Rabu, 18 April 2012

Look at ALVIN’s eyes #part5


Look at ALVIN’s eyes (part 5)

“kenalin gue Ashilla, tunangannya alvin.” kata gadis tersebut ketika menjawab pertanyaan sivia.
Sivia mundur beberapa langkah, membekap mulutnya untuk menahan teriakan penolakkan yang ingin keluar begitu saja ketika mendengar pengakuan gadis yang baru saja memeluk tubuh alvin. rasanya ia ingin menangis sekencang-kencangnya saat itu juga.
Gadis yang bernama shilla tersebut langsung bingung melihat reaksi sivia, beberapa menit kemudia dia tersenyum jahil dan mulai mengerti apa yang membuat sivia bereaksi seperti itu. Ide jahilnya muncul lagi, kali ini mungkin akan berhasil membuat sivia menangis. “gue sama alvin udah tunangan beberapa minggu yang lalu.” Kata shilla lagi, seperti membanggakan apa yang diakui dirinya.
Sivia semakin mundur, kali ini ia benar-benar ingin menangis. “aku pulang dulu ya, nanti aku kesini lagi.” Kata sivia dengan nada suara bergetar, seperti menahan tangis.
Sivia berbalik, berjalan, dan menghilang dibalik pintu ruang rawat  alvin. sivia menjauh, berlari di lorong-lorong rumah sakit.  ia tidak peduli dimana tempatnya sekarang, tak peduli tatapan-tatapan bingung dari penghuni rumah sakit yang melihatnya. Akhirnya sivia menangis juga, air matanya menetes begitu saja tanpa bisa diseka lagi. Hatinya memberontak dan terus saja menolak apa yang dikatakan shilla barusan.
“gue kenapa sih ? kenapa gue harus nangis kayak gini.” Gumam sivia tidak jelas. Langkahnya tak secepat tadi, Ia berhenti berlari tepat didepan gerpang rumah sakit, langkahnya terkesan pelan dan gontai. “gue kan bukan siapa-siapanya alvin.” kata sivia lagi, kali ini ia berusaha tenang dan meredakan tangisnya, untung saja ia tidak sampai terisak. “arghhhhh, loe,,, loe bodoh sivia.”

Ntah bagaimana dan kenapa, sivia berhenti berjalan tepat didepan rumah mewah nan megah yang seingtanya adalah rumah lelaki masa lalunya dulu. Rumah itu tidak pernah berubah, benar-benar tidak pernah berubah, baik warna, design, bahkan taman yang ada dihalamannya. ‘loe kemana sih ? gue kangen loe.’ Kata sivia membatin. Ia berharap dapat bertemu lagi dengan orang dimasa lalunya tersebut. ‘gue janji, kalau loe balik, gue nggak akan marah lagi sama loe.’ Kata sivia lagi. Air matanya kemabli menetes, meski tidak sederas yang tadi.
Sivia menutup matanya, mencoba menghentikan laju air mata yang masih saja mengalir. Bukannya berhenti, tapi air matanya semakin banyak mengalir. Setiap tetes bagaikan pengiring segelintir kenangan yang mulai berputar dikepalanya. Pertengkaran malam itu. Arghhhh, kenangan menyedihkan itu berputar kembali, kenangan yang membuat sivia membenci laki-laki masa lalunya, kenangan yang hanya menggambarkan pertengkaran anak SMP masa itu, kenangan yang berujung pada perpisahan, dan kenangan menyedihkan yang menjadi pertemuan terkahirnya bersama laki-laki tersebut.

Sivia diam, mengamati setiap lekukan keindahan diwajah laki-laki yang ada dihadapannya. Tidak ada kata kala itu, kenyataan seakan membungkamnya, membuatnya merutuki susana apa yang sedang membelenggu hatinya dan hati laki-laki tersebut. sementara sivia membeku, laki-laki yang ada dihadapannya menatap sivia dengan tatapan sangat tajam, ada kilat-kilat  kemarahan disana.
“BRAAAAK.” Laki-laki tersebut membanting bola kaca yang baru saja diberikan sivia untuknya. “loe tuh nyebelin banget tau nggak, loe bisa ngertiin gue nggak sih, gue capek sama tingkah loe.” Bentaknya sambil menunjuk-nunjuk wajah sivia.
Sivia meringis ketakutan, baru kali ini ia melihat laki-laki tersebut marah padanya. apalagi Tatapan matanya yang tajam, semakin membuat sivia ketakutan. Perlahan air mata sivia menetes, membuat tatapan tajam tersebut sedikit meneduh, membuat laki-laki tersebut meluluh dan menghentikan kemarahannya. “maafin gue, tapi gue nggak suka kalau loe nyuruh gue jauhin dia, bagaimana pun dia itu...” laki-laki tersebut berusaha membawa sivia kedalam pelukannya, namun pemberontakan dari sivia membuatnya mengalah, kata-kata yang seharusnya ia ucapkan pun terpotong oleh bentakkan balik dari sivia.
“jangan sentuh gue iel, gue benci loe, GUE BENCI LOE .” sivia mundur, menghindar dari laki-laki yang dipanggilnya iel tersebut. “Gue cuman nggak suka dia ngelarang kita deket, dia egois, dia... dia... arghhhh. GUE BENCI LOE sama DIA.” Sivia berlari menjauh, setelah itu tidak lagi ia ingin bertemu dengan gabriel atau laki-laki yang menjadi kekasihnya selama beberapa bulan ini. tatapan tajam yang penuh kemaran tadi mampu membuatnya tidak ingin menatap mata gabriel lagi, tidak sekarang dan tidak selamanya. Terlalu menyeramkan untuk sivia.
‘gue benci loe.’ Kalimat itu mampu membungkam gabriel, membuatnya diam seribu kata, dan membeku ditempat. Ia memang yang paling salah dalam kejadian ini, ia yang terlalu lemah  untuk mengontrol emosinya sendiri, ia yang Terlalu susah untuk megontrol emosi sendiri ketika ada yang menyuruhnya menjauh dari orang sangat disayanginya, bahkan orang tersebut lebih berharga dari sivia, orang yang ntah sejak kapan menjadi nyawanya dan hidupnya.

Sivia membuka matanya, menyeka air hangat yang masih saja menetes. wajah itu kemabli membayang dibenaknya, tatapan marah mata itu berhasil membuatnya membenci gabriel, terlebih tatapan mata itu sama percis dengan tatapan alvin ketika melihat dirinya atau melihat cakka. Bedanya hanya pada isyarat-isyarat yang terpendam jauh dibalik makna tatapan-tatapan mereka –alvin dan gabriel.-

<{^_^}>

Sivia duduk disamping ranjang alvin. kali ini ia tidak perlu menjaga jarak dengan alvin karna shilla –gadis yang mengaku sebagai tunangannya alvin- tidak ada disana. Sivia hanya sendiri, tanpa siapapun, hanya ada dia dan alvin diruangan ini. cakka sedang ada urusan sebentar, sementara shilla –gadis itu- ntah tidak jelas keberadaanya.
“walaupun loe udah tunangan, tapi gue tetep pengen jadi yang pertama buat loe.” Gumam sivia sambil menguatkan genggamannya pada alvin. “loe bangun sekarang dong vin, gue pengen jadi orang pertama yang loe lihat saat loe buka mata.”  Kata sivia lagi.

Seakan mendengar permintaan sivia, Mata itu akhirnya bergerak perlahan, kelopak matanya terbuka dan tatapannya langsung dipenuhi oleh wajah cemas dari orang  yang sedari kemarin menunggunya sadar. “alvin.” suara sivia langsung menyambutnya. Gadis itu tersenyum hangat dan menghembuskan nafas lega.
Alvin diam, menatap wajah sivia dari jarak dekat adalah sesuatu yang luar biasa untuknya. Baru kali ini wajah itu terlihat jelas dimatanya. Alvin mengedipkan matanya dan langsung mengalihkan sorot matanya kearah meja, menyoroti  kacamata yang sudah tidak lagi melindungi matanya.
“ini pakai.” Kata sivia sambil memasang kacamata tersebut pada tempatnya diwajah alvin.
Alvin tersenyum tipis, dan mengedipkan kedua matanya untuk isyarat kata terima kasi. Sivia mengangguk dan tersenyum tulus.
“gue panggil dokter dulu ya.” Kata sivia sambil bangkit dari tempat duduknya. Alvin menggeleng dan menggenggam tangan sivia untuk tetap diam ditempatnya. “gue nggak papa.” Kata alvin pelan. Sivia kembali duduk, keheningan menyelimutinya dan membuatnya tidak bisa berbicara apapun.
“udah berapa lama gue tidur ?.” tanya alvin. sivia mengangkat dua jarinya, menunjukkan kalau alvin tidur sudah dua hari.
“mimpiin apa sih, tidurnya lama banget.” Cibir sivia.
“mimpiin seseorang.” Balas alvin datar, tatapannya tiba-tiba mengosong, menerawang keatas langit ruangan, pikirannya melalang buana kemimpinya dua hari belakangan ini.
“mmmm, mimpiin tunangan loe ya.” Tanya sivia memecah keheningan. “tunangan loe kamarin dateng, tapi nggak tahu deh sekarang keman.” Adu sivia sambil menunduk.
“hah !!! tunangan ?.” kaget alvin. “gue nggak punya tunangan kok.” Sangkal alvin.
“lah itu si shilla kan tunangan loe vin.” Kata sivia. “waaah, tunangan sendiri dilupain.”

“hahaha, loe lucu banget deh.” Shilla yang baru masuk dan mendengar percakapan alvin dan sivia langsung  tertawa terpingkal-pingkal, puas dengan hasil kejahilannya kemarin hari. “masa loe percaya sih sama gue. Gue itu adiknya kak zahra, sepupunya alvin.” jelas shilla.
Cakka yang berada dibelakang shilla hanya geleng-geleng kepala. Heran dengan gadis yang cukup dikenalnya dari dulu, Gadis macam shilla memang nggak pernah kehabisan bahan untuk menjahili anak orang, ia ingat dulu si shilla juga pernah menjahilinya dan alhasil ia malu luar biasa. “udah vi, dia emang stres, jangan didengerin.” Kata cakka sambil menepuk pundak sivia pelang, mencoba menenangkan hati gadis tersebut.
Sivia menghembuskan nafas lega karna ternyata semua hanya omong kosong. Setidaknya rasa cemburu itu menguap dan melapangkan kembali dadanya yang dari kemarin menyesak. “huh !!!.” desah sivia sambil kembali fokus kewajah alvin.
“ada apa sih ?.” tanya alvin bingung.
“hahaha, itu cewek loe cemburu sama gue vin. Kemarin gue ngaku-ngaku jadi tunangan loe, eh dia malah percaya gitu aja.” Kata shilla masih tertawa, sementara sivia hanya menunduk malu. “hahahaa”
“kebiasaan deh loe.” Cibir alvin.

=[^,^]=

Sehari setelah sadar, alvin langsung minta pulang karna nggak betah dirumah sakit. Baik sivia maupun shilla nggak bisa menolah hal itu, meskipun dokter bilang alvin masih butuh perawatan untuk dua hari kedepan. Bahkan sehari setelah pulang kerumah, alvin juga langsung masuk sekolah dengan alasan bosen dirumah.
“kok loe masuk sih hari ini.” kata sivia yang baru saja duduk dibangkunya. Alvin yang menundukkan wajahnya langsung mendongak, melihat sivia sebentar dan kembali pada posisinya yang menenggelamkan wajahnya diantara lipatan kedua angannya.
“kenapa emangnya, nggak suka loe ngelihat gue masuk sekolah.”
“ya nggak gitu juga sih, kan loe baru pulang dari rumah sakit, masa ia langsung masuk sekolah gitu aja.”
“gue bosen dirumah, nggak ada kerjaan, mending jjuga sekolah.” Kata alvin.
“oh !! gitu ya.” Alvin mengangguk untuk menjawab perkataan sivia. Setelah itu baik sivia maupun alvin kembali diam.

“eh’iya, ini punya loe kan vin.” Kata sivia sambil menyodorkan pin biru alvin yang sudah beberapa bulan ada ditangannya. Sivia mngernyit melihat benda tersebut. kenapa ada divia ?? tanya alvin dlam hati sambil melihat sivia –bingung-.
“gue nemuin tuh pin dibawah bangku loe sebulan yang lalu. Tapi karna kemarin sempet hilang dirumah gue, ya jadi lupa dan baru ketemu kemarin malem kok.” Kaa sivia bohong, niatnya untuk mngembalikkan pi tersebut hanya untuk melihat reaksi alvvin ketika melihan pin itu lagi.
“oh, iya udah. Makasih.” Respon alvin datar, ia meraih pin tersebut dan menggenggamnya erat.
‘yah cuman bilang makasih.’ Dumel sivia dalam hati.
“terus mau loe apa lagi. Ya makasihkan udah cukup.” Kata alvin yang membalas dumelan sivia.
“eh’heehe, iyaiya. Gue nggak mau apa-apa lagi kok.” Kata sivia sambil menggaruk pelipisnya, ia baru inget kalau alvin bisa membaca pikirannya. ‘ishhh, dasar nyebeliiiiiin.’ Rutuk sivia dalam hati lagi.
“yang nyebelin juga gue, kenapa loe yang repot.” Balasa alvin lagi.
‘asem banget dah, pakek dibaca lagi pikiran gue.’ Sivia tersenyum masem sambil melihat alvin.
“udah jangan ngomong macem-macem lagi loe, ntar kalau gue baca semua baru tau rasa loe.” Ancam alvin.
‘huaaaaaaaa, kodok saraaaap. Jangan dibacaaaaaa, ada sesuatu.’
“makanya nona sivia azizah, loe diem aja deh.”
“iya,iya,iya. Suram banget dah deket-deket orang aneh kayak loe.”
“loe yang mau deket-deket gue, bukan gue yang mau deket-deket loe .”
“PD banget deh loe vin. SOK TAHU !!!” kesal sivia.
“bukannya sok tahu, tapi itu kebaca dari pikiran loe mbak.”
“waaaah, jangan dibaca lagi dong.” Kesal sivia, ia berdiri dan berlalu dari mejanya. Kesal juga lama-lama dekat sama alvin, orangnya nyebeliiiin bgt, nggak sopan baca pikiran orang, apa lagi yang ada dipikirkan sivia full alvin, hahaha.

Sivia berjalan menyusuri koridor sekolah, sesakali ia bersenandung senang. Keceriannya hari ini nampaknya membuat segelintiran orang yang ada dikoridor menjadi ikut ceria, apalagi senyuman sivia yang menawan juga mampu membuat penghuni koridor terpesona, terutama untuk penghuni laki-laki.
“loe mau ngapain lagi sih, belom puas apa bikin alvin dijauhin sama yang lain.” Suara itu membuat langkah sivia berhenti. ia menautkan alisny ketika mendengar nama alvin disebut-sebut, langkahnya semakin mendekat kedepan pintu ruang UKS yang ada diujung koridor.
“ishhh, loe bisa diem nggak sih, Suara loe dipelanin dikit napa. kalau kedengeran sama yang lain, bisa ketahuan kalau kita yang nempel info dimading tenpo hari, bisa  digibeng anak mading kita berdua, apalag si cakka tuh.” Kata yang satunya lagi, nampaknya sivia begitu familiar dengan nada suara tersebut.
“iye,iye. Ahelah, terus sekarang mau loe apain lagi si alvin.” tanya suara yang terdengar sangat lembut, tampaknya suara anak gadis.
“gue puas kalau si alvin sama si cakka makin saling benci, berantem, dan hancur. Hahaha.” Suara yang sedikit berat menjawab pertanyaan tadi. “kita manfaatin cakka, dia kan emang udah benci dari sononya sam si alvin.”
“huh ! okedeh. Gue bantu loe, tapi loe janji setelah rencana ini dendam loe sama si alvin harus nggak ada lagi.” Kata suara cewek tadi.
“oke sista.” Sambut suara berat tersebut. “ loe emang yang terbaik deh buat gue. Huaaaaaaaaaa ! ILOVEYOU.” Suara anak laki-laki tadi terdengar senang.
Sivia yang berada dibalik pintu dan masih tetap menjadi penguping yang baik langsung membuka pintu. Matanya menangkap sepasang anak manusia yang sedang berpelukkan. “jadi kalian yang masang info tentang avlin tenpo hari dan sekarang loe mau buat alvin dan cakka salin benci, berantem dan hancur.” Kata sivia dengan raut wajah sinis.
Dua orang tadi langsung merengganggangkan pelukkannya dan menatap sivia takut. “a... apa... maksud loe vi.” gugup anak gadis yang menggenggam erat tangan laki-laki disampingnya.
“ciiiih, apa maksud gue. Yang ada apa maksud kalian berdua.”  Sivia meludah dihadapan kedua orang tersebut, mimik wajahnya dipasang sejijik mungkin.
“loe jangan ikut campur, loe nggak tahu apa-apa.” Laki-laki tadi langsung menghampiri sivbia, menariknya kasar hingga tubuh sivia jatuh tersungkur dihadapannya. “loe...” laki-lakin tadi hampir melayangkan tendangan kearah sivia, namun tidak jadi karna seseorang  yang lain langsung memukulnya.
“jangan sentuh dia, dia memang nggak tahu apa-apa dan loe berurusan sama gue, bukan sama sivia.” Kata orang tersebut.
“alvin.”

------------------------BERSAMBUNG---------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar