Look at
ALVIN’s eyes (part7)
#nggak
jelas
Cakka
memarkirkan motornya dihalaman rumah mewah alvin. ia memperhatikan seluk beluk
rumah tersebut sebelum memasukinya, ternyata tidak ada yang berubah dari rumah
tersebut semenjak kematian gabriel. Design, letak, bahkan ornamen-ornamen
didalam rumah ini tidak ada yang bergeser atau diganti sama sekali. fram foto
yang berisi gambar alvin-gabriel pun tetap terpasang didinding ruang tamu, dulu
foto tersebut adalah foto favorite cakka. Yah, dulu dan sekarang foto tersebut
tetaplah foto favorite cakka, melihat senyuman adik-kakak tersebut membawa
kesenangan tersendiri untuk cakka yang selalu merindukan kehadiran saudara
dikeluarganya karna cakka memang tidak mempunyai saudara –anak tunggal-.
“den
cakka.” Sapa bi Lilin, pembantu rumah alvin satu-satunya.
“eh, bi
lin. Alvinnya udah pulang bi ?.” balas cakka sekaligus melayangkan pertanyaan
untuk bi lilin.
“lah,
bukannya den alvin masih sekolah. Bibi nggak lihat den alvin pu...”
“ARGHHHHH.”
Teriakan dari lantai dua memotong perkataan bi lilin, membuat cakka sekaligus
pembantu rumah alvin tersebut langsung terpelonjak kaget.
“ALVIN.” cakka langsung berlari menaiki tangga kelantai dua.
“ALVIN.” cakka langsung berlari menaiki tangga kelantai dua.
Pintu
kamar alvin yang terbuka lebar membuat cakka dapat melihat kamar tersebut
berantakan, semua barang barang yang terbuat dari kaca hancur dan tak berbentuk
lagi. “alvin.” panggil cakka sambil menyeruak masuk kekamar alvin.
Alvin
diam sambil memeluk lututnya, tidak satupun suara yang terdengar oleh
telinganya. Sakit dikepalanya terlalu menyiksa, membuat seluruh indranya mati
rasa. Cakka merasa iba melihat alvin yang ada dihadapannya kali ini. “alvin.”
panggil cakka lagi.
Cakka
menepuk pundak alvin pelan, dulu ia ingat gabriel selalu melaukakan hal yang
sama untuk menenangkan alvin kecil yang menangis karna merindukan mamanya.
Cakka harap tepukan tangannya pada pundak alvin akan mempunyai kenyamanan yang
sama dengan tepukan tangan gabriel karena untuk detik ini dan seterusnya ia
ingin menjadi kakak alvin, meskipun tidak sebaik gabriel karna gabriel tetap
yang nomer satu untuk alvin.
“jangan
takut, kakak selalu bersamamu.” Kata cakka pelan.
Alvin
mendongak mendengar kata-kata itu. ‘gabriel’, pikir alvin sambil berdiri dan
memeluk tubuh cakka yang dianggapnya gabriel. “kak gabriel.” Panggil alvin
pelan. semua rasa sakit yang tadi menyerangnya tiba-tiba hhilang dan lenyap
begitu saja, ia tidak akan peduli pada rasa sakit itu lagi asalkan gabriel ada
dekatnya. Alvin tampaknya belum menyadari kalau cakka bukanlah gabriel, kali
ini ia merasakan Kehadiran cakka seperti kehadiran gabriel.
“jangan
salahin gue, kak.” Lirih alvin sambil menutup matanya.
Kali
ini mata tajam itu terlalu lelah, membuat sang empunya perlu menutupnya lebih
lama untuk mengistirahatkan mata itu. cakka merasakan tubuh alvin semakin
berat, membuatnya mengurai pelukan alvin yang juga melonggar. “alvin” panggil
cakka, namun mata itu tetap tertutup membuat cakka panik dan khawatir. “al, loe
nggak papakan ?.” tanya cakka sambil menepuk-nepuk pipi alvin, namun tetap saja
mata itu tak terbuka sama sekali.
=======
Ify
menggembungkan pipinya sebal ketika melihat rio masih saja mondar mandir nggak
jelas didepannya. Mungkin sudah setengah jam lebih rio beringkah seperti ini,
mundar mandir seperti orang gelisah saja.
“rio, loe
kenapa sih ? kayak cacing kepanasan gitu.” Kata ify kesal.
“arghhhh,
SHIT.” Umpat rio sambil menghentikan langkahnya. “pusing gue mikirin tu bocah.”
“udahlah
yo, ngapain loe pikirin alvin, bukannya loe dendem sama dia.” Sindir ify.
Rio
menatap ify tajam, kesal dengan sindiran gadisnya tersebut, “loe bisa diem
nggak fy, jangan banyak bacot deh loe.” Bentak rio kasar.
Ify
langsung diam, baru kali ini ia melihat rio semarah itu padanya, apalagi sampai
membentaknya sekasar itu. air mata sudah menumpuk disudut matanya, takut juga
ify melihat rio memarahinya, padahal biasanya rio tidak pernah membentak atau
memarahinya. “r... io...” panggil ify lirih, suaranya terdengar bergetar
menahan tangis.
rio
meredam emosinya, ia merasa bersalah melihat ify yang sudah menangis karna
ulahnya sendiri. “fy, maafin gue ya.”
Pinta rio sambil merengkuh ify kedalam pelukkannya. “tadi gue lagi emosi fy.”
“lepas
yo.” Kata ify pelan, ia berusaha memberontak dan melepaskan pelukkannya dari
dekapan rio. untuk kali ini ia tidak bisa diam saja, sudah cukup rio
melampiaskan semua emosinya kepada dirinya, ify juga lelah kalau terus-terusan
begini.
“fy,
maafin gue ya.” Kata rio lagi.
Ify
menggeleng beberapa kali sambil menjauhkan dirinya dari rio. “cukup yo, gue
capek.” Kata ify ikut terbawa emosi. “gue nggak mau loe giniin gue terus. Gue
mau minta Break yo.” Kata ify lagi, air matanya kembali menetes.
“ify
maafin gue, jangan break dong fy. Gue nggak bisa tanpa loe.” Kata rio melas.
Rio kembali membawa ify kedalam pelukkannya. Rio memeluk erat ify seakan-akan
ia tidak mau mebiarkan ify pergi darinya, apalagi mengabulkan permintaan ify
untuk break.
“nggak yo,
kali ini gue mau break dulu.” Kata ify lagi. Ify pasrah begitu saja, membiarkan
rio memeluknya setidaknya setelah ini ia tidak akan mendapatkan pelukkan
tersebut untuk beberapa hai kedepan.
“tapi
sampai kapan fy kita break ?.”
“sampai urusan
loe dan alvin selesai, nggak ada dendam, nggak ada masalah, dan nggak ada
emosi.” Ify melepaskan pelukkan rio dan segera berlalu dari hadapan rio. ini
adalah keputusannya, ify tidak mungkin menarik kata-katanya lagi karna
menurutnya ini adalah hal yang terbaik untuk hubungan mereka, meskipun ia
sendiri tidak bisa jauh dari rio.
“arghhhhh,
damn !!!” rio mengacak rambutnya –frustasi-. Sekarang masalah yang lebih besar
akan dihadapinya sendiri, tanpa ify. Ini adalah mimpi buruk yang bahkan tidak
pernah ia impikan ketika terlelap, rio benar-benar tidak bisa jauh dari ify, ia
terlalu bergantung pada gadisnya itu.
======
Sinin
pagi kali ini tidak seindah senin dihari yang lalu, tepatnya karna kejadian
beberapa hari yang lalu membuat sivia terus saja murung. Sedikit rasa menyesal
dan bersalah terus saja menghantuinya setelah kejadian di ruang UKS kemarin
lusa. Tidak seharusnya ia menyalahkan alvin, apalagi ia sendiri tidak tahu
apa-apa, ia juga tidak mengerti alvin sama sekali.
Bangku
kosong disampingnya terus saja menyita perhatian sivia. Senin pagi ini terasa
hambar tanpa kehadiran sang empunya bangku. Alvin. ahhh ! pemuda itu absen lagi
senin ini, padahal dua hari yang lalu alvin juga tidak masuk tanpa keterangan.
Apa yang terjadi pada alvin ?, tanya sivia pada dirinya sendiri.
“gue
kangen loe.” Gumam sivia pelan, berharap alvin bisa mendengarnya dan ada
disampingnya lagi. Sivia benar-benar merindukan alvin, sudah dua hari ia tidak
melihat pemuda itu dan sudah dua hari juga ia tidak mengamati wajah pemuda itu.
matanya, mata tajam alvin, setidaknya mata itu juga yang ikut dirindukannya.
“udahlah
vi, jangan dilihatin mulu bangkunya.” Celetuks seseorang disela lamunan sivia.
Sivia mendongak dan mendapati cakka tengah tersenyum padanya.
“heh !!!
gue kangen dia kak.” Kata sivia mengadu.
Cakka
tersenyum tipis, rasa cemburu itu masih terasa meskipun hanya sedikit saja.
Padahal beberapa hari yang lalu ia sudah belajar untuk mengikhlaskan sivia
dengan alvin. cakka ingin menjadi kakak yang baik untuk alvin dan setidaknya
dengan menikhlaskan sivia, cakka dapat membuat alvin bahagia nanti. “dia pasti
kangen sama loe juga.” Cakka mengangkat tangannya unttuk mengacak-acak rambut
sivia.
Sivia
tersenyum tipis, “tapi gue tetep benci sama dia.” Suara sivia terdengar kesal, membuat
cakka tertawa ringan. Bingung juga sama sivia yang plin plan, tadi bilang
kangen sekarang malah bilang benci.
“dia nggak
salah vi.” kata cakka. “loe pasti ngerti semuanya.” Sivia mengangguk pelan, ia
memang mengerti semuanya, mengerti kalau semua ini bukan salah alvin sepenuh,
ini hanya garisan takdir yang telah tergores diatas cakrawala kehidupan dan
goresan tersebut tidak dapat terhapuskan meskipun dengan cinta.
“gue tau.”
Balas sivia pelan.
“yasudaaah, sekarang loe jangan ngelamun lagi.” Kata cakka sambil berlalu keluar kelas sivia,ia harus segera kembali kekelasnya karna sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.
“yasudaaah, sekarang loe jangan ngelamun lagi.” Kata cakka sambil berlalu keluar kelas sivia,ia harus segera kembali kekelasnya karna sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.
Sivia
kembali diam, ingin rasanya ia menangis saat ini, apalagi air matanya sudah
berada disudut-sudut matanya. ‘jangan
nangis sivia.’ Suara itu datang tanpa wujud. Mendengar suara itu membuat
sivia mengurungkan niatnya untuk menangis, setidaknya dalam keadaan sesulit ini
si pemilik suara itu masih mau menguatkannya. Gabriel.
======
Mata
itu belum saja terbuka, sudah tiga hari tanpa terbuka ataupun bergerak. Tidak
ada yang salah pada dirinya, bahkan dokterpun tidak tau mengapa kesadarannya
tak kunjung menebal, malah semakin lama semakin tipis saja. “alvin loe bangun
dong.” Kata gadis yang berada disamping ranjangnya, sudah seharian ini ia
menjaga sepupu tercintanya itu.
“loe nggak
kangen apa sama sepupu loe yang manis ini.” gadis terseput terkikik pelan,
menganggap dirinya gila karna berbicara dengan orang yang masih terlelap. “vin,
loe tau nggak sivia kangen sama loe, makanya loe bangun dong, nggak seru kalau
loe tidur terus.”
“shilla.”
Panggil cakka diambang pintu. Gadis yang ternyata adalah shilla tersebut
langsung mengalihkan pandangannya dari alvin ke cakka. “apa ?.” responya
singkat.
“nggak
ada, gue khawatir aja kalau loe tiba-tiba gila, Hehe.” Cengir cakka nggak jelas.
“huuu, gue
masih waras tau.”
“emang ada
orang waras ngomong sendiri.”
“gue nggak
ngomong sendiri kok, gue lagi ngomong sama alvin.” bela shilla sambil kembali
menghadap alvin. cakka mendekat dan menepuk pundak shilla, pandangannya menatap
prihatin pada tubuh yang masih saja tak bergerak. “dia belum sadar ya ?.”
shilla menggeleng untuk menjawabnya. Alvin belum sadar sama sekali, belum
menunjukkan perkembangan apapun. Tampaknya alvin masih betah dalam dunia
mimpinya.
“huuuh
!!!.” desah cakka pasrah. “kapan loe mau bangun ?.” tanya cakka pada raga alvin
yang masih saja tidak bergeming sama sekali.
“udahlah
kka, kita bantu doa aja.” Shilla mendongak, menatap cakka yang tepat berada
disampingnya. cakka balas menatap shilla dan tersenyum hangat pada gadis
tersebut.
“cakep.”
Gumam shilla tanpa sadar, dirinya terpesona melihat cakka dari dekat seperti
ini. senang. Shilla merasa senang
kalau melihat cakka dengan jarak sedekat ini. Perasaanya tidak akan berubah,
dari dulu sampai saat ini perasaannya masih tetap saja sama ke cakka, sama
dengan perasaan aneh dengan berbagai sensasinya. Apa ini cinta ???, shilla membatin sambil senyum-senyum sendiri.
“gue emang
cakep, baru nyadar loe.” Kata cakka sambil nyengir. Cakka mengernyitkan dahinya
melihat tingkah shilla, risih juga ia melihat shilla yang memandangnya seperti
orang gila, mana shilla senyum-senyum nggak jelas lagi, isshhhh.
“hah,
cakep. Siapa ? loe ? loe mah nggak cakep, cakdut gitu.”kata shilla salting,
gila juga mengakui cakka cakep secara terang-terangan didepan orangnya sendiri.
“shilla,
tadi loe yang bilang gue cakep, sekarang malah dijatohin gitu, gue nggak gendut
tau.” Kesal cakka.
“hahaha,
emang gue bilang gitu ya, mimpi kali loe :p.”
“isssh,
nyebelin loe.” Cerca cakka sambil memajukan bibirnya ngambek.
“jiaaaah,
ngambek, hahaha.” Kata shilla sambil tersenyum jahil. “ngegemesin loe, lucu
banget sih.” Shilla mencubit pipi cakka gemas, senang juga kalau lihat cakka
ngambek kayak gitu.
Pipi
cakka menggembung, bibirnya sedikit maju, seperti anak TK saja dia ngambeknya
kayak gitu. “hehe, maaf kka. Jangan ngambek dong.” Rayu shilla sambil
menoel-noel dagu cakka. Sementara yang di toel tetep diam, masih dengan pipi
digembungkan.
‘CEKLEEEEK.’
Pintu kamar alvin terbuka, membuaut aksi ngambek cakka terhenti. Cakka dan
shilla reflek melihat keambang pintu.
Seorang
wanita berdiri diambang pintu, raut wajahnya nampak penuh kecemasan melihat
alvin yang masih belum sadar. Shilla dan cakka sendiri kaget melihat wanita
tersebut, sudah lama wanita itu tidak terliaht dikehidupan mereka, lama sekali.
shilla tersenyum hangat menyambut wanita itu, ia sangat merindukan wanita
tersebut. beda shilla, beda juga dengan cakka, cakka malah menatap benci wanita
tersebut, ia ingat tingkah wanita itu dimasa lalu. wanita yang tidak bertanggung jawab, pikir cakka.
“bagaimana
keadaan alvin ?.” tanya wanita itu.
“apa
peduli anda ?.” tanya cakka balik, ia muak mendengar pertanyaan wanita
tersebut. bukankah dulu wanita tersebut tidak pernah memperdulikan alvin, cakka
ingat bagaimana tingkah wanita itu dimasa lalu.
“saya....”
-----------BERSAMBUNG-----------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar