Rabu, 18 April 2012

Look at ALVIN’s eyes #part8


Look at ALVIN’s eyes (part8)
#rindu bukan benci ^^

 
“saya ibunya, jadi saya berhak menanyakan keadaan alvin.” kata wanita tersebut sambil berjalan mendekati tubuh alvin.
“ckckck, ibu ? ibu macam apa anda, mana ada seorang ibu meninggalkan anak-anaknya selama belasan tahun.” Sindir cakka tajam.
Wanita yang mengaku sebagai ibu -nya alvin tadi langsungmenghentikan langkahnya, ia menatap cakka yang tengah tersenyum sinis melihatnya. “aku punya alasana untuk itu, kau jangan ikut campur.” Marah wanita tersebut.
“haha, alasan apa ? alasan hanya karna mata alvin yang sama persis dengan mata almarhum suami anda. Tidak masuk akal.” Kecam cakka sambil tersenyum sinis, sementara wanita tersebut hanya diam.
Semua yang dikatakan cakka memang benar, meninggalkan alvin hanya karna matanya yang  mirip dengan mata almarhum suaminya adalah alasan yang tidak masuk akal, bukankah setiap ayah dan anak mempunyai kesamaan yang signifikan. Tapi ada yang lain dibalik mata itu. ada rahasia yang selalu membuat wanita tersebut ketakutan ketika melihat mata alvin. terlalu takut jika ia terus melihat mata itu dan ketakutan itulah yang membuatnya meninggalkan alvin dari kecil, bahkan ketakutan itu juga yang mebuatnya enggan untuk membesarkan alvin sendiri. Tega memang, tapi ketakutan memang selalu bisa membuat siapapun berlari untuk mengghindari ketakutan itu sendiri, dan hal itulah yang dilakukan wanita tersebut, selama belasan tahun ia meninggalkan alvin hanya untuk berlari dari ketakutannya, tanpa memperdulikan bagaimana perasaan anaknya –alvin-.

“diamlah, kau tidak tahu apa-apa tentang mata itu.” wanita tersebut berujar sengit dan kembali berjalan menghampiri ranjang alvin. cakka yang tidak mau terlibat pertengkaran apapun dengan wanita tersebut, lebih memillih untuk diam dan memperhatikan apa yang akan dilakukan wanita tersebut.
“sudahlah kka, kita kasi kesempatan untuk tante pricil bicara dengan alvin.” kata shilla lembut. Shilla menggenggam erat tangan cakka untuk meredamkan emosi cakka, ia sendiri ingin menenangkan hatinya dengan menggenggam erat tangan lak-laki yang disukainya –cakka-.

Wanita yang ternyata bernama pricil tersebut semakin mendekati alvin, ia mengangkat tangannya untuk membelai rambut alvin lembut. Soranta mata pricil syarat akan kerinduan, sudah lama ia tidak melihat anak laki-lakinya dari jarak sedekat ini.
“alvin.” pricil sedikit merdam suarnya seperti terdengar berbisik. “ini mama.”
“mama kangen banget sama alvin, maafin mama ya udah ninggalin alvin.” air mata pricil akhirnya jatuh juga. Luapan rasa rindu kian mengiringi setiap tetesan air matanya dan pada akhirnya rasa rindu itu tersampaikan juga ke alvin –anaknya-. pricil tidak menyangka selama belasan tahun ia bermimpi bertemu dengan alvin dan sekarang akhirnya terwujudkan juga, meskipun alvin tetap tidak akan pernah melihatnya, meskipun ia tetap tidak berani bertatapan langsung dengan alvin, namun dengan begini saja semuanya sudah terasa cukup untuk pricil.
“alvin, kamu bangun ya sayang. Lihat mama disini, mama dateng buat alvin.” lirih pricil masih dengan membelai rambut alvin. sementara alvin masih tidak bergeming sedikitpun, matanya masih tertutup rapat. “please al, kamu harus bangun demi mama.” Pinta pricil lagi, namun nihil.
“kalau alvin nggak bangun, mama bakalan pergi dari alvin untuk selamanya, mama bakalan ikut sama kak gabriel aja biar alvin selamanya sendirian.” Ancam pricil pura-pura kesal, tampaknya setelah ini ia mau menertawakan dirinya sendiri, lucu juga dirinya kalau terus-terusan berbicara dengan orang pingsan.
Pricil menghela nafas berat sambil menarik tangannya kembali dari puncak kepala alvin, ia menghentikan belaiannya dan beralih mencium kening alvin lebih lama. Lagi-lagi pricil mencoba menguapkan rasa rindunya, ingin sekali ia terus seperti ini, terus berada disamping alvin, terus mengecup kening alvin, dan terus berbagi kehangatan seperti ini dengan putranya tersayang.

Lumayan lama pricil mencium kening alvin, detik berikutnya i mengangkat wajahnya dan berjalan menjauhi ranjang anaknya tersebut. “saya titip alvin sama kalian berdua, saya mau kalian menjaganya.” Perintah pricil kepada cakka dan shilla yang masih diam.
“ckckck, bukan kami yang harus menjaganya, tapi anda yang harus menjaganya. Alvin lebih butuh anda dari pada kami.” Kata cakka kesal, lama-lama cakka benar-benar muak mendengar perkataan wanita macam pricil.
“saya akan menjaganya, tapi nanti. Sekarang saya belum siap.”
“kapan anda akan siap ?.” tanya cakka sinis. Sementara pricil lebih memilih untuk diam, tidak menyahut ataupun menjawab pertanyaan cakka, dia sendiri bingun, kapan ia akan siap menjaga alvin sendiri ? sementara untuk melihat mata alvin saja ia masih tidak berani, takut.
“nanti.” Balas pricil seadanya, ia kembali berjalan kearah pintu kamar. Niat pricil untuk membuka pintu kamar langsung terhenti ketika seseorang memanggil namanya.
“mama” sura lemah itu terdengar hangat ditelinga pricil. Shilla dan cakka langsung terpelonjak dan mengubah pandangannya kearah alvin.
Mata itu terbuka, meskipun terlihat lemah. Alvin sadar. Kekawatiran mereka seketika menguap secara bersamaan, hembusan nafas lega juga berhembus dalam waktu yang sama, tidak akan ada yang tahu bagaimana lapangnya dada mereka ketika melihat mata itu terbuka secara ajaib.
“mama, jangan tinggalin alvin lagi.” Pintanya melas, ada nada ketakutan dari suara itu.
Sudut-sudut bibir pricil menaik, menggoreskan sebuah senyum kelegaan. Ingin rasanya ia berbalik sekarang, menyambut kesadaran putranya. Namun tidak bisa, bayang-bayang tatapan tajam mata alvin terus menghantuinya, padahal tanpa ia tahu mata itu kini terlihat lemah tanpa tatapan tajamnya. Pricil benar-benar masih takut dengan mata itu, sungguh masih sangat takut kalau saja mata itu memandangnya seperti pandangan suaminya beberapa tahun silam, pandangan itu syarat dengan kebencian dan kemarahan.
“mama.” Panggil alvin lagi, namun tetap saja pada akhirnya pricil memilih untuk pergi dari kamra tersebut. “maafin mama.” Lirih pricil sambil tetap berjalan menjauh.
Perasaan kecewa tak dapat lagi dipungkiri oleh alvin, ia sangat kecewa dengan mamanya yang pergi lagi, padahal tadi –saat ia masih terlelap- alvin merasa mamanya meminta agar ia cepat bangun kalau tidak mamanya akan pergi untuk selama-lamanya, namun kenapa ketika ia bangun mamanya tetap saja pargi. Ini tidak adil, pikir alvin.

######

Senin pagi kali tidak seperti senin pagi yang lalu, setidaknya  ketika mata bulat sivia menangkap bayang-bayang tubuh alvin dari kejauhan. Ahhh ! laki-laki itu masuk juga, kata sivia sambil menghembuskan nafas lega.  Kekhawatiran yang kian menjerat selama seminggu belakangan ini akhirnya menguap juga bersama dengan semakin dekatnya tubuh alvin dari pandangannya.
Tunggu dulu, ada yang berbeda dari alvin pagi ini. sepertinya bukan hanya sivia yang menyadari perbedaan tersebut, namun semua penghuni sekolah yang sedari tadi melihat kedatangan alvin juga dapat melihat perbedaan tersebut. kacamata. Kacamata yang setia melindungi mata tajam alvin tidak ada pada tempatnya dan dengan tidak adanya kaca mata tersebut membuat alvin benar-benar berbeda pagi ini.

Alvin memasuki kelasnya tanpa peduli dengan tatapan heran dari siswa-siswi lain, ia berjalan mendekati mejanya yang sudah semingguan lebih ia tinggalkan begitu saja. Rindu juga dirinya dengan meja tersebut, terlebih pada penghuni meja yang ada disebelahnya. “apa loe liat-liat ?.”  tanya alvin setelah menyadari kalau dari tadi sivia masih saja melihatnya.
“eh’mmm.” Sivia membuyarkan pandangannya dan cepat-cepat ia memandang kearah lain.

Selama pelajaran berlangsung, sesekali sivia melihat kearah alvin. rasanya rindu juga ia mencuri-curi pandang seperti ini, namun ia juga masih enggan untuk melihat alvin seperti biasa. Sivia masih ingat dengan kejadian seminggu yang lalu, saat ia tau kalau alvin adalah adik gabriel, rasanya ia ingin mengutar kembali waktu dan memilih untuk tidak tahu soal kenyataan yang satu ini, dari pada dia jagi canggung begini.
“baiklah anak-anak, pelajaran hari ini kita cukupkan sampai disini saja. Selamat pagi.” Bu winda langsung mengakhiri pelajaran hari ini setelah mendengar bunyi bel istirahat.
Seperti biasa semua siswa-siswi langsung beranjak dari bangku mereka dan segera berlomba-lomba kekantin sebelum mereka kehabisan meja. Tapi tampaknya baik alvin atau sivia lebih memilih untuk tetap diam dikelas, meskipun mereka tidak melakukan apa-apa.
Alvin menenggelamkan kepalanya diantara lipatan tangannya, sementara sivia meletakan kepalanya diatas meja. Walaupun dalam diam seperti ini, mereka tetap menikmati sensasi kebersamaan mereka, tak peduli masih ada masalah yang belum mereka selesaikan, tak peduli kalau masih ada kata benci yang belum ditarik, dan tak peduli meski masih ada pikiran-pikiran picik yang masih saja menjerat otak mereka. dengan berdua seperti ini, mereka dapat menyingkirkan semua hal negative yang mereka rasakan atau mereka pikirkan.
“alvin...” panggil sivia pelan. hatinya dag dig dug sekarang, padahal dia hanya memanggil nama alvin, tapi kenapa rasa gugupnya malah semakin menjadi-jadi.
“ALVIIIIN.” Panggilan yang lebih keras memanggil namanya, sontak membuat sivia dan alvin langsung melihat keambang pintu. Disana berdiri seorang laki-laki hitam manis yang memanggil namanya tadi. Rio. laki-laki tersebut adalah rio, mau apa lagi orang itu ? tanya alvin malas.
“gue butuh loe.” Kata rio langsung to the point. Rio menarik tangan alvin dan membawanya entah kemana, sementara sivia hanya mengikuti dari belakang saja.
“loe mau bawa gue emana.” Tanya alvin dingin, namun rio tidak menjawab sama sekali.
Sivia yang dari tadi mengikuti mereka dari belakang langsung menarik tangan alvin dan membuat langkah mereka terhenti secara bersamaan. Rio yang kaget langsung menatap tajam sivia dengan tatapan –kenapa-loe-tarik-tarik-?-
“janga buat macem-macem loe kak, loe mau bawa alvin kemana ?.” tanys sivia takut-takut.
Rio memutar bola matanya kesal, “udah loe diem aja deh, gue cuman mau pinjem alvin doang, kalo ngga bisa diem mending loe nggak usah ikut.” Rio kembali menarik tangan alvin dan berjalan lagi tanpa memperdulikan sivia yang kesal juga.

“eh, sipit. Ini semua gara-gara loe.” Kata rio sambil menghempaskan tangan alvin yang tadi ditariknya, rio memasang muka garangnya sambil mengangkat kerah baju alvin dan siap-siap melayangkan pukulan kewajah alvin.
“Rio, rio, rio, loe mau ngapain si alvin lagi sih.” Tanya sivia sambil mencekal tangan rio yang udah siap-siap melayang ke wajah alvin.
“udah deh vi, loe diem aja. Dendem gue sama ni bocah belum selesai.” Rio menepis tangan sivia dan kembali mengertkan kepalan tangannya.
Sementara alvin hanya diam, seperti biasa dia tidak akan pernah melawan atau membalas. Mata tajamnya yang sering membuat orang-orang takut, kali ini terlihat masih lemah bahkan mata itu malah mengundang iba bagi siap yang melihatnya, mata itu terlalu pasrah jika harus berbicara tentang perasaan si empunya.
“woiii, pesek ! loe mau ngapain adek gue ? hah ?.” cakka tiba-tiba datang dan langsung menoyor kepala rio. sementara yang ditoyor hanya nyengir gak jelas.
“visss cakk, khilaf gue.” Kata rio cengengesan.
“yaudah, lepasin tangan loe dari adek gue, cepet.” Kata cakka lagi, rio pun langsug melepaskan tangannya dari alvin.
“katanya loe mau minta maaf yo, kok malah ngejailin alvin, kasian tuh tampangnya udah melas gitu, hahahaa.” Shilla yang ada disamping cakka langsung ketawa.
Sementara alvin dan sivia malah terlihat kayak orang autis, diem dan nggak ngerti apa-apa. “nggak ngerti gue.” Kata sivia sambil garuk-garuk kepalanya.
“nyeeeh-_-!! Kalo loe mah kgak usah ngerti aja sekalian, lama banget koneknya.” Dumel cakka sambil ngacak rambut sivia. Shilla yang ada disampingnya langsung cemburu. “eh’hehehe, my princess jangan cemburu dong, masa cemburu sama sivia sih, sivia kan punya alvin.” kata cakka sambil menggenggam tangan shilla dan menciumnya lembut. (ueeek !!!-_-)
“hahaha, mampus loe, shilla ngambek kan, lagian udah jadian gitu masih aja gatel sama anak orang.” Ejek rio sambil menjulurkan lidahnya.
“diem loe sek, udah buruan loe minta maaf, terus loe jelasin deh rencana loe.” Suruh cakka. Setelah itu ia kembali merayu shilla agar tidak ngambek.
Rio kembali kerencananya untuk meminta maaf ke alvin, “vin, gue mau minta maaf.” Kata rio tulus. Tapi alvin tidak merespon sama sekali, ia memilih diam untuk beberapa saat, masih bingung dengan apa yang ia lihat saat ini.
“vin, loe maafin gue kgak nih.” Kata rio sedikit kesal karna alvin tidak merespon sama sekali. kali ini alvin mengangguk dan tersenyum tipis, setelah itu ia beranjak pergi meninggalkan mereka.
“Alvin mau kemana loe. Loe mesti bantuin gue.” Rio menarik tangan alvin lagi dan membawanya kelapangan, sementara cakka, shilla, dan sivia mengikuti mereka dari belakang.
“mau ngapain sih ?.” tanya sivia bingung.
“udah vi, loe liat aja nih drama  karya rio.” kata shilla bangga, cakka nganggunk-ngangguk ngiyain.

^^

Ify berlari kelapangan basket setelah ia menerima sms dari cakka yang bilang ‘rio kelahi lagi sama alvin.’, langkah-langkah kaki ify melambat ketika matanya melihat rio yang sedang mencekik leher alvin.
“RIOOOO.” Teriaknya sambil mendekati rio. “loe apa-apaan sih yo ? loe mau ngapain si alvin lagi sih ? gue kan udah bilang kalau loe nggak boleh dendem lagi sama si alvin, loe budek ya.” Bentak ify sambil melepaskan cekikan rio dari leher alvin. kali ini ify menganggap rio bener-bener kelewatan.
“arghhhh, yang ada loe yang apa-apaan ? loe kenapa belain alvin ? Loe suka ya sama si alvin ? jelas-jelas gara-gara alvin kita jadi break.” Bentak rio balik.
Ify membekap mulutnya agar ia tidak terisak, air matanya sudah mengalir sedetik yang lalu. Lagi-lagi rio membentaknya, padahal semua orang tahu kalau ify paling tidak suka dibentak, paling takut dibentak, dan paling benci dibentak, apalagi yang membentaknya kali ini adalah orang yang sangat disayanginya.
“loe bodoh yo, loe bodoh. Gue bukan belain alvin, tapi gue nggak mau loe terus-terusan dendem sama orang, apalgi sampai bertahun-tahun. Gue nggak suka sama alvin yo, cuman loe yang gue suka, cuman loe.” Ify berteriak histeris, tubuhnya serasa tak bertulang kalli ini, ia benar-benar lelah kalau harus berkelahi dengan rio. “loe bodoh.” Katanya lemah.
Ify terduduk ditengah lapangan, kedua lututnya ditekuk dan dipeluk begitu saja, wajahnya tertunduk menyembunyikan tangisnya.

Melihat tawamu
Mendengar senandungmu
Terlihat jelas dimataku
Warna – warna indahmu
Menatap langkahmu
Meratapi kisah hidupmu
Terlukis jelas bahwa hatimu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki
Sifatmu nan s’lalu
Redakan ambisiku
Tepikan khilafku
Dari bunga yang layu
Saat kau disisiku
Kembali dunia ceria
Tegaskan bahwa kamu
Anugerah terindah yang pernah kumiliki
* :
Belai lembut jarimu
Sejuk tatap wajahmu
Hangat peluk janjimu
Back to * :

Ify menyimak setiap lirik lagu ‘anugrah terindah’ milik sheila On 7 yang dinyanyikan rio dengan diiringi gitar akustik yang dimainkan oleh cakka. Ify mengangkat wajahnya dan kembali menangis haru, tak menyangka kalau rio hanya mengerjainya.
“ify, gue udah minta maaf sama alvin, dan ini semua gue lakuin cuman buat loe, gue nggak mau jauh dari loe fy, gue nggak bisa jauh dari loe. gue mohon fy, maafin gue, gue janji gue nggak akanbuat loe nangis lagi.” Kata rio dengan lantang, ia berjalan kearah ify dan memeluk ify dengan erat, tidak mau lagi ia menyakiti ify, apalagi samapi ify marah hanya karna dirinya. “maafin gue fy.” Kata rio pelan.
Ify mengangguk, tak bisa lagi mengatakan apa-apa, ini lebih dai kata spesial baginya. Mendengar janji rio, mendengar nyanyian rio, mendengar rio seperti tadi, membuatnya sangat senang, setidaknya setelah ini semuanya akan lebih indah.
“udah wooooy pelukannya, tempat umum nih.” Kata shilla sambil menyelip diantara tubuh rio dan ify yang masih berpelukkan.
“yeee, dapat double Peje nih.” Teriak sivia ngga jelas sambil nunjuk tampang innocentnya.
“huuuu, mau loe mah itu, loe beresen dulu masalah loe sama alvin, baru deh gue kasi peje.” Sahut cakka sambil menunjuk kearah alvin yang sudah berjalan menjauh dari mereka.
“huuuuh. Capek deh.” Keluh sivia, tiba-tiba mukanya jadi melas bangeeet.
“hahahhahaha.”


-----------------BERSAMBUNG-----------------

 
Contact me at :
My twitter @AyuaDianoszta97
My FB  at Isti Ayua Diani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar