pelukkannya, sekarang keraguan untuk menjamah bibir gadis tersebut telah menguap bersama menguapnya jalinan persahabatan yang digantikan oleh jalinan pertunangan.

^^
Shilla melirik jam dinding di ruang tamu, 05.46 menit. Setiap menit yang berlalu membuatnya merasa gelisah, seharusnya 14 menit lagi alvin sudah harus ada dirumah. Semoga alvin dalam perjalanan pulang, semoga alvin tidak lupa waktu, semoga semuanya baik-baik saja sebelum matahari terbit ! doa shilla.

‘aku tidak akan memaksa mama mengizinkanku.’ Lirih alvin kemarin malam, saat itu suara anaknya terdengar bergetar menahan tangis dan hal itu membuat hati shilla tergugah. ‘baiklah, aku akan mengizinkanmu keluar. Asalkan dengan beberapa syarat.’ Alvin mengangguk pasti dan tersenyum senang. ‘apa syaratnya.’
‘syarat pertama, kau hanya boleh keluar jam 05.00 pagi samapai jam 06.00 pagi.’ Alvin membulatkan matanya, hanya satu jam. Itu tidak akan membuatnya puas ! keluh alvin dalam hati. ‘hanya satu jam ? itu waktu yang pendek.’ Keluh alvin memotong perkataan shilla. ‘bagaiman kalau dua jam ?.’ tawar alvin.
‘ohh, itu terlalu lama. Bagaimana kalau 1 jam setengah, atau tidak sama sekali.’ Alvin mengacak rambutnya prustasi, mau tidak mau ia harus menerima tawara shilla atau tidak sama sekali. ‘oke, aku terima.’
‘yang kedua, kau harus sampai dirumah sebelum matahari terbit karna iru berbahaya untukmu.’ Kali ini alvin mengangguk. ‘dan yang ketiga, kau tidak boleh berlari-larian atau melakukan hal-hal yang membuatmu lelah.’ Kata shilla lagi. ‘baiklah, hanya itu. Apa kau sanggup ?.’
‘aku sanggup.’ Kata alvin sambil mencium pipi mamanya.

Shilla terenyuh dari ingatan kemarin malam, matanya kembali melirik angka-angka kecil yang di tunjuk oleh jarum-jarum pipih didalam lempengan kaca. 05.59 menit...
“ALVIIIIIIN” teriak shilla sambil berlari keluar rumah. ‘jangan membuatku menyesal telah mengizinkanmu, nak. Cepatlah pulang.’ Gumam shilla disela langkah-langkah lebarnya yang bergerak cepat. Perlahan airnya mengalir beriringan dengan pembiasan rasa khawatir yang terus menerus membelunjak menimbulkan gelisah.


^^
Alvin dan yang lainnya larut dalam obrolan yang menarik. Setelah lama melupakkan waktu, jingga kemilau nampak muncul dari arah timur langit.  Mau tidak mau membuat alvin akhirnya tersadar oleh apa yang telah dilakukannya setelah beberapa lama melupakkan waktu dan larut dalam obrolan ala anak muda yang tidak perna dibicarakannya sebelum pagi ini.
Sementara yang lain masih larut dalam tawa dan tidak memperhatikan kegelisahannya sedikitpun. Alvin langsung berlari cepat meninggalkan sahabat-sahabatnya yang mungkin akan bingung meliha tingkahnya. Sebelum matahari menjadi pembunuhnya, maka ia harus cepat sampai rumah. Sebelum cahaya matahari menyentuh kilitnya, maka mau tidak mau kebahagiaan yang tadi harus musnah atau tidak akan ada lagi kebahagiaan lainnya setelah ini.
‘dan yang ketiga, kau tidak boleh berlari-larian atau melakukan hal-hal yang membuatmu lelah.’
Alvin mengingat janjinya kemarin malam bersama shilla,  mungkin satu dari tiga janjinya harus terabaikan sebelum semua terlambat. ‘maafkan alvin ma.’ Lirihnya masih dalam keadaan berlari.
‘DUGDUGDUG’. Arghhhh ! sakit itu datang, merambat melemahkan kinerja tubuhnya. Sementara langkah-langkah itu masih bergerak cepat dan tangan kanannya mulai merenggut dada kirinya. Sedikit tenaga untuk menetralisir rasa sakit didadanya.
Bak bioskop jalan, setiap langkah kaki alvin kini tersirat penyesalan. Semua bayang-bayang kejadian beberapa waktu lalu berputar penuh dan berkelebat dibenaknya seperti layar berwarna.

‘mama, sebelum alvin berangkat. Alvin cuman mau bilang terima kasih.’ Shilla tersenyum masem, sebenarnya tidak rela membiarkan alvin pergi selangkahpun dari rumah ini. ‘alvin, sayang mama.’ Pelukkan hangat itu mendarat di tubuh shilla, dengan kasih shilla memeluuk tubuh anak laki-lakinya.
‘satu lagi, kata mama janji itu tidak menjamin apapun. Jadi apapun yang terjadi nanti mama nggak boleh menyesal. Oke.’

Salah satu putaran itu mengarah pada ingatan pagi tadi, sebelum ia keluar rumah dan tersenyum ramah menyambut gadisnya didepan rumah. Alvin mengingat semuanya, meskipun kini nafasnya sudah seperti burung yang tiba-tiba hilang dan kembali seenak udelnya (?).

‘BRUUUUK’ alvin menggebrak gerbang rumahnya ketika pancaran sinar matahari telah berhasil menyorot bagian kecil dari tubuhnya. Seketika terlihat kulitnya memerah dan sedikit melepuh karna terkena sinaran matahari.
“ALVIIIIIIIIN” teriakan shilla menggema ketika pintu rumahnya terbuka, langkahnya masih bergerak cekat menghampiri alvin.
“al, bagaimana keadaanmu.” Lirih shilla ketika melihat tubuh alvin ambruk dipelukkannya. Tampak banyak berkata, dengan sekuat tenaga shilla langsung mengangkat tubuh alvin dan menghilang dibalik pintu.
Rasa takut dan panik shilla semakin menjadi-jadi ketika melihat alvin dengan susah payah memeluk tubuhnya. “maaf ma, alvin hh... ngingkarin janji hh...”
Tangis shilla meledak mendengar penuturan alvin, anaknya itu masih sempat-sempatnya meminta maaf ketika hampir semua kesadarannya mulai menipis. “sakiiit ma... hh... hh... h...” kata alvin lagi, kini pandangannya hampir menggelap, suara-suara yang terdengar mulai ramai menyerukkan namanya kini mulai menghilang, dan semuanya kini menghilang, sepi, senyap, dan menggelap.


^^
Nadda-nada minor mengalun pilu dihati mereka, memandaang dia yang tidak berdaya dengan tatapan penyesalan. Sebuah kesalahan telah terjadi dan menyebabkan tidak ada pilihan untuk sebuah kebahagiaan. Terlihat jelas dari raut wajah satu dari mereka, dia –gadis cubby- itu belum mengakhiri tangisnya, seakan-akan dengan menangis semua akan terselesaikan. Padahal TIDAK sama sekali !!!
‘Apa yang sebenarnya terjadi ?’ tanya hati mereka pda suatu waktu, meskipun tidak satupun yang akan menjawab. Semenjak kejadian kemarin, shilla –wanita muda itu- tidak mengizinkan mereka memasuki ruangan gelap tempat alvin berbaring dengan alat-alat medisnya. Tidak satupun dari mereka yang mengetahui mengapa shilla membentak mereka ketika kemarin mereka bertandang dan ingin memastikan keadaan alvin ? atau mereka juga tida paham apa alasan ruangan itu menjadi segelap ini ? apa semuanya karna matahari, ya ! mereka yakin ini semua karna matahari. Meskipun belum jelas dan tidak pantas untuk menghakiminya, tapi matahrilah yang menjadi sumber satu-satunya hal ini terjadi, selain memang kehendak tuhan dan goresan pekat takdir.
“apa yang kalian lakukan ?.” tanya shilla dengan wajah datar, terkesan dingin. Sivia yang dari tadi berdiri dan memandang wajah alvin dari balik kaca mulai tersadar dan membalik tubuhnya untuk melihat wanita itu.
“apa yang terjadi, tante ?” sivia malah balik bertanya, wajahnya terlihat lelah karna beberapa waktu belakangan ini tidak tidur dan menangisi alvin.
“apa pedulimu, sekarang kalian pergi. Aku tidak mau kalian bertemu dengan alvin, aku tidak akan mengizinkan kalian bertemu dengan alvin lagi. TIDAK AKAN.” Bentak shilla, perlahan air matanya juga ikut mengalir. Pandangannya mulai mengabur karna bendungan air mata, jika boleh jujur hati kecilnya meronta-ronta dan berdemo atas tingkahnya.
“tante, jangan seperti ini. jelaskan semuanya, tan. Kami tidak mengerti.” Gabriel berdiri di samping sivia dan merangkul pundak sivia untuk menenangkannya.
 “pergiii, kaliaaan. PERGI SEKARANG.” Ronta shilla, ia tidak perduli dimana tempatnya sekarang. Rumah sakit, yeaaah ! tempat yang tidak menyukai suara berisik karna akan mengganggu kenyamanan pasien lain dan mungkin itu tidak berarti lagi untuk shilla.
Bukannya menjauh tapi sivia malah mendekat dan mencoba menenangkan wanita tersebut. Dipeluknya tubuh shilla yang sama bergetar seperti tubuhnya sekarang. “jangan menyentuhku. PERGI KALIAN.” Ronta shilla sambil mendorong tubuh sivia untuk menjauh.

‘PLAK’



--------------------------------------------------B_E_R_S_A_M_B_U_N_G----------------------------------------


Huaaaaaaaaaaaa ! hiyaaaaaaaaaaaat ! akhirnya bersambuung juga...
maaf, kalau tidak memuaskan. Aku sudah semampunya membuat part ini...
Yasudaaaaah, sekali lagi admin minta maaf yah..

jangan lupa C&L, yaudah... byebyebye
J




Tidak ada komentar:

Posting Komentar