Remang-remang
ruangan menyimpan kerinduan yang mendalam dibaliknya. Nampak seorang gadis
menangis tanpa suara sambil memeluk fram foto yang terisi gambaran sepasang
anak manusia dengan fose yang berbeda. Salah satu gambar foto tersebut adalah
gambar dirinya, dan satunya lagi adalah gambar seorang anak laki-laki dengan
tatapan tajam seakan menyimpan isyarat rasa yang penuh arti dari sorotan
matanya. Mata itu, mata yang selalu menawarkan pesona yang lebih baginya dan
mata itu selalu menunjukan ada rasa yang terpendam dibaliknya.
“gue
kangen loe.” Gumam gadis tersebut. Namun seketika semuanya berubah, kerinduan
itu kian beranjak menjadi dendam ketika memori gadis tersebut kembali berputar
dan mengingatkannya pada suatu kejadian yang kini membuatnya membenci anak
laki-laki yang gambarnya ada didalam fram foto tersebut.
“BRAAAK”
Fram
tersebut dilemparnya dan jatuh terhempas kelantai. Kaca fram berubah menjadi
Serpihan-serpihan dan menghambur tak jelas sama seperti kisahnya bersama anak
laki-laki yang gambarnya berada didalam fram foto tersebut...
“arghhhh...
hiks... hiks... hiks,,,”
==================================================================================
Bangunan
kokoh dengan sebuah menara menjulang tinggi bak menembus langit kini terlihat
didepan mata sivia, langkah kakinya semakin dekat hingga memasuki halaman
bangunan tersebut. Gapura berwarna biru langit kian menyambut langkahnya,
“welcome to SMA ALOSZTRICK LIFEX-TION” rangkaian huruf-huruf itu seakan
menghantarnya lebih dekat untuk mengenal dimana tempatnya sekarang.
“pagi,
sivia.” Sapa seseorang dari arah belakang, sivia berbalik dan menatap dua
makhluk tampan yang mulai saat ini telah menjelma menjadi kakak kelasnya.
“eh’hehe.
Pagi juga kak rio.” balasnya dan sedikit mengubah arah pandangnya keorang yang
berada disamping rio. “pagi kak cakka.” Sapanya keorang tersebut.
Cakka
tersenyum ramah, namun tidak membalas sapaan sivia dengan kata-kata. “yasudah,
ayo kita masuk sama-sama.” Ajak rio sambil merangkul cakka dan berjalan duluan
melewati sivia.
“iya kak.”
Sivia berjalan dibelakang rio dan cakka, mengikuti langkah kaki kedua orang
tersebut dan mereka berpisah dikoridor sekolah yang menghantarkan mereka
kekelas masing-masing.
Sivia
bersenandung riang disepanjang koridor, senyuman manisnya mengembang bak bunga
yang baru saja mekar dipagi hari. Tak banyak siswa yang tidak memandangnya,
mereka bagai terhipnotis paras cantik nan imut gadis berlesung pipi macam
sivia.
‘TEEEETEEEETEEEET’
bel masuk menggema, membuat langkah sivia semakin berpacu cepat kearah kelasnya
yang berada diruang X.5. bersama teman-teman barunya sivia masuk kelas dengan
langkah pasti, mencari sisa-sisa bangku kosong yang belum perpenghuni. Dan
akhirnya bangku diurutan kedualah yang menarik langkahnya karna hanya tinggal
bangku itulah yang tersisa.
‘Pergi atau mati’
setidaknya tulisan lusuh dengan tip-X diatas meja tersebut berhasil membuat
sivia merinding dan tampaknya tulisan tersebut juga yang membuat siswa-siswi
lain enggan untuk mendudukinya.
Dengan
ragu sivia menduduki bangku tersebut tanpa menghiraukan tulisan yang mengukir
mejanya. Sesekali sivia menoleh kesampingnya, tidak ada yang duduk disana,
tampaknya tidak ada yang ingin menjadi penghuni baru bangku kosong tersebut.
Jadilah sivia hanya duduk sendiri.
“selamat
pagi.” Sapa wanita muda yang umurnya berkisaran 35thn.
“pagi
ibu guru.” Sahut para siswa dan siswi, termasuk sivia.
“perkenalkan
nama saya winda. Saya guru kesenian sekaligus wali kelas kalian.” Kata wanita
memperkenalkan dirinya. “baiklah, karna hari ini awal kalian masuk sekolah.
Jadi ibu hanya menyuruh kalian untuk menggambar sesuatu yang ada dalam khayalan
kalian.” Suruhnya dan semua siswa un langsung bergeming untuk mengambil buku
gambar mereka.
“permisi”
kata seseorang diambang pintu. Semua penghuni kelas pun menghentikan aktivitasnya,
lantas langsung mengarahkan pandangannya keambang pintu. Disana beridiri
seorang anak laki-laki berkacamata dengan ekspresi yang sungguh sangat amat
datar. “maaf, saya telat.” Katanya santai.
“hmmm,
apa kamu alvin jonathan ?” tanya bu winda seraya mendekati alvin yang masih
berdiri diambang pintu. Alvin hanya mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaan
gurunya tersebut.
“baiklah,
alvin. tidak apa-apa, silahkan kamu duduk di bangku yang masih kosong.” Kata bu
winda sambil mempersilahkan alvin masuk dan mencari bangkunya sendiri.
Alv
in mengangguk seraya menyalami tangan wali kelasnya, bu winda. Setelah itu
alvin berjalan kesamping bangku sivia yang tampaknya menjadi satu-satunya
bangku kosong yang masih tersisa. Sivia yang tampaknya tidak menghiraukan
kedatangan alvin, hanya mengangkat wajahnya dan tersenyum hangat menyambut
teman sebangku sekaligus teman barunya itu.
“sivia.”
Kata sivia memperkenalkan diri. Tangannya terulur untuk memberi sapaan ke
alvin.
Alvin
menoleh, melihat sivia dari balik kacamatanya. Tatapan yang sungguh sangat
tajam dan serasi dengan ekspresi datarnya. Sivia yang tadi tersenyum tiba-tiba
menegang, tatapan itu mengingatkannya pada mata sarat isyarat yang sangat ia
kenal dimasa lalunya.
‘tidak
mungkin... mata itu...’ sivia bergumam tak percaya. Memandang mata alvin seakan
membuatnya merasa kecil diantara manusia lainnya, kali ini masa lalulah yang
berbicara, masa lalu juga yang membuatnya tertunduk dan membisu.
Alvin
yang tidak peduli dengan reaksi sivia, kembali sibuk mngeluarkan buku. Hari ini
dia tidak ingin banyak berbicara dan banyak bergerak diruang lingkup beraura
pekat seperti didlam kelas ini. sivia yang masih shock masih saja membatu, kali
ini wajahnya ia tundukan. Masih tidak percaya dengan si pemilik mata yang berada
disampingnya.
‘tidak mungkin’ dua kata
yang terus diulangnya dalam diam, sesekali sivia meredam emosi sekaligus
menahan air mata yang masih bertumpuk disudut matanya. Tidak ada satu kata yang
terucap disana, hanya deruan nafas lembut dan tidak ada lagi suara yang menyapa
telinganya.
Terlalu
lama membeku ditempat, kali ini membuat sivia ketinggalan banyak sapaan
guru-guru barunya. Hari pertama sekolahnya tiba-tiba terasa suram dengan
kehadiran alvin si pemilik mata yang sama dengan mata seseorang yang berada
dimasa lalunya. Bila saja kacamata yang menjadi penghalang mata bening alvin
dibuka, sivia yakin sorot mata itu akan semakin terlihat jelas dan akan semakin
membuatnya semakin tidak tahan.
“baiklah
anak-anak, sekarang kalian boleh pulang. Sampai jumpa minggu depan.” Kata guru
yang mengajar dijam terakhir. Sivia tergugah, ntah sudah berapa jam ia larut
dalam lamunannya tentang alvin.
Sivia
mengangkat wajah, melihat kelasnya dari sudut kesudut. Ternyata sudah sepi,
gumamnya sambil membereskan buku gambar yang tadi ia keluarkan ketika pelajaran
bu winda. Setelah semuanya beres, sivia lantas bangun dan siap-siap melewati
bangku alvin yang ada disampingnya. Namun tiba-tiba langkah sivia tercekat
begitu melihat sebuah benda berkilap dibawah bangku alvin.
‘pin
biru’. Sivia mengankat pin tersebut seraya memperhatikannya dengan teliti.
Tulisan kecil terukir diatasnya, sepasang mata kecil menjadi hiasan
ditengah-tengah pin tersebut dan warna kornea kedua mata tersebut berbeda.
‘ALOSZTRICK LIFEX-TION’ ternyata
tulisan dalam pin tersebbut adalah tulisan yunani kuno yang menyebutkan nama
sekolahnya. Sivia menghempaskan tubuhnya kekasur, mencoba menebak apa yang aneh
dalam pin tersebut. Mata sivia beralih memandang dua warna sepasang mata yang
tergambar ditengah pin tersebut. ‘merah,
biru’. Bagian kanan mata tersebut berwarna biru dan yang kiri berwarna
merah. Sivia mematung dan sibut bergulat dengan pikiran-pikirannya. apa
hubungan sepasang mata ini dengan SMA ALOSZTRICK LIFEX-TION dan dengan ALVIN ?,
pikir sivia.
Beberapa
menitkemudian sivia mulai larut dalam bunga tidurnya. Memikirkan hal-hal aneh
dihari ini membuatnya lelah dan sedikit letih. Otaknya yang sedari tadi
bekerja, kali ini butuh istirahat.
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Hampa,
dunia tampak hampa dimata sivia. Hari yang cerah ini, membuatnya tenggelam
dalam keanehan yang nyata. Dari sudut matanya ia dapat melihat dua orang yang
berbeda tengah berdiri didepannya, satu dari orang tersebut adalah alvin dan
satunya lagi adalah orang dimasa lalunya.
Tidak
ada yang berbeda dari paras kedua orang tersebut, hanya saja warna mata mereka
kian berubah. Mata yang sama-sama sipit dari kedua orang tersebut tampak
menyimpan sejuta rahasia, mata benening dengan wana kornea berbeda membuat apa
yang terpendam didalamnya juga nampak berbeda.
Sepasang
Kornea yang dihiasi warna biru langit menjadi mata milik alvin. mata itu masih
bersembunyi dibalik kacamata pelindungnya, dari mata itu tampak tersirat sejuta
ketulusan dan rahasia isyarat yang sarat rasa. Sementara sepasang kornea lagi
dihiasi warna merah terang yang menjadi warna mata milik seseorang dimasa lalu
sivia, orang yang selama beberapa tahun ini menjadi pelipur rindunya. Sorot
teduh dan mendamaikan terpancar dari mata itu, membuat sivia melangkah dan
mendekati orang tersebut.
Namun
ketika berada tepat didepan orang itu, sivia malah merasa enggan untuk
menyentuhnya. Sampai akhir dimana bumi terasa berguncang, membuat alvin dan
seseorang dimasa lalu sivia itu menghilang, lenyap, dan tak tersisa apapun.
^^
“arghhhh,
hhh... hhh...” nafas sivia memburu ketika matanya benar-benar terbuka dan
melihat dunia yang lebih nyata dari dunia mimpinya tadi. Keringat dingin
membanjiri wajahnya dengan nafas tersengal-sengal tidak jelas. Ntah mimpi buruk
atau mimpi yang menyenangkan, namun untuk kali ini sivia tidak bisa membedakan
keduanya. Otakanya kembali bekerja, membuat sejuta pertanyaan bergelayut
bagaikan serasa meremas otaknya dan menimbulkan rasa sakit yang sangat nyata
disana.
Mengapa
alvin menjamahi bunga tidurnya ? mengapa warna mata itu persis dengan warna
mata di pin alvin ? apa hubungan semua pristiwa ini ? apa maksud dari
mimpi-mimpi itu ? isyarat apa yang ada dibalik 2pasang mata tersebut ? apa arti
semua ini ?
‘arghhhh...’
erang sivia ketika ia berjalan dikoridor sekolah dengan beberpa pertanyaan yang
ia sendiri tidak tahu jawabannya.
Langkah
sivia memlan begitu sudut-sudut matanya menangkap si penjamah tidurnya kematin
malam. Alvin berdiri menutupi pintu masuk kelasnya, wajahnya menunduk seperti
mencari sesuatu. “alvin, apa yang kamu cari ?.” tanya sivia yang berada
dibelakang alvin.
Alvin
mendongak, mengalihkan tatapannya kearah sivia yang berada dibelakangnya. Tanpa
suara alvin menggeser posisinya, membuat suatu celah untuk dilewati sivia
memasuki kelas. Mata itu benar-benar membuat sivia ketakutan, dengan tertunduk
sivia memasuki kelas dan melewati alvin. rasanya masih enggan untuk melihat
mata alvin secara langsung.
Hingga
pelajaran pertma dimulai, alvin masih nampak gelisah dan beberpa kali
mengedarkan pandangannya keseluruh
permukaan lantai kelas. Benda yang dicarinya masih saja tidak ditemukan. Sivia
sendiri sesekali mencuri pandang dan memperhatikan gerak gerik alvin. dan
berhipotesis kalau benda yang dicari
alvin adalah benda yang kemarin ia temukan dibawah bangku alvin sendiri.
“alvin,
apa yang sendang kamu lakukan ?.” tanya guru kimia yang sedang menjelaskan
teori bab pertama. Melihat alvin tidak bisa diam dan gelisah, membuat guru
tersebut sedikit kesal.
Alvin
menggeleng masih dengan ekspresi datarnya. Tidak ada satupun suara yang ia
bunyikan untuk menjawab pertanyaan guru tersebut. “oh, baiklah. Sekarang
sebagai hukumannnya kamu jawab semua soal-soal yang ada dipapan.”
Semua
siswa-siswi menelan ludahnya, termasuk sivia. Pada dasarnya mereka melakukan
itu hanya untuk memasang mental kalau saja alvin tidak bisa menjawab soal-soal
tersebut dan memasang mental kalau salah satu dari mereka ditunjuk untuk
menggantikan alvin. ketakutan yang merajalela semakin kental ketika sorot-sorot
mata mereka menangkap gambar alvin yang hanya diam mematung didepan papan.
Cukup
lima menit untuk berfikir jawaban-jawaban 10 soal yang ada didepan matanya,
dengan gerakan cepat alvin menulis sesuatu dengan tinta sepitol. Kelihaian
tangannya yang beradu dengan papan tulis sempat membuaut beberapa siswa
ternganga. Gerakan tangan yang sangat cepat, gumam merka dalam diam.
‘the end’
10
soal yang rumitnya bukan main selesai dalam waktu 15 menit ditangan alvin.
sivia yang sedari tadi memperhatikan alvin yang tidak pernah menyimak
sedikitpun penjelasan dari guru kimianya, memasang wajah bingung melihat alvin
yang nyatanya bisa menjawab 10 soal dengan gampang, tanpa hambatan.
“mmm,,,
mmm,,, ba... baiklah alvin. kamu boleh duduk.” Kata guru kimia tersebut. alvin
kembali mengangguk dan berjalan santai kebangkunya.
Waktu
berputar hingga pelajaran pertama usai, namun tidak satupun dari penghuni kelas
tersebut mampu melepas rasa ketidak percayaan mereka ketika melihat aksi alvin
didepan kelas tadi. So amazing action !
Pergantian
pelajaran kali ini terasa membingungkan. waktu yang tadi terasa berjalan cepat,
kali ini malah berjalan lambat. Lengang dan sepi, tidak ada suara sampai akhir
dimana suara derap kaki semu menyapa telinga mereka.
‘BRAAAAK’
pintu terbanting dan menyembulkan sosok pria paruh baya bertubuh kekar dari
baliknya.
“keluarkan
buku matematika kalian.” Suruh pria tersebut, beliau ternyata adalah guru
metematika kelas X.5 –kelas sivia-.
Dengan
gerakan cepat semua murid langsung mengeluarkan buku paket dan dua buku tulis
beserta polpen, pensil, dan lengkap dengan penggaris. Berbeda dengan apa yang
dilakukan teman-teman sekelasnya, alvin masih terus gelisah dan tidak
sedikitpun bergeming dari posisinya yang menunduk, masih mencari barang yang
sedari tadi tidak ditemukannya.
‘kasih tahu nggak ya kalau pinnya ada di
gue.’ Pikir sivia yang sesekali mencuri pandang kearah alvin. ‘gimana nih ? haduh, gue bingung lagi.’
=========================B.E.R.S.A.M.B.U.N.G=======================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar