Look at
ALVIN’s eyes (part 5)
“kenalin
gue Ashilla, tunangannya alvin.” kata gadis tersebut ketika menjawab pertanyaan
sivia.
Sivia
mundur beberapa langkah, membekap mulutnya untuk menahan teriakan penolakkan
yang ingin keluar begitu saja ketika mendengar pengakuan gadis yang baru saja
memeluk tubuh alvin. rasanya ia ingin menangis sekencang-kencangnya saat itu
juga.
Gadis
yang bernama shilla tersebut langsung bingung melihat reaksi sivia, beberapa
menit kemudia dia tersenyum jahil dan mulai mengerti apa yang membuat sivia
bereaksi seperti itu. Ide jahilnya muncul lagi, kali ini mungkin akan berhasil
membuat sivia menangis. “gue sama alvin udah tunangan beberapa minggu yang
lalu.” Kata shilla lagi, seperti membanggakan apa yang diakui dirinya.
Sivia
semakin mundur, kali ini ia benar-benar ingin menangis. “aku pulang dulu ya,
nanti aku kesini lagi.” Kata sivia dengan nada suara bergetar, seperti menahan
tangis.
Sivia
berbalik, berjalan, dan menghilang dibalik pintu ruang rawat alvin. sivia menjauh, berlari di
lorong-lorong rumah sakit. ia tidak
peduli dimana tempatnya sekarang, tak peduli tatapan-tatapan bingung dari
penghuni rumah sakit yang melihatnya. Akhirnya sivia menangis juga, air matanya
menetes begitu saja tanpa bisa diseka lagi. Hatinya memberontak dan terus saja
menolak apa yang dikatakan shilla barusan.
“gue
kenapa sih ? kenapa gue harus nangis kayak gini.” Gumam sivia tidak jelas.
Langkahnya tak secepat tadi, Ia berhenti berlari tepat didepan gerpang rumah
sakit, langkahnya terkesan pelan dan gontai. “gue kan bukan siapa-siapanya
alvin.” kata sivia lagi, kali ini ia berusaha tenang dan meredakan tangisnya,
untung saja ia tidak sampai terisak. “arghhhhh, loe,,, loe bodoh sivia.”
Ntah
bagaimana dan kenapa, sivia berhenti berjalan tepat didepan rumah mewah nan
megah yang seingtanya adalah rumah lelaki masa lalunya dulu. Rumah itu tidak
pernah berubah, benar-benar tidak pernah berubah, baik warna, design, bahkan
taman yang ada dihalamannya. ‘loe kemana
sih ? gue kangen loe.’ Kata sivia membatin. Ia berharap dapat bertemu lagi
dengan orang dimasa lalunya tersebut. ‘gue
janji, kalau loe balik, gue nggak akan marah lagi sama loe.’ Kata sivia
lagi. Air matanya kemabli menetes, meski tidak sederas yang tadi.
Sivia
menutup matanya, mencoba menghentikan laju air mata yang masih saja mengalir.
Bukannya berhenti, tapi air matanya semakin banyak mengalir. Setiap tetes
bagaikan pengiring segelintir kenangan yang mulai berputar dikepalanya.
Pertengkaran malam itu. Arghhhh, kenangan menyedihkan itu berputar kembali,
kenangan yang membuat sivia membenci laki-laki masa lalunya, kenangan yang
hanya menggambarkan pertengkaran anak SMP masa itu, kenangan yang berujung pada
perpisahan, dan kenangan menyedihkan yang menjadi pertemuan terkahirnya bersama
laki-laki tersebut.
Sivia diam, mengamati setiap lekukan
keindahan diwajah laki-laki yang ada dihadapannya. Tidak ada kata kala itu,
kenyataan seakan membungkamnya, membuatnya merutuki susana apa yang sedang
membelenggu hatinya dan hati laki-laki tersebut. sementara sivia membeku,
laki-laki yang ada dihadapannya menatap sivia dengan tatapan sangat tajam, ada
kilat-kilat kemarahan disana.
“BRAAAAK.” Laki-laki tersebut membanting bola
kaca yang baru saja diberikan sivia untuknya. “loe tuh nyebelin banget tau
nggak, loe bisa ngertiin gue nggak sih, gue capek sama tingkah loe.” Bentaknya
sambil menunjuk-nunjuk wajah sivia.
Sivia meringis ketakutan, baru kali
ini ia melihat laki-laki tersebut marah padanya. apalagi Tatapan matanya yang
tajam, semakin membuat sivia ketakutan. Perlahan air mata sivia menetes,
membuat tatapan tajam tersebut sedikit meneduh, membuat laki-laki tersebut
meluluh dan menghentikan kemarahannya. “maafin gue, tapi gue nggak suka kalau
loe nyuruh gue jauhin dia, bagaimana pun dia itu...” laki-laki tersebut
berusaha membawa sivia kedalam pelukannya, namun pemberontakan dari sivia
membuatnya mengalah, kata-kata yang seharusnya ia ucapkan pun terpotong oleh
bentakkan balik dari sivia.
“jangan sentuh gue iel, gue benci loe, GUE
BENCI LOE .” sivia mundur, menghindar dari laki-laki yang dipanggilnya iel
tersebut. “Gue cuman nggak suka dia ngelarang kita deket, dia egois, dia...
dia... arghhhh. GUE BENCI LOE sama DIA.” Sivia berlari menjauh, setelah itu
tidak lagi ia ingin bertemu dengan gabriel atau laki-laki yang menjadi
kekasihnya selama beberapa bulan ini. tatapan tajam yang penuh kemaran tadi
mampu membuatnya tidak ingin menatap mata gabriel lagi, tidak sekarang dan
tidak selamanya. Terlalu menyeramkan untuk sivia.
‘gue benci loe.’ Kalimat itu mampu
membungkam gabriel, membuatnya diam seribu kata, dan membeku ditempat. Ia
memang yang paling salah dalam kejadian ini, ia yang terlalu lemah untuk mengontrol emosinya sendiri, ia yang
Terlalu susah untuk megontrol emosi sendiri ketika ada yang menyuruhnya menjauh
dari orang sangat disayanginya, bahkan orang tersebut lebih berharga dari
sivia, orang yang ntah sejak kapan menjadi nyawanya dan hidupnya.
Sivia
membuka matanya, menyeka air hangat yang masih saja menetes. wajah itu kemabli
membayang dibenaknya, tatapan marah mata itu berhasil membuatnya membenci
gabriel, terlebih tatapan mata itu sama percis dengan tatapan alvin ketika
melihat dirinya atau melihat cakka. Bedanya hanya pada isyarat-isyarat yang
terpendam jauh dibalik makna tatapan-tatapan mereka –alvin dan gabriel.-
<{^_^}>
Sivia
duduk disamping ranjang alvin. kali ini ia tidak perlu menjaga jarak dengan
alvin karna shilla –gadis yang mengaku sebagai tunangannya alvin- tidak ada
disana. Sivia hanya sendiri, tanpa siapapun, hanya ada dia dan alvin diruangan
ini. cakka sedang ada urusan sebentar, sementara shilla –gadis itu- ntah tidak
jelas keberadaanya.
“walaupun
loe udah tunangan, tapi gue tetep pengen jadi yang pertama buat loe.” Gumam
sivia sambil menguatkan genggamannya pada alvin. “loe bangun sekarang dong vin,
gue pengen jadi orang pertama yang loe lihat saat loe buka mata.” Kata sivia lagi.
Seakan
mendengar permintaan sivia, Mata itu akhirnya bergerak perlahan, kelopak
matanya terbuka dan tatapannya langsung dipenuhi oleh wajah cemas dari orang yang sedari kemarin menunggunya sadar.
“alvin.” suara sivia langsung menyambutnya. Gadis itu tersenyum hangat dan
menghembuskan nafas lega.
Alvin
diam, menatap wajah sivia dari jarak dekat adalah sesuatu yang luar biasa
untuknya. Baru kali ini wajah itu terlihat jelas dimatanya. Alvin mengedipkan
matanya dan langsung mengalihkan sorot matanya kearah meja, menyoroti kacamata yang sudah tidak lagi melindungi
matanya.
“ini
pakai.” Kata sivia sambil memasang kacamata tersebut pada tempatnya diwajah
alvin.
Alvin
tersenyum tipis, dan mengedipkan kedua matanya untuk isyarat kata terima kasi.
Sivia mengangguk dan tersenyum tulus.
“gue panggil
dokter dulu ya.” Kata sivia sambil bangkit dari tempat duduknya. Alvin
menggeleng dan menggenggam tangan sivia untuk tetap diam ditempatnya. “gue
nggak papa.” Kata alvin pelan. Sivia kembali duduk, keheningan menyelimutinya
dan membuatnya tidak bisa berbicara apapun.
“udah
berapa lama gue tidur ?.” tanya alvin. sivia mengangkat dua jarinya,
menunjukkan kalau alvin tidur sudah dua hari.
“mimpiin
apa sih, tidurnya lama banget.” Cibir sivia.
“mimpiin
seseorang.” Balas alvin datar, tatapannya tiba-tiba mengosong, menerawang
keatas langit ruangan, pikirannya melalang buana kemimpinya dua hari belakangan
ini.
“mmmm,
mimpiin tunangan loe ya.” Tanya sivia memecah keheningan. “tunangan loe kamarin
dateng, tapi nggak tahu deh sekarang keman.” Adu sivia sambil menunduk.
“hah !!!
tunangan ?.” kaget alvin. “gue nggak punya tunangan kok.” Sangkal alvin.
“lah itu
si shilla kan tunangan loe vin.” Kata sivia. “waaah, tunangan sendiri
dilupain.”
“hahaha,
loe lucu banget deh.” Shilla yang baru masuk dan mendengar percakapan alvin dan
sivia langsung tertawa
terpingkal-pingkal, puas dengan hasil kejahilannya kemarin hari. “masa loe
percaya sih sama gue. Gue itu adiknya kak zahra, sepupunya alvin.” jelas
shilla.
Cakka
yang berada dibelakang shilla hanya geleng-geleng kepala. Heran dengan gadis
yang cukup dikenalnya dari dulu, Gadis macam shilla memang nggak pernah
kehabisan bahan untuk menjahili anak orang, ia ingat dulu si shilla juga pernah
menjahilinya dan alhasil ia malu luar biasa. “udah vi, dia emang stres, jangan
didengerin.” Kata cakka sambil menepuk pundak sivia pelang, mencoba menenangkan
hati gadis tersebut.
Sivia
menghembuskan nafas lega karna ternyata semua hanya omong kosong. Setidaknya
rasa cemburu itu menguap dan melapangkan kembali dadanya yang dari kemarin
menyesak. “huh !!!.” desah sivia sambil kembali fokus kewajah alvin.
“ada apa
sih ?.” tanya alvin bingung.
“hahaha,
itu cewek loe cemburu sama gue vin. Kemarin gue ngaku-ngaku jadi tunangan loe,
eh dia malah percaya gitu aja.” Kata shilla masih tertawa, sementara sivia
hanya menunduk malu. “hahahaa”
“kebiasaan
deh loe.” Cibir alvin.
=[^,^]=
Sehari
setelah sadar, alvin langsung minta pulang karna nggak betah dirumah sakit.
Baik sivia maupun shilla nggak bisa menolah hal itu, meskipun dokter bilang
alvin masih butuh perawatan untuk dua hari kedepan. Bahkan sehari setelah
pulang kerumah, alvin juga langsung masuk sekolah dengan alasan bosen dirumah.
“kok loe
masuk sih hari ini.” kata sivia yang baru saja duduk dibangkunya. Alvin yang
menundukkan wajahnya langsung mendongak, melihat sivia sebentar dan kembali
pada posisinya yang menenggelamkan wajahnya diantara lipatan kedua angannya.
“kenapa
emangnya, nggak suka loe ngelihat gue masuk sekolah.”
“ya nggak
gitu juga sih, kan loe baru pulang dari rumah sakit, masa ia langsung masuk
sekolah gitu aja.”
“gue bosen
dirumah, nggak ada kerjaan, mending jjuga sekolah.” Kata alvin.
“oh !!
gitu ya.” Alvin mengangguk untuk menjawab perkataan sivia. Setelah itu baik
sivia maupun alvin kembali diam.
“eh’iya,
ini punya loe kan vin.” Kata sivia sambil menyodorkan pin biru alvin yang sudah
beberapa bulan ada ditangannya. Sivia mngernyit melihat benda tersebut. kenapa
ada divia ?? tanya alvin dlam hati sambil melihat sivia –bingung-.
“gue
nemuin tuh pin dibawah bangku loe sebulan yang lalu. Tapi karna kemarin sempet
hilang dirumah gue, ya jadi lupa dan baru ketemu kemarin malem kok.” Kaa sivia
bohong, niatnya untuk mngembalikkan pi tersebut hanya untuk melihat reaksi
alvvin ketika melihan pin itu lagi.
“oh, iya
udah. Makasih.” Respon alvin datar, ia meraih pin tersebut dan menggenggamnya
erat.
‘yah cuman bilang makasih.’ Dumel
sivia dalam hati.
“terus mau
loe apa lagi. Ya makasihkan udah cukup.” Kata alvin yang membalas dumelan
sivia.
“eh’heehe,
iyaiya. Gue nggak mau apa-apa lagi kok.” Kata sivia sambil menggaruk
pelipisnya, ia baru inget kalau alvin bisa membaca pikirannya. ‘ishhh, dasar nyebeliiiiiin.’ Rutuk
sivia dalam hati lagi.
“yang
nyebelin juga gue, kenapa loe yang repot.” Balasa alvin lagi.
‘asem banget dah, pakek dibaca lagi pikiran
gue.’ Sivia tersenyum masem sambil melihat alvin.
“udah
jangan ngomong macem-macem lagi loe, ntar kalau gue baca semua baru tau rasa
loe.” Ancam alvin.
‘huaaaaaaaa, kodok saraaaap. Jangan dibacaaaaaa,
ada sesuatu.’
“makanya
nona sivia azizah, loe diem aja deh.”
“iya,iya,iya.
Suram banget dah deket-deket orang aneh kayak loe.”
“loe yang
mau deket-deket gue, bukan gue yang mau deket-deket loe .”
“PD banget
deh loe vin. SOK TAHU !!!” kesal sivia.
“bukannya
sok tahu, tapi itu kebaca dari pikiran loe mbak.”
“waaaah,
jangan dibaca lagi dong.” Kesal sivia, ia berdiri dan berlalu dari mejanya.
Kesal juga lama-lama dekat sama alvin, orangnya nyebeliiiin bgt, nggak sopan
baca pikiran orang, apa lagi yang ada dipikirkan sivia full alvin, hahaha.
Sivia
berjalan menyusuri koridor sekolah, sesakali ia bersenandung senang.
Keceriannya hari ini nampaknya membuat segelintiran orang yang ada dikoridor
menjadi ikut ceria, apalagi senyuman sivia yang menawan juga mampu membuat
penghuni koridor terpesona, terutama untuk penghuni laki-laki.
“loe mau
ngapain lagi sih, belom puas apa bikin alvin dijauhin sama yang lain.” Suara
itu membuat langkah sivia berhenti. ia menautkan alisny ketika mendengar nama
alvin disebut-sebut, langkahnya semakin mendekat kedepan pintu ruang UKS yang
ada diujung koridor.
“ishhh,
loe bisa diem nggak sih, Suara loe dipelanin dikit napa. kalau kedengeran sama
yang lain, bisa ketahuan kalau kita yang nempel info dimading tenpo hari,
bisa digibeng anak mading kita berdua,
apalag si cakka tuh.” Kata yang satunya lagi, nampaknya sivia begitu familiar
dengan nada suara tersebut.
“iye,iye.
Ahelah, terus sekarang mau loe apain lagi si alvin.” tanya suara yang terdengar
sangat lembut, tampaknya suara anak gadis.
“gue puas
kalau si alvin sama si cakka makin saling benci, berantem, dan hancur. Hahaha.”
Suara yang sedikit berat menjawab pertanyaan tadi. “kita manfaatin cakka, dia
kan emang udah benci dari sononya sam si alvin.”
“huh !
okedeh. Gue bantu loe, tapi loe janji setelah rencana ini dendam loe sama si
alvin harus nggak ada lagi.” Kata suara cewek tadi.
“oke
sista.” Sambut suara berat tersebut. “ loe emang yang terbaik deh buat gue.
Huaaaaaaaaaa ! ILOVEYOU.” Suara anak laki-laki tadi terdengar senang.
Sivia
yang berada dibalik pintu dan masih tetap menjadi penguping yang baik langsung
membuka pintu. Matanya menangkap sepasang anak manusia yang sedang berpelukkan.
“jadi kalian yang masang info tentang avlin tenpo hari dan sekarang loe mau
buat alvin dan cakka salin benci, berantem dan hancur.” Kata sivia dengan raut
wajah sinis.
Dua
orang tadi langsung merengganggangkan pelukkannya dan menatap sivia takut.
“a... apa... maksud loe vi.” gugup anak gadis yang menggenggam erat tangan
laki-laki disampingnya.
“ciiiih,
apa maksud gue. Yang ada apa maksud kalian berdua.” Sivia meludah dihadapan kedua orang tersebut,
mimik wajahnya dipasang sejijik mungkin.
“loe
jangan ikut campur, loe nggak tahu apa-apa.” Laki-laki tadi langsung
menghampiri sivbia, menariknya kasar hingga tubuh sivia jatuh tersungkur
dihadapannya. “loe...” laki-lakin tadi hampir melayangkan tendangan kearah
sivia, namun tidak jadi karna seseorang
yang lain langsung memukulnya.
“jangan
sentuh dia, dia memang nggak tahu apa-apa dan loe berurusan sama gue, bukan
sama sivia.” Kata orang tersebut.
“alvin.”
------------------------BERSAMBUNG---------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar