Sabtu, 25 Februari 2012

MIRIS (Akhir Cerita/Kisah) #Last part

cover CERBUG MIRIS



+++MIRIS (Akhir Cerita/Kisah) #part 7+++


(sivia P_O_V)
ini bagian dari akhir kisahku...
atau bagian dari ending ceritamu...
bila pada bagian ini, aku masih dapat memilih...
maka yang kupilih adalah akhir yang menyenangkan (HAPPY ENDING)

tapi sadarku,,,
bukan hanya aku pemeran utama dari cerita ini...
kau juga, kau adalah pemeran utama dari yang paling pertama...
bahkan semua akhir telah di serahkan padamu...
jadi akhir mana yang akan kau pilih di ceritamu ini ???
akhir apa yang akan kau tentukkan untuk bagian penentu ini ???
pilihlah, aku telah pasrah pada akhir yang ingin kau tuangkan pada kisah ini...

akan kubiarkan kau yang memilih,
jika pilihan ini adalah pilihan terakhir untuk hidupmu,
maka biarkan aku menangis bila nanti iini memang akan menjadi akhir dari segala kisah cinta kita...
namun jika pilihan ini adalah pilihan awal dari segala kisah kita,
maka biarkan aku menangis bahagia di dalam pelukkan hangatmu...

pilihlah, alvin...
HAPPY ENDING or SAD ENDING :|

__________________________________________________________________________________

Sivia membeku ditempat duduknya, memikirkan bagaimana rasa rindunya terbalaskan kalau dia sendiri tak bertemu dengan alvin, kira-kira seminggu sudah pemuda itu tak tampak dikehidupannya. Kali ini sudut ruangan musik menjadi tempat galau yang paling sempurna untuknya, terdiam dibalik piano putih kebanggan sekolahnya.

Bergetar jiwa dipersada bercahaya,,,
Pertemuan harapan pertama kalinya...

Sivia mulai menekan Tuts tuts piano putihnya, mencari dimana nada pilu yang akan siap menemaninya mengisi ruang-ruang hampa dihatinya. Belum cukupkah kisah miris ini menjerat hatinya, hingga membuatnya terpisah dengan alvin untuk kesekian kalinya. Kapan suasana akan memihak kepadanya, atau kapan kisah cinta ini akan memilih suasana yang bahagia. Selalu berujung dan berakhir menyedihkan, atau kisah cinta mereka selalu bergantung pada takdir yang memunculkan harapan-harapan kosong dibalik kenyataan.

Bergetar jiwa kuhadapi mimpi-mimpi,,,
sukar dipercaya, tentunya terbuka...

Seharusnya tak ada lagi peratapan seperti ini, mengingat sebuah cincin cantik telah melingkar dijari manisnya. Yang harus ia lakukan hanyalah meneguhkan jiwa, percaya kalau nanti semuanya akan berakhir bahagia. ‘Semuanya akan terbuka lebar, sivia. Kenyataan itu akan terkuak, apapun yang terjadi alvin hanya untukmu.’ Lirih sivia dalam hati, sebenarnya kata-kata itu hanya untuk meneguhkan hatinya, ia mencoba mempercayai harapan-harapan kosong yang selama ini menemani hubungannya bersama alvin.

disini jua memori tercinta, walau seketika terjalin kasih kita...
Mungkin disini kitakan terpisah, kenangan bersama... tiada kulupa...
mengalun suara sesuri bisikan hati, seiringnya mencari alur tersendiri...

yg terpahit jua termanis semuanya bagikuu terindah,
kuingati buat selama-lamanya...

setetes air mata pilu mengalir disudut-sudut mata bulat sivia. Sekelebat memori pertemuannya dengan alvin memutar bak kaset lusuh yang telah lama terpendam, hingga putaran pertemuan terakhirnya bersama alvin menjadi penutup ingatannya. Terlalu manis dan terlalu pahit jika diingat, tak ada satupun bagian yang dapat ia lupakan, semuanya terekam sempurna tanpa ada bagian yang harus terlupa.
Hingga Tamparan tangan shilla minggu kemarin menjadi ingatan penutupnya. Sakit sekali rasanya, sakit bukan karna tamparan tangan wanita muda itu, tapi sakit karna ucapan wanita itu yang memintanya menjauh dari alvin. itu tak mungkin terjadi, sivia tak mungkin menjauhi alvin, sivia tak mungkin berjauhan dengan tunangannya, sivia terlalu mencintai alvin. lantas apa yang harus kulakukan, lirihnya dalam hati.

“loe gak bisa begini terus vi, alvin butuh loe bukan butuh air mata loe.” Celetuk ify disela isakan sivia, ia ikut sakit melihat sahabatnya seperti ini. “loe harus ngelakuin sesuatu, sekarang gliran loe yang harus berjuang dan berkorban.” Lanjutnya.
Sivia masih membatu, membeku dibalik piano putihnya. Sivia membenarkan kata-kata ify, sekarang memang ia yang harus berjuang dan berkorban, mungkin alvin juga merindukannya. Bukannya GR, tapi hatinya tak dapat dibohongi, ada rasa yang memenuhi dadanya, rasa yang berhubungan dengan persaan alvin saat ini juga.
‘gue harus ngelakuin sesuatu’ balas sivia dalam hati, ia bangkit dari tempat duduknya seraya menyeka kasar bulir-bulir air matanya, senyumannya pun mengembang sempurna. “thanks fy, Loe bener.” Kata sivia sambil berjalan mendekati ify dan memeluk shabatnya tersebut. Ify membalas pelukkan sivia, senang bisa ambil andil dalam menyemangati sahabatnya tersebut.
“buat akhir yang terbaik, meskipun loe harus sakit hati. Belajar menerima segalanya.” Kata ify lagi sambil melangkah meninggalkan sivia.
Untuk kalimat yang tadi, sivia tak mengerti sedikitpun. Apa maksudnya ‘buat akhir yang terbaik, meskipun loe harus sakit hati. Belajar menerima segalanya.’ !!! tidak, tidak akan ada yang berakhir, semuanya harus berjalan kembali, kisah cinta kita gak akan berakhir vin, gue akan berjuang buat pertahanin segalanya.

^^
Sivia berjalan dilorong-lorong rumah sakit, sesekali ia melihat jari manisnya dan tersenyum hambar menatap cincin tunangannya bersama alvin. tanpa disadari kakinya kini telah berhenti berjalan dan diam tepat didepan ruang ICU. Dari balik kaca sivia masih dapat melihat pangerannya terlelap, mungkin belum terbangun sejak seminggu yang lalu. Sefatal inikah dampak dari cahaya matahari itu, vin ? sampai membuat ragamu tak bergeming jua, lirih sivia.
“hay, sivia.” Sapa seseorang sambil menepuk pundaknya dari belakang. Lantas membuat sivia berbalik dan mendapati orang tersebut tersenyum hangat kepadanya.
“kak zahra.” Sebut sivia girang. Dra.zahra yang notabennya adalah kakak sepupu sivia kembali tersenyum, ia cukup tahu tujuan sivia kesini. “hmmm, kak bagaimana keadaan dia ?.” tanya sivia to the point aja.
“huh ! ya kayak yang kamu liat vi. gak ada perkembangan sama sekali.” Lirih zahra, tidak tega rasanya menyampaikan hal tersebut kepada sivia.
“emang dia sakit apa siih kak, sampai gak bangun-bangun ?.” terdengar nada keputus asaan ketika sivia bertanya lagi, ia berbalik dan kembali menerawang lurus kebalik kaca, menatap kosong pangerannya yang sama sekali tidak bergeming.
“maaf vi, kakak gak bisa bilang. Itu privacy pihak keluarga.”
“ohahaha, iya deh gak papa kak. Tapi sivia boleh masuk gak, sivia kangen sama alvin.” pinta sivia sambil berbalik kembali dan menatap zahra dengan tatapan memohon.
Zahra tersenyum lagi, menjawab permintaan sivia hanya dengan anggukan kepala. “tapi jangan lama-lama ya vi.” kata zahra, sivia mengangguk dan hormat seperti seorang satpam yang sedang menghormati atasannya. “oke kak, makasih ya.”

Sivia membuka pintu ruang ICU, menyeruak masuk dan mengenakan pakaian yang entah disebut apa. Untuk hari ini sivia tidak bisa terlalu lama melihat alvin, pasti sebentar lagi shilla akan datang dan akan mengusirnya jika ia melihat sivia berada diruangan gelap gulita ini.
“al, aku dateng. Udah seminggu gak ketemu kamu. Aku kangen sama kamu, mmm ! kamu kangen gak sama aku.” Kata sivia pelan, nada lirihnya tak terdengar lagi. Kali ini ia tidak mau menangis didepan alvin, ia tahu alvin butuh dirinya bukan air matanya. “kalau kamu kangen sama aku, kamu bangun ya. Masa tidurnya lama banget. Mimpi apa sih, sampai kamu nggak mau bangun.”
Dibalik ramang-ramang ruang ICU, akhirnya air mata sivia jatuh juga. sivia Menangis tanpa isakan, menangis tanpa nada lirih, mangis dalam diam. “bangun ya sayang, aku kangen kamu.”
Sivia mengecup hangat kening alvin, kemudian minta izin pada pangeranya untuk pulang sebelum shilla datang. “nanti aku dateng lagi, tapi kalau aku dateng kamu harus sudah bangun ya sayang.” Bisik sivia. “sekarang aku mau pulang, nanti kalau mama kamu dateng bilangin sama beliau kalau aku masih mau ketemu sama kamu, masih mau deket kamu, bilang sama dia jangan suruh aku pergi dari kamu karna aku nggak mau jauh dari kamu.”
“sayang, I LOVE YOU.” Sivia meninggalkan ruang ICU setelah mengganti pakaiannya kembali.
Dari balik pintu ruang ICU, shilla sudah menangis. Terharu mendengar sayup-sayup suara sivia yang tadi menyapa putranya. Ada rasa bersalah ketika ia mendengar semuanya, salah kalau dia mencoba memisahkan sivia dari alvin, salah karna dia telah menyalahkan sivia, dan salah karna keegoisannyalah yang membuat hati sivia tersakiti.
“ta... tan...te...” kaget sivia ketika membuka pintu ICU, matanya membulat penuh mendapati wanita muda itu berdiri dibalik pintu, takut kalau nanti wanita itu memarahinya lagi atau bahkan kalau wanita itu menyuruhnya menjauhi alvin.
Shilla menyeka kasar air matanya, dengan gerakan cepat ia memeluk tubuh sivia. Kemarahan yang selama ini menjerat nuraninya kian menguap didalam pelukan hangat sivia yang membalas pelukannya.
“maafkan tante, via.” Sivia mengangguk samar, jauh-jauh hari ia sudah berfikir kalau tidak ada yang perlu dimaafkan dalam hal ini karna semua selalu berhubungan dengan peran kita dalam setiap moment-momen berharga.

^^

Protoporphyria Erythropoietic dan congenital heart disease sivia, gabriel, rio, ify, zevana, dan agni terperanjat mendengar dua nama penyekit yang disebutkan shilla. Sekarang merekas sedang menunggu dokter zahra memeriksa keadaan alvin.
Shilla pada akhirnya menceritakan semua tentang penyakit alvin, penyakit yang membuat putranya tidak bisa bebas seperti remaja biasa. Miris rasanya mencerita sesuatu yang telah lama menyiratkan kepedihan dihidup alvin, tapi inilah saat dimana mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Protoporphyria Erythropoietic adalah penyakit yang membuat alvin tak bisa terkena sinar matahari secara langsung. setiap kali alvin terkena sinar matahari biarpun sedikit saja, maka alvin akan merasakan sakit yang luar biasa di kulitnya dan kondisi ini tidak bisa disembuhkan oleh apapun.” Shilla diam sebentar, mencoba menahan air matanya yang sudah membendung disudut-sudut matanya. Sementara yang lain hanya diam dan merasa miris dengan keadaan ini. “awalnya alvin hanya dikatakan mengalami congenital heart disease, atau lebih sederhananya Lemah Jantung Bawaan. Tapi pada saat alvin berumur 3 tahun, secra tiba-tiba tangan dan wajah alvin membengkak. Tante langsung membawanya ke South Tyneside District Hospital, di west bolton tempat kami tinggal dulu. Dokter menyatakan kalau alvin mengalami kelain kulit genetik langka. Saat itu tanten sudah putus asa dan saat itu juga tante memilih kembali ke Indonesia.” Shilla menghirup udara disekitarnya dan menghembuskannya perlahan. “kalau dihitung sampai sekarang sudah belasan tahun alvin hidup dengan dua penyakit tersebut, membuat alvin harus terpaksa meninggalkan setiap masa yang seharusnya alvin jalani. Setiap hari teman setianya hanya obat-obat yang berfungsi untuk mengontrol daya tahan tubuhnya dan menjaga sel-sel kulitnya supaya tidak semakin rusak.”
Air mata itu akhirnya tumpah juga, tidak ada yang bisa membendung bulir-bulir air mata itu lagi karna siapapun yang berada diposisi tersebut pasti akan merasakan hal yang menykitkan, menerima kenyataan yang sungguh tidak pernah terduga untuk mereka. Sivia yang merasa terpukul langsung memeluk tubuh gabriel yang berada disampingnya, ia butuh pondasi saat ini.
“ta... tapi... alvin masih bisa hidupkan tan ? alvin gak akan tinggalin kita kan ?.” tanya sivia dengan suara paraunya.
“ntahlah vi, tante sudah pasrah.” Gumam shilla. “kemarin dokter mengatakan kalau mereka sudah tidak bisa berbuat apa-apa, kinerja jantung alvin sudah benar-benar melemah, sel-sel kulit alvin semakin rusak dan mengakibatkan rasa sakit disekujur tubuh alvin akan semakin menyiksa.” Lanjut shilla menjelaskan.
Sivia semakin terisak, ia merasa tidak adil dengan semua ini. mengapa takdir menuntutnya untuk merelakan orang yang sangat amat disayangnya saat ini. sivia tidak akan sanggup kalau harus kehilangan alvin, dia masih ingin bersama alvin, masih ingin melihat senyum manis alvin,  masih ingin mendengar tawanya, masih ingin melewati semuanya didalam kegelapan bersama alvin, dan dia masih ingin mendengar pemuda itu bernafas untuknya.

‘CKLEK’ pintu ICU terbuka, zahra dan dua orang suster keluar dari balik pintu.
“dia sudah sadar, katanya dia mau bertemu dengan nyonya.” Kata zahra sambil berlalu bersama kedua suster tadi.
Shilla membuka pintu ICU dan berjalan mendekati alvin. “mama” sapa alvin parau, shilla hanya tersenyum dan semakin mendekat.
“alvin kok tidurnya lama banget sih. Mama kan takut ditinggal sendirian.” Kata shilla sambil membelai rambut anaknya.
Dari balik masker oksigen, alvin terlihat terkekeh pelan. “alvin kan lebih seneng tidur daripada ngerasa sakit ma.” Jawab alvin seadanya. Shilla tersenyum miris.
“ma, avin pengen lihat matahari terbit.” Pinta alvin manja.
“nanti kalau alvin sembuh mama bakalan ajak alvin lihat matahari terbit bareng yang lainnya juga. Makanya alvin cepet sembuh ya.” Alvin mengangguk dan kembali tersenyum. “mama janji.”
“iya sayang, mama janji.” Kata shilla.

Hening merayap disekeliling mereka, shilla hanya diam seraya memperhatikan wajah pucat lavin. Sementara alvin lebih memilih diam karna sibuk memikirkan sivia. Ingin rasanya ia bertanya tentang gadisnya itu, tapi rasa sakit dijantungnya berhasil membuat mulutnya bungkam.
“alvin kangen sivia ?.” tanya shilla, tanpa suara alvin menjawabnya dengan anggukan. Shilla tersenyum dan bangkit dari tempat duduknya, ia berjalan keluar ruang ICU. Beberapa menit setelah itu pintu ICU terbuka kembali. Kini sivialah yang masuk dari balik pintu.
Dengan senyum yang mengembang sivia menghampiri alvin dan duduk disebelah kasur alvin. rasa rindu yang dipendam keduanya kini membelunjak kala mata meraka dapat melihat orang yang mereka sayangi.
“sivia kengen alvin.” bisik sivia ditelinga alvin, membuat alvin tersenyum senang mendengarnya.
“alvin juga kangen sivia.”

^^
Gelap gulita langit pagi membawa sensasi tersendiri untuk mereka, pemandangan perkotaan membentang seakan tiada berujung, namun Keelokan mentari terbit yang mereka tunggu belum juga terlihat. Mereka berdiri berjejer bersama pasangan-pasangan mereka sendiri ditambah dengan seorang wanita muda yang terlihat paling vocal atas apa yang sudah iya izinkan.
Gabriel dan zevana memilih menepi kesudut bangunan atap rumah sakit bersama cakka dan agni, disisi  berlawanan rio dan ify tampak bergandengan tangan dengan mesranya. Sementara dibagian tengah duduk shilla dan sivia dengan posisi mengapit tubuh alvin ditengah-tengah mereka.
Alvin tersenyum lemah dengan semangat yang berapi-api. Satu keinginannya akan terkabulkan. Melihat matahari terbit tanpa larangan. Kali ini ia ingin menantang matahari dalam diam. Rasa bahagia yang meluap-luap semakin membelunjak ketika menyadari keberadaan orang-orang yang sangat berarti dihidupnya kini berada disekelilingnya, apalagi ada sivia dan mamanya tersayang yang mengapit tubuhnya kini.
“I LOVE YOU my SUN.” Kata alvin ketika menyambut sembulan kecil di ufuk timur bumi. Kemenangan rasa ketika ia dapat menantang matahari kehidupannya. Namun semua itu tidak berlangsung lama ketika sinar-sinar itu menyentuh permukaan kulitnya, rasa bahagia dan kemenangan itu memudar seraya berganti rasa sakit yang kian menderu disekujur tubuhnya.
“al sudah ya, mataharinya sudah meninggi.” Alvin menggeleng pelan, ia masih ingin menantang matahari paginya.
“bentar lagi ma, 5 menit lagi.” Pinta alvin lirih, shillla mengangguk dan kembali diam. Sivia yg berada disamping kiri alvin sudah tak sanggup laggi, akhirnya air mata itu terjatuh juga. Secara beringsutan sivia memeluk tubuh alvin, isakkannya terdengar pelan namun cukup membuat teman-temannya iba.
“jangan nangis, aku masih disini sayang.” Kata alvin pelan, rasa sakitnya tak lagi terasa seiring dengan kesadarannya yang menipis dan menggerus untuk terlelap didalam pelukkan sivia.
Sivia yang merasa tubuh alvin memberatpun khawatir, khawatir kalau alvin akan meninggalkannya. “alvin.”
“iya vi, aku masih disini.” Sahut suara itu pelan, alvin tersenyum didalam pelukkan sivia. Sekarang ia siap mengakhiri jalan hidupnya, namun jalan cintanya masih akan terus hidup.
Detak jantung alvin semakin melemah, kesadaran yang semakin menipis membuatnya tetap bertahan dalam pelukkan sivia. Hingga akhir dimana jiwa dan raganya benar-benar harus terpisah, membuatnya menyunggingkan senyuman untuk yang terakhir dan semua penderitaan akhirnya mati berasama raganya.
Isak tanggis memburu diantara hembusan angin pagi, keelokan langit timur tak lagi membawa kesegaran. Kini yang terbawa hanya nada-nada minor periring kepergian alvin. gabriel yang dekat dengan alvin langsung jatuh tertunduk, tak sanggup melepas sepupu tercintanya. Agni yang juga merasakan kehilangan sosok teman barunya kini terisak dipundak cakka. tak jauh berbeda dengan agni, ify juga menangis di pundak rio. Suara isakkan mereka menjadi penghantar kepergian alvin.
Shilla menangis dalam diam, sekelebat memori bersama alvin kian berputar dalam ingatannya. Meskipun sudah dari jauh-jauh hari ia belajar menerima kenyataan ini, tapi tetap saja rasa sakkit karna kehilangan memburunya dan menggerusnya semakin mengecil diantara takdir-takdir lain.
Sivia sudah merasa jiwa alvin tak lagi bersemayam, ia tersenyum pedih. Sebelum hari ini dia juga sudah belajar untuk menerima kenyataan, tapi sayangnya sivia belum belajar bagaiamana cara melepaskan orang yang kita sayang tanpa rasa sakit dan tanpa air mata. Cara melepas orang yang kita sayang tanpa rasa sakit tak terdapat dalam filsafah-filsafah ilmu sosiologi atau PKN, tak juga ada dalam rumus-rumus matematika dan fisika, pernyataan dalam pelajaran bahasa indonesia pun tak dapat menemukan caranya, apalagi dalam pelajaran sejarah yang telah lama membahas tentang perkembangan kehidupan manusia dari bermilyar-milyaran tahun.
“alvin.” panggil sivia sambil merenggangkan pelukannya dan menyenderkan kepala alvin tepat dibahunya. “lagi tiga menit.” Sivia memperingati alvin akan sisa waktu yang tadi diminta oleh alvin sendiri.
Sivia mengecup kening alvin dan menggenggam tangan alvin lebih erat, mencoba memberi kehangatan pada tangan alvin yang sudah mendingin.
“jangan tidur dulu ya sayang, kamu belum nemenin aku lihat bintang nanti malam.”


=========================THE END (SAD ENDING)===========================
 
Sivia p.o.v
Pada dasarnya kematian adalah hal termutlak dalam peradaban hidup manusia, tapi bisakah kematian itu menunda barang semenit saja untuk menjemput orang yang kusayang. Huh ! TUHAN, bukan maksudku untuk mengkecam atau menolak takdirmu, tapi adakah satu keadilan untukku tetap bersama dengan alvin, adakah satu kesempatan untukku mersakan akhir yang bahagia ditengah-tengah kisah cinta miris ini.
TUHAN, maafkan aku. Kepergian alvin memang bukan akhir dunia, tapi bagiku kepergian alvin adalah akhir dari hidupku. TUHAN asti tahu, aku tidak bisa hidup tanpa alvin. tapi kenapa TUHAN masih menggoreskan takdir biadab itu diakhir kisah cintaku bersama alvin.
Huh !!! apa hyang harus aku lakukan ???

_________________________THE END______________________

hikshikshiks,,, akhirnya berakhir juga nih cerbung.
Gak tau deh kalian suka atau enggak, aku udah menyelesaikan cerita ini dengan mood yang berganti-ganti, jadi maaf kalau ceritanya rada aneh dan tidak berkenang...
Sebelumnya aku juga mau minta maaf kalau cerbungnya menyedihkan dan ada kata atau pengertian yang salah didalamnya. Maaf juga kalau ceritanya nggak ngefeel seperti apa yang para pembaca inginkan....
C&L !!!
byebye, see you next time and keep reading my story...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar