Rabu, 18 April 2012

Look at ALVIN’s eyes #part7


Look at ALVIN’s eyes (part7)
#nggak jelas

Cakka memarkirkan motornya dihalaman rumah mewah alvin. ia memperhatikan seluk beluk rumah tersebut sebelum memasukinya, ternyata tidak ada yang berubah dari rumah tersebut semenjak kematian gabriel. Design, letak, bahkan ornamen-ornamen didalam rumah ini tidak ada yang bergeser atau diganti sama sekali. fram foto yang berisi gambar alvin-gabriel pun tetap terpasang didinding ruang tamu, dulu foto tersebut adalah foto favorite cakka. Yah, dulu dan sekarang foto tersebut tetaplah foto favorite cakka, melihat senyuman adik-kakak tersebut membawa kesenangan tersendiri untuk cakka yang selalu merindukan kehadiran saudara dikeluarganya karna cakka memang tidak mempunyai saudara –anak tunggal-.
“den cakka.” Sapa bi Lilin, pembantu rumah alvin satu-satunya.
“eh, bi lin. Alvinnya udah pulang bi ?.” balas cakka sekaligus melayangkan pertanyaan untuk bi lilin.
“lah, bukannya den alvin masih sekolah. Bibi nggak lihat den alvin pu...”
“ARGHHHHH.” Teriakan dari lantai dua memotong perkataan bi lilin, membuat cakka sekaligus pembantu rumah alvin tersebut langsung terpelonjak kaget.
“ALVIN.” cakka langsung berlari menaiki tangga kelantai dua.
Pintu kamar alvin yang terbuka lebar membuat cakka dapat melihat kamar tersebut berantakan, semua barang barang yang terbuat dari kaca hancur dan tak berbentuk lagi. “alvin.” panggil cakka sambil menyeruak masuk kekamar alvin.
Alvin diam sambil memeluk lututnya, tidak satupun suara yang terdengar oleh telinganya. Sakit dikepalanya terlalu menyiksa, membuat seluruh indranya mati rasa. Cakka merasa iba melihat alvin yang ada dihadapannya kali ini. “alvin.” panggil cakka lagi.
Cakka menepuk pundak alvin pelan, dulu ia ingat gabriel selalu melaukakan hal yang sama untuk menenangkan alvin kecil yang menangis karna merindukan mamanya. Cakka harap tepukan tangannya pada pundak alvin akan mempunyai kenyamanan yang sama dengan tepukan tangan gabriel karena untuk detik ini dan seterusnya ia ingin menjadi kakak alvin, meskipun tidak sebaik gabriel karna gabriel tetap yang nomer satu untuk alvin.
“jangan takut, kakak selalu bersamamu.” Kata cakka pelan.
Alvin mendongak mendengar kata-kata itu. ‘gabriel’, pikir alvin sambil berdiri dan memeluk tubuh cakka yang dianggapnya gabriel. “kak gabriel.” Panggil alvin pelan. semua rasa sakit yang tadi menyerangnya tiba-tiba hhilang dan lenyap begitu saja, ia tidak akan peduli pada rasa sakit itu lagi asalkan gabriel ada dekatnya. Alvin tampaknya belum menyadari kalau cakka bukanlah gabriel, kali ini ia merasakan Kehadiran cakka seperti kehadiran gabriel.
“jangan salahin gue, kak.” Lirih alvin sambil menutup matanya.
Kali ini mata tajam itu terlalu lelah, membuat sang empunya perlu menutupnya lebih lama untuk mengistirahatkan mata itu. cakka merasakan tubuh alvin semakin berat, membuatnya mengurai pelukan alvin yang juga melonggar. “alvin” panggil cakka, namun mata itu tetap tertutup membuat cakka panik dan khawatir. “al, loe nggak papakan ?.” tanya cakka sambil menepuk-nepuk pipi alvin, namun tetap saja mata itu tak terbuka sama sekali.

=======

Ify menggembungkan pipinya sebal ketika melihat rio masih saja mondar mandir nggak jelas didepannya. Mungkin sudah setengah jam lebih rio beringkah seperti ini, mundar mandir seperti orang gelisah saja.
“rio, loe kenapa sih ? kayak cacing kepanasan gitu.” Kata ify kesal.
“arghhhh, SHIT.” Umpat rio sambil menghentikan langkahnya. “pusing gue mikirin tu bocah.”
“udahlah yo, ngapain loe pikirin alvin, bukannya loe dendem sama dia.” Sindir ify.
Rio menatap ify tajam, kesal dengan sindiran gadisnya tersebut, “loe bisa diem nggak fy, jangan banyak bacot deh loe.” Bentak rio kasar.
Ify langsung diam, baru kali ini ia melihat rio semarah itu padanya, apalagi sampai membentaknya sekasar itu. air mata sudah menumpuk disudut matanya, takut juga ify melihat rio memarahinya, padahal biasanya rio tidak pernah membentak atau memarahinya. “r... io...” panggil ify lirih, suaranya terdengar bergetar menahan tangis.
rio meredam emosinya, ia merasa bersalah melihat ify yang sudah menangis karna ulahnya sendiri. “fy, maafin gue  ya.” Pinta rio sambil merengkuh ify kedalam pelukkannya. “tadi gue lagi emosi fy.”
“lepas yo.” Kata ify pelan, ia berusaha memberontak dan melepaskan pelukkannya dari dekapan rio. untuk kali ini ia tidak bisa diam saja, sudah cukup rio melampiaskan semua emosinya kepada dirinya, ify juga lelah kalau terus-terusan begini.
“fy, maafin gue ya.” Kata rio lagi.
Ify menggeleng beberapa kali sambil menjauhkan dirinya dari rio. “cukup yo, gue capek.” Kata ify ikut terbawa emosi. “gue nggak mau loe giniin gue terus. Gue mau minta Break yo.” Kata ify lagi, air matanya kembali menetes.
“ify maafin gue, jangan break dong fy. Gue nggak bisa tanpa loe.” Kata rio melas. Rio kembali membawa ify kedalam pelukkannya. Rio memeluk erat ify seakan-akan ia tidak mau mebiarkan ify pergi darinya, apalagi mengabulkan permintaan ify untuk break.
“nggak yo, kali ini gue mau break dulu.” Kata ify lagi. Ify pasrah begitu saja, membiarkan rio memeluknya setidaknya setelah ini ia tidak akan mendapatkan pelukkan tersebut untuk beberapa hai kedepan.
“tapi sampai kapan fy kita break ?.”
“sampai urusan loe dan alvin selesai, nggak ada dendam, nggak ada masalah, dan nggak ada emosi.” Ify melepaskan pelukkan rio dan segera berlalu dari hadapan rio. ini adalah keputusannya, ify tidak mungkin menarik kata-katanya lagi karna menurutnya ini adalah hal yang terbaik untuk hubungan mereka, meskipun ia sendiri tidak bisa jauh dari rio.
“arghhhhh, damn !!!” rio mengacak rambutnya –frustasi-. Sekarang masalah yang lebih besar akan dihadapinya sendiri, tanpa ify. Ini adalah mimpi buruk yang bahkan tidak pernah ia impikan ketika terlelap, rio benar-benar tidak bisa jauh dari ify, ia terlalu bergantung pada gadisnya itu.

======

Sinin pagi kali ini tidak seindah senin dihari yang lalu, tepatnya karna kejadian beberapa hari yang lalu membuat sivia terus saja murung. Sedikit rasa menyesal dan bersalah terus saja menghantuinya setelah kejadian di ruang UKS kemarin lusa. Tidak seharusnya ia menyalahkan alvin, apalagi ia sendiri tidak tahu apa-apa, ia juga tidak mengerti alvin sama sekali.
Bangku kosong disampingnya terus saja menyita perhatian sivia. Senin pagi ini terasa hambar tanpa kehadiran sang empunya bangku. Alvin. ahhh ! pemuda itu absen lagi senin ini, padahal dua hari yang lalu alvin juga tidak masuk tanpa keterangan. Apa yang terjadi pada alvin ?, tanya sivia pada dirinya sendiri.
“gue kangen loe.” Gumam sivia pelan, berharap alvin bisa mendengarnya dan ada disampingnya lagi. Sivia benar-benar merindukan alvin, sudah dua hari ia tidak melihat pemuda itu dan sudah dua hari juga ia tidak mengamati wajah pemuda itu. matanya, mata tajam alvin, setidaknya mata itu juga yang ikut dirindukannya.
“udahlah vi, jangan dilihatin mulu bangkunya.” Celetuks seseorang disela lamunan sivia. Sivia mendongak dan mendapati cakka tengah tersenyum padanya.
“heh !!! gue kangen dia kak.” Kata sivia mengadu.
Cakka tersenyum tipis, rasa cemburu itu masih terasa meskipun hanya sedikit saja. Padahal beberapa hari yang lalu ia sudah belajar untuk mengikhlaskan sivia dengan alvin. cakka ingin menjadi kakak yang baik untuk alvin dan setidaknya dengan menikhlaskan sivia, cakka dapat membuat alvin bahagia nanti. “dia pasti kangen sama loe juga.” Cakka mengangkat tangannya unttuk mengacak-acak rambut sivia.
Sivia tersenyum tipis, “tapi gue tetep benci sama dia.” Suara sivia terdengar kesal, membuat cakka tertawa ringan. Bingung juga sama sivia yang plin plan, tadi bilang kangen sekarang malah bilang benci.
“dia nggak salah vi.” kata cakka. “loe pasti ngerti semuanya.” Sivia mengangguk pelan, ia memang mengerti semuanya, mengerti kalau semua ini bukan salah alvin sepenuh, ini hanya garisan takdir yang telah tergores diatas cakrawala kehidupan dan goresan tersebut tidak dapat terhapuskan meskipun dengan cinta.
“gue tau.” Balas sivia pelan.
“yasudaaah, sekarang loe jangan ngelamun lagi.” Kata cakka sambil berlalu keluar kelas sivia,ia harus segera kembali kekelasnya karna sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.
Sivia kembali diam, ingin rasanya ia menangis saat ini, apalagi air matanya sudah berada disudut-sudut matanya. ‘jangan nangis sivia.’ Suara itu datang tanpa wujud. Mendengar suara itu membuat sivia mengurungkan niatnya untuk menangis, setidaknya dalam keadaan sesulit ini si pemilik suara itu masih mau menguatkannya. Gabriel.

======

Mata itu belum saja terbuka, sudah tiga hari tanpa terbuka ataupun bergerak. Tidak ada yang salah pada dirinya, bahkan dokterpun tidak tau mengapa kesadarannya tak kunjung menebal, malah semakin lama semakin tipis saja. “alvin loe bangun dong.” Kata gadis yang berada disamping ranjangnya, sudah seharian ini ia menjaga sepupu tercintanya itu.
“loe nggak kangen apa sama sepupu loe yang manis ini.” gadis terseput terkikik pelan, menganggap dirinya gila karna berbicara dengan orang yang masih terlelap. “vin, loe tau nggak sivia kangen sama loe, makanya loe bangun dong, nggak seru kalau loe tidur terus.”
“shilla.” Panggil cakka diambang pintu. Gadis yang ternyata adalah shilla tersebut langsung mengalihkan pandangannya dari alvin ke cakka. “apa ?.” responya singkat.
“nggak ada, gue khawatir aja kalau loe tiba-tiba gila, Hehe.”  Cengir cakka nggak jelas.
“huuu, gue masih waras tau.”
“emang ada orang waras ngomong sendiri.”
“gue nggak ngomong sendiri kok, gue lagi ngomong sama alvin.” bela shilla sambil kembali menghadap alvin. cakka mendekat dan menepuk pundak shilla, pandangannya menatap prihatin pada tubuh yang masih saja tak bergerak. “dia belum sadar ya ?.” shilla menggeleng untuk menjawabnya. Alvin belum sadar sama sekali, belum menunjukkan perkembangan apapun. Tampaknya alvin masih betah dalam dunia mimpinya.
“huuuh !!!.” desah cakka pasrah. “kapan loe mau bangun ?.” tanya cakka pada raga alvin yang masih saja tidak bergeming sama sekali.
“udahlah kka, kita bantu doa aja.” Shilla mendongak, menatap cakka yang tepat berada disampingnya. cakka balas menatap shilla dan tersenyum hangat pada gadis tersebut.
“cakep.” Gumam shilla tanpa sadar, dirinya terpesona melihat cakka dari dekat seperti ini. senang. Shilla merasa senang kalau melihat cakka dengan jarak sedekat ini. Perasaanya tidak akan berubah, dari dulu sampai saat ini perasaannya masih tetap saja sama ke cakka, sama dengan perasaan aneh dengan berbagai sensasinya. Apa ini cinta ???, shilla membatin sambil senyum-senyum sendiri.
“gue emang cakep, baru nyadar loe.” Kata cakka sambil nyengir. Cakka mengernyitkan dahinya melihat tingkah shilla, risih juga ia melihat shilla yang memandangnya seperti orang gila, mana shilla senyum-senyum nggak jelas lagi, isshhhh.
“hah, cakep. Siapa ? loe ? loe mah nggak cakep, cakdut gitu.”kata shilla salting, gila juga mengakui cakka cakep secara terang-terangan didepan orangnya sendiri.
“shilla, tadi loe yang bilang gue cakep, sekarang malah dijatohin gitu, gue nggak gendut tau.” Kesal cakka.
“hahaha, emang gue bilang gitu ya, mimpi kali loe :p.”
“isssh, nyebelin loe.” Cerca cakka sambil memajukan bibirnya ngambek.
“jiaaaah, ngambek, hahaha.” Kata shilla sambil tersenyum jahil. “ngegemesin loe, lucu banget sih.” Shilla mencubit pipi cakka gemas, senang juga kalau lihat cakka ngambek kayak gitu.
Pipi cakka menggembung, bibirnya sedikit maju, seperti anak TK saja dia ngambeknya kayak gitu. “hehe, maaf kka. Jangan ngambek dong.” Rayu shilla sambil menoel-noel dagu cakka. Sementara yang di toel tetep diam, masih dengan pipi digembungkan.
‘CEKLEEEEK.’ Pintu kamar alvin terbuka, membuaut aksi ngambek cakka terhenti. Cakka dan shilla reflek melihat keambang pintu.
Seorang wanita berdiri diambang pintu, raut wajahnya nampak penuh kecemasan melihat alvin yang masih belum sadar. Shilla dan cakka sendiri kaget melihat wanita tersebut, sudah lama wanita itu tidak terliaht dikehidupan mereka, lama sekali. shilla tersenyum hangat menyambut wanita itu, ia sangat merindukan wanita tersebut. beda shilla, beda juga dengan cakka, cakka malah menatap benci wanita tersebut, ia ingat tingkah wanita itu dimasa lalu. wanita yang tidak bertanggung jawab, pikir cakka.
“bagaimana keadaan alvin ?.” tanya wanita itu.
“apa peduli anda ?.” tanya cakka balik, ia muak mendengar pertanyaan wanita tersebut. bukankah dulu wanita tersebut tidak pernah memperdulikan alvin, cakka ingat bagaimana tingkah wanita itu dimasa lalu.
“saya....”

-----------BERSAMBUNG-----------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar