Minggu, 01 April 2012

Look at ALVIN's Eyes #part1




Remang-remang ruangan menyimpan kerinduan yang mendalam dibaliknya. Nampak seorang gadis menangis tanpa suara sambil memeluk fram foto yang terisi gambaran sepasang anak manusia dengan fose yang berbeda. Salah satu gambar foto tersebut adalah gambar dirinya, dan satunya lagi adalah gambar seorang anak laki-laki dengan tatapan tajam seakan menyimpan isyarat rasa yang penuh arti dari sorotan matanya. Mata itu, mata yang selalu menawarkan pesona yang lebih baginya dan mata itu selalu menunjukan ada rasa yang terpendam dibaliknya.
“gue kangen loe.” Gumam gadis tersebut. Namun seketika semuanya berubah, kerinduan itu kian beranjak menjadi dendam ketika memori gadis tersebut kembali berputar dan mengingatkannya pada suatu kejadian yang kini membuatnya membenci anak laki-laki yang gambarnya ada didalam fram foto tersebut.
“BRAAAK”
Fram tersebut dilemparnya dan jatuh terhempas kelantai. Kaca fram berubah menjadi Serpihan-serpihan dan menghambur tak jelas sama seperti kisahnya bersama anak laki-laki yang gambarnya berada didalam fram foto tersebut...
“arghhhh... hiks... hiks... hiks,,,”

==================================================================================

Bangunan kokoh dengan sebuah menara menjulang tinggi bak menembus langit kini terlihat didepan mata sivia, langkah kakinya semakin dekat hingga memasuki halaman bangunan tersebut. Gapura berwarna biru langit kian menyambut langkahnya, “welcome to SMA ALOSZTRICK LIFEX-TION” rangkaian huruf-huruf itu seakan menghantarnya lebih dekat untuk mengenal dimana tempatnya sekarang.
“pagi, sivia.” Sapa seseorang dari arah belakang, sivia berbalik dan menatap dua makhluk tampan yang mulai saat ini telah menjelma menjadi kakak kelasnya.
“eh’hehe. Pagi juga kak rio.” balasnya dan sedikit mengubah arah pandangnya keorang yang berada disamping rio. “pagi kak cakka.” Sapanya keorang tersebut.
Cakka tersenyum ramah, namun tidak membalas sapaan sivia dengan kata-kata. “yasudah, ayo kita masuk sama-sama.” Ajak rio sambil merangkul cakka dan berjalan duluan melewati sivia.
“iya kak.” Sivia berjalan dibelakang rio dan cakka, mengikuti langkah kaki kedua orang tersebut dan mereka berpisah dikoridor sekolah yang menghantarkan mereka kekelas masing-masing.
Sivia bersenandung riang disepanjang koridor, senyuman manisnya mengembang bak bunga yang baru saja mekar dipagi hari. Tak banyak siswa yang tidak memandangnya, mereka bagai terhipnotis paras cantik nan imut gadis berlesung pipi macam sivia.

‘TEEEETEEEETEEEET’ bel masuk menggema, membuat langkah sivia semakin berpacu cepat kearah kelasnya yang berada diruang X.5. bersama teman-teman barunya sivia masuk kelas dengan langkah pasti, mencari sisa-sisa bangku kosong yang belum perpenghuni. Dan akhirnya bangku diurutan kedualah yang menarik langkahnya karna hanya tinggal bangku itulah yang tersisa.
‘Pergi atau mati’ setidaknya tulisan lusuh dengan tip-X diatas meja tersebut berhasil membuat sivia merinding dan tampaknya tulisan tersebut juga yang membuat siswa-siswi lain enggan untuk mendudukinya.
Dengan ragu sivia menduduki bangku tersebut tanpa menghiraukan tulisan yang mengukir mejanya. Sesekali sivia menoleh kesampingnya, tidak ada yang duduk disana, tampaknya tidak ada yang ingin menjadi penghuni baru bangku kosong tersebut. Jadilah sivia hanya duduk sendiri.
“selamat pagi.” Sapa wanita muda yang umurnya berkisaran 35thn.
“pagi ibu guru.” Sahut para siswa dan siswi, termasuk sivia.
“perkenalkan nama saya winda. Saya guru kesenian sekaligus wali kelas kalian.” Kata wanita memperkenalkan dirinya. “baiklah, karna hari ini awal kalian masuk sekolah. Jadi ibu hanya menyuruh kalian untuk menggambar sesuatu yang ada dalam khayalan kalian.” Suruhnya dan semua siswa un langsung bergeming untuk mengambil buku gambar mereka.

“permisi” kata seseorang diambang pintu. Semua penghuni kelas pun menghentikan aktivitasnya, lantas langsung mengarahkan pandangannya keambang pintu. Disana beridiri seorang anak laki-laki berkacamata dengan ekspresi yang sungguh sangat amat datar. “maaf, saya telat.” Katanya santai.
“hmmm, apa kamu alvin jonathan ?” tanya bu winda seraya mendekati alvin yang masih berdiri diambang pintu. Alvin hanya mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaan gurunya tersebut.
“baiklah, alvin. tidak apa-apa, silahkan kamu duduk di bangku yang masih kosong.” Kata bu winda sambil mempersilahkan alvin masuk dan mencari bangkunya sendiri.
Alv in mengangguk seraya menyalami tangan wali kelasnya, bu winda. Setelah itu alvin berjalan kesamping bangku sivia yang tampaknya menjadi satu-satunya bangku kosong yang masih tersisa. Sivia yang tampaknya tidak menghiraukan kedatangan alvin, hanya mengangkat wajahnya dan tersenyum hangat menyambut teman sebangku sekaligus teman barunya itu.
“sivia.” Kata sivia memperkenalkan diri. Tangannya terulur untuk memberi sapaan ke alvin.
Alvin menoleh, melihat sivia dari balik kacamatanya. Tatapan yang sungguh sangat tajam dan serasi dengan ekspresi datarnya. Sivia yang tadi tersenyum tiba-tiba menegang, tatapan itu mengingatkannya pada mata sarat isyarat yang sangat ia kenal dimasa lalunya.
‘tidak mungkin... mata itu...’ sivia bergumam tak percaya. Memandang mata alvin seakan membuatnya merasa kecil diantara manusia lainnya, kali ini masa lalulah yang berbicara, masa lalu juga yang membuatnya tertunduk dan membisu.
Alvin yang tidak peduli dengan reaksi sivia, kembali sibuk mngeluarkan buku. Hari ini dia tidak ingin banyak berbicara dan banyak bergerak diruang lingkup beraura pekat seperti didlam kelas ini. sivia yang masih shock masih saja membatu, kali ini wajahnya ia tundukan. Masih tidak percaya dengan si pemilik mata yang berada disampingnya.
‘tidak mungkin’ dua kata yang terus diulangnya dalam diam, sesekali sivia meredam emosi sekaligus menahan air mata yang masih bertumpuk disudut matanya. Tidak ada satu kata yang terucap disana, hanya deruan nafas lembut dan tidak ada lagi suara yang menyapa telinganya.

Terlalu lama membeku ditempat, kali ini membuat sivia ketinggalan banyak sapaan guru-guru barunya. Hari pertama sekolahnya tiba-tiba terasa suram dengan kehadiran alvin si pemilik mata yang sama dengan mata seseorang yang berada dimasa lalunya. Bila saja kacamata yang menjadi penghalang mata bening alvin dibuka, sivia yakin sorot mata itu akan semakin terlihat jelas dan akan semakin membuatnya semakin tidak tahan.
“baiklah anak-anak, sekarang kalian boleh pulang. Sampai jumpa minggu depan.” Kata guru yang mengajar dijam terakhir. Sivia tergugah, ntah sudah berapa jam ia larut dalam lamunannya tentang alvin.
Sivia mengangkat wajah, melihat kelasnya dari sudut kesudut. Ternyata sudah sepi, gumamnya sambil membereskan buku gambar yang tadi ia keluarkan ketika pelajaran bu winda. Setelah semuanya beres, sivia lantas bangun dan siap-siap melewati bangku alvin yang ada disampingnya. Namun tiba-tiba langkah sivia tercekat begitu melihat sebuah benda berkilap dibawah bangku alvin.
‘pin biru’. Sivia mengankat pin tersebut seraya memperhatikannya dengan teliti. Tulisan kecil terukir diatasnya, sepasang mata kecil menjadi hiasan ditengah-tengah pin tersebut dan warna kornea kedua mata tersebut berbeda.
‘ALOSZTRICK LIFEX-TION’ ternyata tulisan dalam pin tersebbut adalah tulisan yunani kuno yang menyebutkan nama sekolahnya. Sivia menghempaskan tubuhnya kekasur, mencoba menebak apa yang aneh dalam pin tersebut. Mata sivia beralih memandang dua warna sepasang mata yang tergambar ditengah pin tersebut. ‘merah, biru’. Bagian kanan mata tersebut berwarna biru dan yang kiri berwarna merah. Sivia mematung dan sibut bergulat dengan pikiran-pikirannya. apa hubungan sepasang mata ini dengan SMA ALOSZTRICK LIFEX-TION dan dengan ALVIN ?, pikir sivia.

Beberapa menitkemudian sivia mulai larut dalam bunga tidurnya. Memikirkan hal-hal aneh dihari ini membuatnya lelah dan sedikit letih. Otaknya yang sedari tadi bekerja, kali ini butuh istirahat.

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Hampa, dunia tampak hampa dimata sivia. Hari yang cerah ini, membuatnya tenggelam dalam keanehan yang nyata. Dari sudut matanya ia dapat melihat dua orang yang berbeda tengah berdiri didepannya, satu dari orang tersebut adalah alvin dan satunya lagi adalah orang dimasa lalunya.
Tidak ada yang berbeda dari paras kedua orang tersebut, hanya saja warna mata mereka kian berubah. Mata yang sama-sama sipit dari kedua orang tersebut tampak menyimpan sejuta rahasia, mata benening dengan wana kornea berbeda membuat apa yang terpendam didalamnya juga nampak berbeda.
Sepasang Kornea yang dihiasi warna biru langit menjadi mata milik alvin. mata itu masih bersembunyi dibalik kacamata pelindungnya, dari mata itu tampak tersirat sejuta ketulusan dan rahasia isyarat yang sarat rasa. Sementara sepasang kornea lagi dihiasi warna merah terang yang menjadi warna mata milik seseorang dimasa lalu sivia, orang yang selama beberapa tahun ini menjadi pelipur rindunya. Sorot teduh dan mendamaikan terpancar dari mata itu, membuat sivia melangkah dan mendekati orang tersebut.
Namun ketika berada tepat didepan orang itu, sivia malah merasa enggan untuk menyentuhnya. Sampai akhir dimana bumi terasa berguncang, membuat alvin dan seseorang dimasa lalu sivia itu menghilang, lenyap, dan tak tersisa apapun.

^^

“arghhhh, hhh... hhh...” nafas sivia memburu ketika matanya benar-benar terbuka dan melihat dunia yang lebih nyata dari dunia mimpinya tadi. Keringat dingin membanjiri wajahnya dengan nafas tersengal-sengal tidak jelas. Ntah mimpi buruk atau mimpi yang menyenangkan, namun untuk kali ini sivia tidak bisa membedakan keduanya. Otakanya kembali bekerja, membuat sejuta pertanyaan bergelayut bagaikan serasa meremas otaknya dan menimbulkan rasa sakit yang sangat nyata disana.

Mengapa alvin menjamahi bunga tidurnya ? mengapa warna mata itu persis dengan warna mata di pin alvin ? apa hubungan semua pristiwa ini ? apa maksud dari mimpi-mimpi itu ? isyarat apa yang ada dibalik 2pasang mata tersebut ? apa arti semua ini ?

‘arghhhh...’ erang sivia ketika ia berjalan dikoridor sekolah dengan beberpa pertanyaan yang ia sendiri tidak tahu jawabannya.
Langkah sivia memlan begitu sudut-sudut matanya menangkap si penjamah tidurnya kematin malam. Alvin berdiri menutupi pintu masuk kelasnya, wajahnya menunduk seperti mencari sesuatu. “alvin, apa yang kamu cari ?.” tanya sivia yang berada dibelakang alvin.
Alvin mendongak, mengalihkan tatapannya kearah sivia yang berada dibelakangnya. Tanpa suara alvin menggeser posisinya, membuat suatu celah untuk dilewati sivia memasuki kelas. Mata itu benar-benar membuat sivia ketakutan, dengan tertunduk sivia memasuki kelas dan melewati alvin. rasanya masih enggan untuk melihat mata alvin secara langsung.
Hingga pelajaran pertma dimulai, alvin masih nampak gelisah dan beberpa kali mengedarkan pandangannya  keseluruh permukaan lantai kelas. Benda yang dicarinya masih saja tidak ditemukan. Sivia sendiri sesekali mencuri pandang dan memperhatikan gerak gerik alvin. dan berhipotesis  kalau benda yang dicari alvin adalah benda yang kemarin ia temukan dibawah bangku alvin sendiri.
“alvin, apa yang sendang kamu lakukan ?.” tanya guru kimia yang sedang menjelaskan teori bab pertama. Melihat alvin tidak bisa diam dan gelisah, membuat guru tersebut sedikit kesal.
Alvin menggeleng masih dengan ekspresi datarnya. Tidak ada satupun suara yang ia bunyikan untuk menjawab pertanyaan guru tersebut. “oh, baiklah. Sekarang sebagai hukumannnya kamu jawab semua soal-soal yang ada dipapan.”
Semua siswa-siswi menelan ludahnya, termasuk sivia. Pada dasarnya mereka melakukan itu hanya untuk memasang mental kalau saja alvin tidak bisa menjawab soal-soal tersebut dan memasang mental kalau salah satu dari mereka ditunjuk untuk menggantikan alvin. ketakutan yang merajalela semakin kental ketika sorot-sorot mata mereka menangkap gambar alvin yang hanya diam mematung didepan papan.

Cukup lima menit untuk berfikir jawaban-jawaban 10 soal yang ada didepan matanya, dengan gerakan cepat alvin menulis sesuatu dengan tinta sepitol. Kelihaian tangannya yang beradu dengan papan tulis sempat membuaut beberapa siswa ternganga. Gerakan tangan yang sangat cepat, gumam merka dalam diam.

the end’
10 soal yang rumitnya bukan main selesai dalam waktu 15 menit ditangan alvin. sivia yang sedari tadi memperhatikan alvin yang tidak pernah menyimak sedikitpun penjelasan dari guru kimianya, memasang wajah bingung melihat alvin yang nyatanya bisa menjawab 10 soal dengan gampang, tanpa hambatan.
“mmm,,, mmm,,, ba... baiklah alvin. kamu boleh duduk.” Kata guru kimia tersebut. alvin kembali mengangguk dan berjalan santai kebangkunya.

Waktu berputar hingga pelajaran pertama usai, namun tidak satupun dari penghuni kelas tersebut mampu melepas rasa ketidak percayaan mereka ketika melihat aksi alvin didepan kelas tadi. So amazing action !  
Pergantian pelajaran kali ini terasa membingungkan. waktu yang tadi terasa berjalan cepat, kali ini malah berjalan lambat. Lengang dan sepi, tidak ada suara sampai akhir dimana suara derap kaki semu menyapa telinga mereka.
‘BRAAAAK’ pintu terbanting dan menyembulkan sosok pria paruh baya bertubuh kekar dari baliknya.
“keluarkan buku matematika kalian.” Suruh pria tersebut, beliau ternyata adalah guru metematika kelas X.5 –kelas sivia-.
Dengan gerakan cepat semua murid langsung mengeluarkan buku paket dan dua buku tulis beserta polpen, pensil, dan lengkap dengan penggaris. Berbeda dengan apa yang dilakukan teman-teman sekelasnya, alvin masih terus gelisah dan tidak sedikitpun bergeming dari posisinya yang menunduk, masih mencari barang yang sedari tadi tidak ditemukannya.
kasih tahu nggak ya kalau pinnya ada di gue.’ Pikir sivia yang sesekali mencuri pandang kearah alvin. ‘gimana nih ? haduh, gue bingung lagi.’

=========================B.E.R.S.A.M.B.U.N.G=======================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar