Minggu, 19 Februari 2012

MIRIS (Akhir Cerita/Kisah) #part 3

+++MIRIS (Akhir Cerita/Kisah) #part 3+++

Setiap kalimat membutuhkan beberapa kata pilihan...

Pilihan...
Tidak selamanya pilihan akan berujung kebimbangan...
Yang dibutuhkan hanyalah kemantapan hati,,,
Setelah itu apapun yang terjadi, maka ikhlaskanlah...
Karna hanya itu yang dapat kita lakukan,,,
Tapi ingat setiap pilihan pasti ada resiko yang harus ditanggung sendiri....

Memilih atau dipilih ??? heh.... :*

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tampaknya malam ini dia tidak akan butuh cahaya rembulan, hanya saja membutuhkan cahaya hati. Cahaya yang bisa menerangi setiap kerudupan sisi kosong didalam hati. Kekosongan yang terjadi karna pilihan yang menggantung. Setidaknya ada beberapa pilihan yang belum ditentukan untuk  menerangi sisi redup ruangan hatinya.
“arghhhhh.” Pemuda tersebut mengerang, mencoba meluapkan semuanya hanya dengan mengerang. Seakan-akan Tidak ada kata lain untuk menggambarkan kerisauan hatinya.

====FLASHBACK ON++++

“kamu sudah melihat kondisi adikmu, iel.” Tanya shilla, setelah melihat kedatangan agabriel dari lantai dua.
“hmmm, iya. terus ?.”
“kamu bisa mengalah untuknya ?.”
gabriel menautkan kedua alisnya, mengisyaratkan kalau ia tidak mengerti maksud wanita yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri itu. “bicaralah yang jelas, aku tidak mengerti.”
“mengalah untuk alvin, jangan membuatnya sakit hati lagi dengan tingkahmu yang mencoba membuatnya cemburu dan merebutkan sivia.” Kata shilla, suaranya terdengar bergetar dan seperti orang yang sungguh sangat amat memohon untuk dikasihani.
Gabriel diam, ia tidak ingin langsung mengiyakan atau menolak keinginan shilla. semua ini adalah hal gila yang tanpa sadar telah menyodorkan dua pilihan yang mau tidak mau harus dipilih oleh gabriel. “gabriel, tidak bisa tante.” Kata gabriel, perlahan matanya tertutup sambil berharap kalau pilihan yang diambilnya ini benar-benar pilihan yang tepat.
“harus bisa iel, kalau tidak kamu akan semakin membuat alvin sakit.” Bujuk shilla.
“huh ! aku tidak akan mengalah, alvin tidak akan suka bila aku mengalah untuknya. Dia akan merasa dikasihi kalau gabriel mengalah dan tante tahu alvin tidak suka dikasiahani.” Kata gabriel mantap, menurutnya ini adalah pilihan yang tepat.
Mengalah untuk alvin akan membuatnya sangat merasa bersalah pada pemuda itu. Apalagi mengingat setiap perkataan alvin yang memperingatinya untuk tidak mengalah hanya karna pemuda tersebut adalah laki-laki pengakitan. Gabriel tahu, alvin begitu semangat bersaing dengan dirinya dan hal itu akan lebih berarti untuk menguatkan hati mereka berdua. Memilih atau dipilih ????

=====FLASHBACK OFF+++++

Ingatan beberapa jam yang lalu tersebut masih berputar-putar dikepala gabriel. Seakan menyudutkan dirinya pada keraguan hal yang sudah menjadi pilihannya. Namun tampaknya, meskipun gabriel telah menjawab dengan mantap, tapi sekarang rasa ragu itu datang dan meyesali dirnya yang memilih tanpa memikirkan resiko apa yang akan terjadi bila nanti alvin terus menerus merasa sakit hati dan tentu saja itu akan mempengaruhi kondisi alvin secara tidak langsung.
“ini pilihan terbaik.” Kata gabriel memantapkan hatinya. Ia tidak boleh mengalah, ini juga untuk alvin. bukankah tanpa sadar ia sudah menorehkan sedikit warna-warna pokok untuk hidup alvin, bersaing hanya untuk mendapatkan cinta adalah hal yang menyenangkan dan bisa membuat hidup lebih menantang, serta lebih berwarna.

^^

Suasana tampak lebih ramah untuk dua anak manusia ini, percik-percik air langit lebih senang menikmati kebersamaan mereka atau malah mereka yang menikmati percikan-percikan trsebut. Namun kelengangan tidak dapat terhindari diantara mereka, mulut mereka seakan bungkam. Apalagi satu dari mereka masih menyimpan amarah karna cemburu.
“al, knapa diam ?” tanya sivia, sorot matanya masih tertumpu pada rintik-rintik air dihadapannya.
“gak ada.” Cuek alvin, posisinya berada diselebah sivia dengan pandangan yang sama dengan sivia.
“kamu marah ya, vin ?.”
“buat apa marah sama kamu, buang-buang waktu. Lagian kamu ada salah ya ?.” jawab dan tanya alvin.
“ya sih, aku merasa ada salah sama kamu.” Kata sivia, ia sendiri bingung dengan dirinya. Hatinya mengatakan kalau dia harus minta maaf karna ada kesalahan yang harus dibicarakan pada pemuda di sampingnya ini. Tapi nyatanya ia sendiri tidak tahu apa masalahnya. Membingungkan ! aneh.
“apa ?.”
“aku salah membuatmu sakit hati.”
Alvin menautkan alisnya, ia bingung dari mana gadis ini tahu kalau dia sedang sakit hati atau lebih tepatnya cemburu. Alvin mengalihkan titik fokusnya kearah sivia, melihat wajah gadis tersebut dan mencari sesuatu yang bisa menjelaskan arah pembicaraan ini.
“kamu cemburu ?.” tanya sivia, mulutnya tidak segan-segan mengungkapkan sesuatu yang berdasarkan feelingnya sendiri. “iya, aku merasa kamu cemburu melihat kedekatanku dengan gabriel.” sivia memperjelas perkataan -nya, Sivia menoleh kealvin hingga membuat matanya beradu pandang dengan mata alvin dan mulutnya mengembangkan senyum manis. “apa kamu beneran cemburu ?.”
Alvin cukup kaget dalam hati, tapi meskipun begitu raut wajahnya masih saja datar. Perkataan sivia tadi benar-benar diluar dugaannya, padahal ia sudah menutup rapat-rapat bukti kalau dirinya sedang cemburu, apa sebegitu jelaskah kalau dirinya sedang cemburu, sampai-sampai gadisnya ini tahu ?. Apalagi yang tahu hanya mamanya, shilla. Kemungkinan untuk wanita tersebut mebocorkannya sangat tipis, karna ia tahu kalau mamanya tidak ingin ikut campur dalam masalah cintanya ini.
Tahu akan dirinya tidak mempunyai bakat berbohong, alvin hanya mengangguk pasrah. Emang iya dia cemburu, lantas tidak ada yang perlu disimpan-simpan lagi. “hah ? serius ?.” tanya sivia tidak percaya.
Alvin kembali mengangguk pasrah, “ckckck, gak nyangka.” Gumam sivia, pasalnya dia tidak percaya dengan pengakuan alvin. bukan, bukan tidak percaya. Tapi dia hanya tidak habis pikir dengan pemuda dihapannya ini, sebegitu poloskah pemuda tersebut sampai-sampai soal perasaanya saja diakui secara terang-terangan seperti tadi. Orang yang jujur, pikir sivia.
“ya sudah, terserah.” Alvin kembali menatap percikan-percikan air hujan. Mencoba mengabaikan apa yang sekarang menjadi kegelisahan barunya. Alhasil suasana kembali hening. Sivia yang tadi bertanya-tanya, sekarang malah memilih untuk ikut diam. Gadis tetrsebut bingung mau mengatakan apalagi, jujur saja kalau sekarang dia sangat senang dengan pengakuan alvin. cemburu berarti suka, atau bahkan cinta, pikirnya lagi.
“berarti kamu menyukaiku.” Cetuas sivia dengan nada riang. Alvin kembali menoleh, bibirnya mengembangkan senyum manis serta diikuti dengan anggukan yang mengisyaratkan kebenaran. “hahaha... kau aneh vin.”
Alis alvin kembali bertautan. aneh, kenapa dirinya dibilang aneh ?, tanya alvin dalam hati. Sivia yang tahu arti tatapan pemuda tersebut dengan santainya menjawab. “kau aneh, biasanya cowok itu jaim banget kalau ngakuin perasaannya. Nah ini, kamu malah dengan polosnya mengakui perasaannya. Tanpa ada pembelaan atau penyangkalan sedikitpun. Hahhaha.” Sivia tertawa kecil.
“kanapa mesti menyangkal, kalau aku menyangkal atau sok jaim berarti aku membohongi diriku sendiri dan itu akan menyakitkan hatiku. Lagipula dari kecil sampai sekarang aku jarang berbohong sama siapapun, jadi aku gak punya bakat untuk bohong deh. Hehe...” alvin nyengir gak jelas sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, wajahnya tampak lucu dengan rona merah dipipi mulusnya, -mungkin- sedikit salting dan menahan malunya.
“haha, kau lucu. Ishhhh.....” gemes sivia, tangannya mencubit pipi alvin. “gak salah deh kalau juga suka sama kamu.” Mata sivia berbinar-binar mengatakan persaannya juga. “terus kalau sama-sama suka berarti kita...” sivia menggantungkan kata-katanya sambil menunduk malu, tampaknya alvin mengerti.
“tidak secepat itu, sivia.” Kata alvin, kepala sivia mendongak menghadap alvin yang kembali dengan ekspresi wajah datarnya. Sivia bingung dengan arti kalimat yang dilontarkan alvin.
“maksudmu ?.”
“maksudku, tidak secepat itu kita mengawali hubungan yang lebih dari kata sahabat. Masih banyak yang belum kita mengerti. Lagipula kita maih saling suka dan itu bukan berarti CINTA. Mantepin hati saja dulu, yang ada disini cuman SUKA ata sudah CINTA.” Jelas alvin sambil meletakan tangannya didada, mimik wajahnya tidak berekspresi apapun. Sebenernya dia berat mengatakan hal ini, bukankah sudah pasti kalau dirinya memang sangat mencintai sivia, tapi menurutnya ini adalah hal yang terbaik. Dia tidak mau terlalu terburu-buru, apalagi gabriel masih saja gencar merebut sivia dengan aksinya. Tanpa dikatakan dengan mulut, ini sudah menunjukkan kalau alvin sudah berhasil memenangkan hati sivia, tinggal selangkah lagi dan dia akan memenangkan semuanya.
“hmmm... baiklah, kalau begitu kita PDKT saja selam 5hari untuk memantapkan hati ini.” Kata sivia, suaranya masih terdengar riang, tangannya juga ikut ia letakan didadanya seperti apa yang dilakukan alvin tadi, sorot matanya menunjukkan kekecewaan. Apalagi yang harus dimantapkan, kalau hatinya sendiri mengatakan kalau ia sudah sangat mencintai pemuda disampingnya ini.
“haha, iya deh... 5hari untuk PDKT. Deal !” kata alvin sambil mengacungkan jari kelingkingnya. “deal !” kata sivia, kelingkingnya sudah terkait dengan kelingking alvin.

^^

Gabriel memantul-mantulkan bola basketnya dengan penuh emosi, konsentrasinya membuyar begitu saja dan menguap bersama dengan moodnya. beberapa tembakkan lay up yang ia lakukan dari tadi , tidak satupun yang masuk dengan  mulus kedalam ring. “arghhhh...” gabriel putus asa dan melempar bola tersebut kepermukaan lapangan dengan keras, hingga membuat bolla terpantul keras dan ditangkap oleh seseorang.
“wahhh, iel. Permainan loe buruk banget hari ini, tidak biasanya.” Komentar rio yang menangkap bola basket gabriel.
“hahaha. Lagi patah hati kali tuh. Keliatan banget.” Celetuk cakka sambil tertawa geli.
“arghhh. Diem deh, jangan banyak omong loe semua.”
“ckckck, santai bro. Jangan kayak orang kebakaran jenggot loe, patah hati aja sampai segitunya. LEBAY.” Sambut satu orang lagi, orang yang berbeda dari cakka ataupun rio.
“suka-suka dong. Lagian nih ya, loe semua ngeganggu gua aja. Lagi galau nih gua.” Mereka semua tertawa terbahak-bahak mendengar kata gabriel yang sedang ‘galau’. Padahal tidak ada yang lucu, hanya saja baru kali ini mereka mendengar sobat mereka yang satu ini galau gara-gara cinta. “ketawa lagi loe semua, gak lucu.”
“hahaha, udah ah.loe galau aneh banget, sekali galau langsung kayak orang gila.” Cerca agni. Mereka semua menghampiri gabriel dan menepuk pundak sahabatnya yang kali ini sedang bertingkah. “loe galau kanapa iel ?.”
“biasa gara-gara cewek.” Kata gabriel dengan nada lesu. Pikirannya melambung saat malam kemarin, saat ia menguping pembicaraan sivia dan alvin. padahal kemarin malam ia sempatkan diri untuk menjenguk alvin, meskipun sedang hujan deras. Namun semua yang ia dengar malah membuatnya mengurungkan niat dan kembali pulang dengan sejuta keresahan.
DEG !!! jantung salah satu dari mereka berdetak tak wajar. Ada rasa sakit ketika gabriel mengatakan masalahnya dengan seorang cewek. Ada rasa sakit yang menjalar dan menyakitinya secara telak pada ulu hatinya. Apa ini cemburu ? sebeginikah sakitnya yang dinamakan cemburu ? kalau begini sakitnya apa boleh ia memilih untuk tidak mencintai laki-laki tampan macam gabriel, tapi tampaknya terlambat. Cinta sudah memilih dan itu tidak bisa disangkal sama sekali, meskipun rasa sakit hati karna cemburu membuatnya sangat amat tersiksa.
“tumben ada masalah sama cewek.” Zevana nyeletuk ringan, semua mengangguk membenarkan. Maklum saja, selama ini mereka tahu kalau gabriel sangat cuek dengan cewek, terkecuwali pada sahahabat-sahabat ceweknya seperti zevana, agni, dan ify.
“tau deh.” Pasrah gabriel, wajahnya masih buram seperti kaca yang tidak pernah dibersihkan.
“ckckc, udahlah. Cewek bukan cuman dia, ntar gua kenalin sama yang lebih cantik, asik, dan pintar. Cihuiiii deh pokoknya.”tawar cakka semangat, semua menatapnya dengan tatapan benci dan cukup membuat cakka meringis.

‘PLETAK’ Agni menjitak kepala kekasihnya yang cukup streeees macam cakka, semua langsung tertawa melihat tingkah pasangan gila yang satu ini. Dengan kehadiran beberapa sahabatnya ini, gabriel dapat menghilangkan sedikit sakit hatinya.
Sementara satu diantara mereka hanya dapat menahan cemburu, menahan apa yang juga dirasakan gabriel saat ini. Meskipun tawanya ikut meledak dan mulutnya masih bisa menyunggingkan senyum, tapi jauh dihatinya rasa sakit itu tetap menikam dan membuat perasaannya kocar kacir.
“hay, disini ternyata kalian.” Sapa seorang gadis yang baru saja menghampiri mereka. Semua mendongak menghadap gadis yang berdiri dihadapan mereka.
“wahhh, via. Kemana aja loe, jam segini baru keliatan.” Omel ify, yang diomelin hanya cengar-cengir kayak orang gila.
“hehehe, biasa. Lagi bantu buk ira beresin perpustakaan.” Jawabnya santai.
Gabriel yang sedari tadi menunduk, merasa familiar dengan suara gadis yang baru saja datang. “sivia.” Panggilnya pelan, gadis tersebut yang ternyata adala sivia pun melihat kearah iel.
“loh iel, ngapain disini ?.” tanyanya, tidak percaya. Sebelumnya sivia tidak pernah melihat gabriel bersama teman-temannya ini. Setau sivia, dia tidak pernah tau kalau gabriel juga mengenal teman-temannya.
“kalian udah saling kenal, kan gak pernah ketemu.” Kata cakka bingung.
“begok loe, kalo gak pernah ketemu, gimana bisa mereka saling kenal. Paling ketemunya waktu kita gak ngumpul bareng kayak gini, apalagi sivia jarang maen sama kita belakangan ini.” Ujar agni.
“eh, duduk dulu deh, gak enak kita duduk sedangkan loe berdiri kayak gitu.” Kata sevana, mempersilahkan sivia untuk duduk disampingnya, sebelumnya sivia gak kenal sama zevana dan gabriel karna mereka tidak satu sekolah.
“iya, makasih.” Siviapun duduk dan melanjutkan perbincangannya. Mengenai mengapa ia tidak mengenal dua makhluk yang menurutnya asing selama berteman dengan rio, cakka, agni, dan ify.
“kenalan dulu, gua zevana, panggil zeva aja.” Kata zeva memperkenalkan diri.
“sivia, panggil via aja.” Sivia mengulurkan tangannya untuk zevana, tapi zevana tidak menyambut uluran tangannya, bahkan dengan enteng ia langsung buang muka kearah lain.
Sivia dengan canggungnya menarik kembali tangannya, membiarkan zevani dengan sifat anehnya. “btw, kalian kok bisa kenal sama gabriel dan zevana ? sementara gua gk kenal.” Tanya sivia mulai penasaran.
“aelah, via. Kitakan satu kelas di MSP. Loe nya aja yang sendirian dikelas vokal. Lagian akhir-akhir ini loe jarang ngumpul bareng kita.” Kata ify menjelaskan, sementara sivia cuman mangut-mangut gak jelas.
Selama perbincangan ringan yang mereka lakukan, gabriel malah diam dan lebih memilih untuk memperhatikkan wajah sivia. Tatapan matanya masih saja menyiratkan kegelisahan, gelisah kalau nanti gadis yang dicintainya ini benar-benar menjadi milik alvin.
 “wew, udah sore. Gua pulang duluan yah. Ada yang nunggu dirumah.” Pamit sivia, “oh ya, iel. Loe ikut kgak nih kerumah alvin, pulang ini gua mau langsung kerumahnya.”
Gabriel tersadar dari lamunannya yang sedari tadi melayang. huh ! alvin lagi, keluhnya. “hmmm...” bingung gabriel, sebenarnya dia mau ikut, biar bisa mengganggu acara PDKT sivia sama alvin, tapiii gimana dengan zevana. Sekarang dia ada janji dengan zevana untuk jalan-jalan.
Gabriel melihat kearah zevana, sementara yang dilihat langsung buang muka gitu aja. “terserah loe.” Ketus zevana yang mengerti arti tatapan gabriel.
“kgak deh vi, gua ada janji sama zeva. Besok aja deh, gua titip salam sama alvin dan tante, bilangin kgak bisa dateng ada urusan dikit.” Sivia mengangguk dan berjalan pergi meninggalkan teman-temannya yang masih tidak bergeming dari tempat duduknya.
“alvin siapa, iel ?.” tanya rio, penasaran.
“mau tau aja loe pesek.” Jawab cakka.
“woiiii, cicak tengkurep. Gua nanyak gabriel, bukan nyak loe. DASAR CICEK PICEk !.” teriak rio gak terima.
“serah gua dong, gua juga denger. Jadi gak papa dong gua yang jawab, PESEK.” Balas cakka.
“tapi gua nanyak ke gabriel bukan nanyak sama loe, CICAK....”
“ahhh,,,, mending pantunan deh, denger nih.” Kata cakka menyudahi pertengkarannya dengan rio, semua langsung pasang kuping buat denger pantun cakka.
“ada kucing dalam keresek, rio cungkring idungnya PESEK (RISE, visss ye. Kan becanda). Hahahaha...” kata cakka dengan pantun mengejeknya, membuat semua tertawa terbahak-bahak sampai sakit peru. Sementara rio hanya manyun saja.
‘PLETAK’ tangan rio menjitak kepala cakka, tapi cakka malah semakin tertawa terbahak-bahak dengan yg lainnya. 


--------------------BERSAMBUNG---------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar