Kamis, 02 Mei 2013

NO SAD!!! (part 11)


-Via dan Nathan-


Sepanjang perjalanan pulang dari FFS mereka tak lagi saling bicara, baik Sivia maupun Alvin lebih memilih diam. Piala serta piagam FFS yang mereka dapatkan –karena menjadi the best couple school terabaikan begitu saja di kursi belakang mobil, seakan kedua benda tersebut tidak lagi berarti. Sivia membuang pandangannya ke arah luar jendela, pikiran masih melayang jauh pada kejadian tadi. ‘berhenti mengingat, lupakan semuanya. aku rela dilupakan asalkan kamu tidak merasakan sakit.’  kata-kata Alvin tersebut masih sulit untuk dicernanya.

Sivia coba melirik Alvin dari ekor matanya. Laki-laki itu terlihat focus pada kemudinya, seakan-akan hanya ada dia dan kemudinya, dan mengabaikan kehadiran Sivia. Sivia mendengus, dan kembali melempar pandangannya ke luar jendela seperti tidak berniat mengganggu Alvin atau sekedar mengajaknya berbicara. Laki-laki itu –Alvin benar-benar sulit dipahami jalan pikirannya. Sesulit Sivia memahami
perasaannya sendiri.

“al lo bisa jelasin semuanya?.” kata Sivia dengan pandangan masih setia ke luar jendela.

Namun Alvin bergeming, seolah-olah tidak mendengar perkataan Sivia.

“please, jelasin semuanya. g… g… gue ta… u… kita udah kenal lama. tapi…”

“nggak ada yang perlu gue jelasin.” Potong Alvin.

Sivia menghela nafas jengah dengan sikap Alvin kali ini. Ia benar-benar tidak habis fikir kenapa semuanya begitu tabu. Dan semua ketabuan tersebut berpusat pada laki-laki disebalahnya. Seakan-akan kehidupan masa lalunya benar-benar berpusat pada Alvin, namun kenapa Alvin malah diam.

“LO PERLU JELASIN SEMUANYA!!!” bentak Sivia sambil menatap tajam kearah Alvin. Sementara Alvin masih tetap pura-pura tidak mendengarkan Sivia.

Alvin menghela nafas lelah. Sivia masih tetap menatapnya tajam sepanjang perjalanan dan itu membuatnya merasa tidak nyaman sama sekali. Ia memilih menepikan mobilnya dan mematikan mesin mobil. Lantas setelahnya Alvin balas menatap Sivia tak kalah tajam. Mata hitam kelamnya benar-benar menyeruakan aura dingin yang mampu membuat siapapun membeku ditempat.

Sivia benar-benar membeku ditempatnya. Rasa keingintahuannya menguap begitu saja begitu melihat mata tajam Alvin yang menebarkan aura dingin. “gue berhak atas ingetan gue dan gue berhak tau apa yang terjadi sama diri gue.” Kata Sivia lirih.

“gue juga berhak atas keputusan gue sendiri.” Balas Alvin tajam.

“tapi gue mau tau tentang ma…”

“gue nggak peduli.” potong Alvin dan kembali melajukan mobilnya.

Sivia menyerah membujuk Alvin membuka suara. Percuma menanyakan semuanya pada Alvin. Laki-laki tersebut mempunyai pendirian yang kuat dan anti paksa, jadi tidak ada gunanya memaksa Alvin untuk mengatakan apa yang tidak ingin dikatakannya.

“turun.” Perintah Alvin ketika mobilnya berhenti tepat didepan rumah minimalis milik Sivia.

Sivia mengangguk paham. ia segera membuka pintu mobil dan hampir menutupnya kembali ketika suara Alvin mengintrupsi gerakannya.

“Via.” Panggil Alvin lembut cukup untuk membuat Sivia bingung.

“gue yakin lo nggak akan mau nginget apapun dari masa lalu kita.” Kata Alvin . Sivia menyempatkan diri untuk melihat wajah laki –laki tersebut, ia yakin mata itu benar-benar mengatakan sesuatu padanya namun masih sulit unutuk ia cerna sama sekali.

“gue harus pulang.” Sivia mengangguk paham, ia mengerti Alvin mengusirnya secara lembut. Sivia menutup pintu mobil Alvin dan masih berdiri ditempatnya sampai mobil putih Alvin benar-benar hilang dari pandangannya. Ia kembali mendesah berat. Satu lagi kalimat yang harus kau cerna dengan baik Sivia!!! satu lagi bagian puzzlemu yang terpasang pada bidaknya!!! kau harus memikirkannya dengan baik.



++++++++




Cakka dan Ify sedang duduk santai di ruang tamu rumah keluarga sindunata pada minggu pagi ini. Mereka berbincang ringan sambil menunggu Alvin yang belum pulang dari acara FFS kemarin malam. Sambil meneguk coklat panasnya Ify mendengar rencana Cakka untuk masa depan mereka. Walaupun masih terbilang muda, mereka ingin semapan mungkin menyiapkan segala sesuatu yang akan mereka jalani setelah Cakka lulus SMA tahun ini.

“Apa kamu yakin ingin secepat itu?.” Tanya Ify sedikit ragu. Namun dibalas Cakka dengan anggukan pasti dan tatapan yang sangat yakin.

“Kalau bisa secepatnya kenapa harus kita tunda fy? Lagi pula tidak mungkin kita tinggal serumah –hanya berdua tanpa ikatan.”

“Tapi disana bebas Kka.”

“Aku tidak mau menambah dosa dengan tinggal berdua tanpa ikatan, kalau kau tidak lupa kita ini belum muhrim.” Ify mengangguk paham.

“Lalu, apa harus  secepat itu?.”

“hmmm, iya... Setelah lulus SMA kita menikah, lalu aku akan ikut bersamamu ke LA, aku juga akan mencari University disana dan kamu harus menyelesaikan pendidikanmu. setelah pendidikan kita selesai aku berencana menetap di Indonesia dan membantu Alvin untuk melanjutkan bisnis keluarga sindunata.” Jelas Cakka panjang lebar.

“baiklah, aku mengerti.” Lagi sekali Ify mengangguk-ngangguk paham. Ia tidak akan keberatan jika harus menikah muda asalkan dengan Cakka –tunangannya. “tidak apa kita menikah muda asalkan tid.…”

BRAAAAK!!!

Kata-kata Ify terintrupsi dengan suara pintu yang terbuka secar kasar. Kontan membuat Cakka dan Ify sama-sama melihat kearah ambang pintu. Mereka melihat Alvin yang baru saja merjalan masuk dengan langkah gontai, penampilannya telihat acak-acakan dengan Tuxedo yang tersampir dipundaknya dan lengan kemeja yang digulung asal sesiku. apa lagi yang dia lakukan kali ini? batin Cakka.

“habis dari mana Nathan?.” Tanya Ify melihat adik sepupunya yang terlihat berantakan. Alvin menatapnya tajam, membuat Ify mengerti dan segera meralat panggilannya. “eheem.. maksudku kamu dari mana al?.”

Alvin menghela nafas, memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaan Ify yang ia rasa tidak terlalu penting.

“sejak kapan lo jadi bisu?.” sindir Cakka.

Langkah Alvin terhenti. Dengan malas ia melihat Cakka dan Ify yang sedang menunggu jawabannya. “percobaan bunuh diri, tapi gak bisa.” kata Alvin santai. Sementara Cakka dan Ify hanya geleng-gelang kepala tidak mengerti dengan jalan pikiran Alvin.

“Gimana lo sama Sivia, udah lo jelasin semuanya?.” Tanya Cakka lagi.

“kagak.”

“pengecut lo!.” Cakka mencibir dan sukses membuat Alvin memandangnya Geram.

“lo gak ngerti mending lo diem.”

“gue ngerti! ngerti kalau lo emang pengecut. Apa susahnya lo jelasin ke Sivia tentang masa lalu kalian.”

“gue bilang diem ya diem! lo nggak ngerti gimana takutnya gue kalau dia kesakitan.” kata Alvin tajam. “lagian percuma gue jelasin semuanya, nggak akan ada yang jadi baik. gue yakin lo tau gue orangnya kayak gimana!.”

“lo nggak bisa gini al, dia berhak tau….”

Alvin memutar bola matanya bertanda ia jengah dengan hal-hal berbau ‘Hak’ yang kemarin malam juga sempat didengarnya dari mulut Sivia. “gue juga berhak atas keputusan gue sendiri.” tegas Alvin.

Cakka terdiam lumayan lama, kemudian mengangguk paham meskipun sebenarnya ia tidak paham dengan jalan pikiran Alvin.

“terus apa rencanamu sekarang?.” Tanya Ify yang dari tadi diam. Ia gemas sendiri dengan tingkah sepupunya yang tidak jelas apa mau dan tujunannya.

“pergi secepat mungkin dari hidup Sivia.” balas Alvin enteng, tapi cukup untuk membuat Ify dan Cakka bingung.

“maksud lo?.” Tanya Cakka tidak sabar.

“Gue mengakselerasikan diri tahun ini.” jawab Alvin tidak nyambung dengan pertanyaan Cakka. “Lusa gue ikut test khusus kelas  aksel dan kalo gue lolos, minggu depan gue ikut UN bareng angkatan lo Kka. Gue juga dapet beasiswa full S1 di German.”

“jadi maksud lo, lo mau lari dari masalah lo sama Sivia?.” Cakka cukup geram setelah mengetahui maksud Alvin.

“gue nggak lari karena emang nggak ada masalah.” balas Alvin. “kalaupun gue lari gue nggak bisa berhenti disini, semua udah gue persiapin sejak awal.”

“sejak awal?.” Tanya Ify bingung.

“sejak pertunangan gue gagal.”

“jadi semua rencana ini udah lo susun udah lama, terus apa maksudnya permainan lo sebelum FFS?.” Cakka tak habis fikir dengan tingkah Alvin. Benar-benar tidak bisa ditebak.

Alvin menyeringai tanpa jelas maksudnya. Tanpa menjawab pertanyaan Cakka, ia kembali berjalan melewati ruang tamu, naik ke lantai dua dan berjalan kearah kamarnya.

Sementara Ify dan Cakka tidak bisa berkata apa-apa lagi, mereka tidak bisa menebak apa yang ada dikepala Alvin. Laki-laki itu benar-benar sudah GILA!!! –menurut mereka.

“mimpi apa aku punya adik sepupu semapan dan segila dia.” gumam Ify tidak jelas.

Cakka mendesah. “mimpi apa gue disuruh neglindungin Laki-laki sekeras kepala dia.”

Mereka berdua sama-sama menghela nafas, lalu saling tukar pandang dan kembali menghela nafas. Hanya Alvin jonathan yang bisa membuat otak mereka buntu seperti ini, sungguh…



+++++++++++




Sivia merebahkan tubuhnya di atas kasur King Sizenya. Ia tak habis fikir dengan jalan pikiran Alvin dan kekeraskepalaanya. Belum lagi masalah hatinya yang seakan menuntunnya menyibak sesuatu yang telah lama terpendam dan kini mencuat kembali kepermukaan. Dan sekarang satu-satunya petunjuk yang dimilikinya hanya sebuah cincin cantik yang entah kapan tersemat di jari manisnya.

Dengan perlahan Sivia mengangkat tangan kanannya dan memperhatikan dengan seksama cincin cantik yang tersemat di jari manisnya. Sebelum ini ia merasa mengenal cincin tersebut, tapi dimana?. Sivia mencoba memutar kembali ingatannya, tanpa sadar tangannya yang lain meraba pipi chubbynya. Ia masih merasakan sentuhan benda dingin di pipinya dan semuanya terputar jelas tepat saat Alvin memeluknya diatas stag FFS kemarin malam.


***flashback on***

“berhenti mengingat, lupakan semuanya. aku rela dilupakan asalkan kamu tidak merasakan sakit.” Sivia tertegun mendengar bisikan itu. Ia tahu jelas siapa pemilik suara tersebut.

Sivia memejamkan matanya guna menikmati betapa hangatnya dekapan kedua tangan kokoh milik Alvin. Laki-laki itu memeluknya dengan erat dan membuat semua rasa pening yang tadi bersarang dikepalanya langsung sirna. Meski tak mengerti arti bisikan tersebut, Sivia tidak terlalu perduli, yang jelas sekarang dekapan Alvin mampu membuatnya merasa tenang dan nyaman.

Cukup lama dekapan itu tak lepas juga. Sivia masih mencoba menikmatinya, menikmati suara detak jantung Alvin yang terdengar jelas ditelinganya, menikmati sentuhan tangan kokoh Alvin yang memberikannya kehangatan luar biasa, menikmati aroma tubuh Alvin yang membuatnya candu, dan menikmati rasa dingin yang menyentuh pipinya….

Sivia membelalakan matanya, tidak mengerti dengan kata ‘rasa dingin yang menyentuh pipihnya’. Dengan sedikit menggeser letak kepalanya didada bidang milik Alvin, ia dapat melihat dengan jelas sebuah benda dingin yang menyentuh pipinya. Benda tersebut menggantung dan menjadi bandul kalung yang menggantung dileher putih Alvin. Sivia menajamkan pengelihatannya dan sepertinya ia mengenal benda tersebut…

Belum selesai dengan pengamatannya, Sivia merasa dekapan Alvin mulai melonggar dan melepaskan Sivia yang masih asik memicingkan mata. Seiring dengan hal tersebut, suara riuh rendah membahana memenuhi lokasi FFS. Dan Sivia kembali pada posisi semula dengan pipi bersemu merah sementara Alvin tidak beraksi apapun.


*** Flashback off***



Sivia tersenyum sumbringah, ia yakin benda dingin yang menjadi bandul kalung Alvin tersebut adalah cincin cantik yang sama dengan yang Sivia punya. Meskipun tidak terlalu jelas melihatnya waktu itu, namun ntah mengapa perasaan Sivia mengatakan kalau benda tersebuut benar-benar sama seperti cincin yang dimilikinya.

Sivia kembali memprhatikan cincin yang tersemat di jari manisnya. Ia menatap lekat-lekat cincin tersebut, cukup lama. Meski tidak mendapatkan petunjuk lain dari memandangi cincinnya, Sivia tetap memperhatikan setiap ukiran yang ada dicincin tersebut. Sekilas sebuah bayangan melintas di kepalanya, membuat kepalanya kembali berdenyut, namun Sivia masih tetap tidak mengalihkan pandannya dari cincin tersebut.

Seperti sebuah film lusuh, sebuah bayang-bayang masa lalu bermain dikepalanya. Sivia mengerang menahan sakit, sementara film lusuh tersebut tetap bermain dikepalanya. Sampai akhirnya Sivia tak sanggup dan tertidur kelelahan. Sepertinya memutar bayang-bayang masa lalu  tersebut membuat tenaga Sivia terkuras habis tanpa sisa.



+++++++++


Alvin mengeringkan rambutnya sambil bercermin. Baru saja ia berniat untuk bermonolog ria dengan cerminan dirinya ketika suara smartphonenya mengintrupsi niatnya. Dengan gerakan malas, Alvin mengambil Smartphonenya yang tergeletak diatas tempat tidur.

0858147XXXXX  Calling

Alvin mengernyitkan keningnya ketika melihat nomor yang terpampang di layar LCD. Meskipun nomor tersebut tidak tersimpan di phonebooknya, tapi ia menghapal jelas diluar kepala nomor tersebut. Tumben orang itu menghubungunginya setelah kejadian kemarin lusa. Tak mau ambil pusing, Alvin segera menekan tombol kanan dan segera menekan tombol spiker dan meletakannya diatas meja yang dekat dengan kaca.

“hallo.” suara disebrang sana membuat Alvin menghentikan gerakannya yang masih sibuk mengeringkan rambut dengan handuk kecil.

“hmmmmm.” balas  Alvin pura-pura tidak peduli.

“Alvin .”

“hmmmmm.”

Tidak ada suara lagi setelah itu. orang disebrang sana menghela nafas berat seperti jengah dengan Alvin yang hanya membalas dengan gumaman ‘hmmmmm’ disetiap perkataannya.

“al, gue cuma masu ngajak lo ketemuan. ada yang mau gue omongin. gue tunggu ditaman deket SMP Losztrik, sekarang.” kata orang disebrang sana dalam sekali tarikan nafas. “terserah lo mau dateng atau nggak, yang jelas gue bakalan tungguin lo sampai lo dateng.”

“hmmmmm.”

“thanks.” serasa percuma ngomong panjang lebar dengan Alvin, orang disebrang sana langsung mutusin sambungan.

tuuuuutuuuutuuuuut

Alvin tersenyum tipis. Tanpa memperbaiki tatanan rambutnya –yang acak-acakan karena habis digosok-gosok dengan handuk, Alvin langsung menyambar hp dan kunci mobilnya. Ia akan menemui orang yang menelponnya tadi.

++++


Alvin tertegun begitu turun dari mobilnya. Sudah lama ia tidak pernah ketaman ini, tepatnya setelah kejadian pesta pertungan Cakka-Ify. Kakkinya berjalan untuk memasuki taman, dan terhenti begitu melihat sebuah kursi putih panjang yang menghadap barat. Ia ingat dulu, disanalah ia sering menghabiskan waktunya dengan Sivia –sebelum gadis itu lupa ingatan dan melepukan segala hal tentang hubungan mereka dimasa lalu.

Tidak berniat menduduki kursi tersebut, Alvin berdiri dan menyenderkan tubuhnya di pohon besar yang tampak sudah tua namun tetap berdiri kokoh ditempatnya. Matanya menjelajahi setiap ruang terbuka taman ini. Taman yang dekat dengan SMP Losztrik –tempatnya menjalani masa-masa SMP bersama Sivia. Dulu Setiap pulang sekolah mereka akan menghabiskan waktu disini, entah untuk belajar bersama, makan es krim, dan ngadate sekalipun. sepertinya setiap inci taman ini mempunyai kenangan tersendiri untuknya.

Alvin menutup matanya ketika angin menerpa kulit wajahnya dan bersamaan dengan hal itu sebuah kehangatan melingakr ditubuhnya. Alvin tetap diam sambil menikmati kehangatan tersebut, Ia tidak berniat membuka mata, takut ketika matanya terbuka nanti kehangatan itu akan sirna begitu saja.

“Kangen Nathan.” suara itu membuat Alvin semakin mengeratkan matanya. sungguh, halusinasinya saat ini terasa begitu nyata dan ia tidak ingin halusinasinya ini beranjak sedikitpun. Jika bisa Alvin akan memilih untuk hidup dengan halusinasinya jika kehangatan dan suara yang amat sangat dirindukannya ini terasa nyata seperti sekarang.

“Nath, Via inget semuanya. Via kangen Nathan, maafin via udah lupain Nathan.” suara itu terdengar kembali. Bahkan sekarang punggungnya terasa basah oleh sesuatu yang hangat.

Alvin tertegun. “Apa ini nyata?.” Tanyanya tanpa sadar.

Sesautu yang menempel di punggungnya bergerak turun naik dengan pelan. Hal itu cukup untuk membuatnya menarik kedua sudut bibirnya untuk sebuah senyuman kelegaan.


+++++++++



Sivia tersenyum lega setalah menghubungi Alvin. Laki-laki itu cukup membuatnya naik darah dengan balasannya yang hanya menggumamkan kata ‘hmmmmm’ sepanjang percakapan. Dengan perasaan senang ia mengendarai mobilnya menuju tampat yang sudah ia tentukan untuk bertemu dengan Alvin. Rasanya ia benar-benar ingin cepat sampai disana dan memeluk laki-laki tersebut. Sungguh ia sangat merindukan Alvin setelah semua ingatannya kembali karena dampak dari acara memandangi cincin yang masih tersemat dijari manisnya.

Sepanjang perjalanan Sivia tak henti-hentinya memutar kembali ingatannya dulu bersama Alvin. Meskipun kepalanya masih sering terasa sakit, namun ia tetap tak peduli, ingatan masa lalunya lebih penting dari rasa sakit dikepalanya. Ingatan-ingatan masa lalu yang indah, aku bodoh jika melupakannya begitu saja, batin Sivia.

Setelah memarkirkan mobilnya, Sivia berlari-lari kecil memasuki taman. Langkahnya hampir terhenti begitu melihat punggung orang yang sangat ia rindukan. Alvin sudah ada disana ternyata. Sivia tersenyum senang, ia kembali berlari dan menubruk punggung laki-laki tersebut dan mengalungkan tanganya diperut Alvin. Rasanya sudah lama ia tidak memeluk pemilik punggung ini dan sensasi ketika memeluknya tetap sama. hangat dan menenangkan.

Sivia menenggelamkan wajahnya dipunggung Alvin, ia memejamkan matanya dan menikmati sensasi-sensasi yang telah lama tak dirasakannya ketika bersama Alvin. “Kangen Nathan.” ujar Sivia tulus. Ia mengeratkan pelukannya sambil menghirup aroma maskulin tubuh Alvin yang tidak pernah berubah sejak dulu.

“Nath, Via inget semuanya. Via kangen Nathan, maafin via udah lupain Nathan.” Air mata Sivia lolos begitu saja. ntah apa yang membuatnya menangis, ada rasa haru bercampur dengan kebahagiaan yang ia rasakan saat ini.

“Apa ini nyata?.” Alvin membuka suaranya, membuat Sivia mengangguk pelan secara reflek.

“iya, ini nyata Nath.” kata Sivia dengan suara teredam. “Via kembali, Ingatan Via kembali.” Alvin mengangguk, ia mengerti dan percaya bahwa ini nyata. Via –nya kembali.

Alvin merenggangkan pelukan Sivia dan memutar tubuhnya –menghadap Sivia. Sivia kembali memeluk Alvin dan menenggelamkan kepalanya dalam dada bidang Alvin. Ia seperi tidak ingin melepaskan Alvin kembali, sudah cukup satu tahun untuknya kehilangan memorinya dan kali ini dia tidak ingin kehilangan apapun tentang seorang Alvin.

“Via cinta Nathan.”  kata Sivia parau, suaranya terdengar bergetar, namun penuh keyakinan.

Alvin tersenyum, ia mengangkat wajah Sivia yang  dari tadi menempel didadanya. Ia menghapus air mata gadis tersebut dan menatapnya dengan lembut. “Gue selalu cinta sama lo Vi.” kata Alvin  tak kalah yakin. Sivia mengangguk percaya.

“kita mulai dari awal ya Nath.” Sivia menatap Alvin secara intens. “Kamu Nathan dan Aku Via.”

Alvin diam, ia tidak mengangguk ataupun menggeleng, namun tetap tersenyum dan balas menatap Sivia dengan lembut. “maaf  vi, Nathan dan Via adalah masa lalu. Kita ngga bisa balik ke masa lalu.” Sivia terpelonjak kaget, matanya melebar sempurna dengan air mata yang kembali menetes. Ia menggeleng penuh kalut.

“maksud…?.” Tanya Sivia takut-takut.

“Kita nggak bisa balik ke masa lalu. nggak ada Via dan Nathan. sekarang yang ada gue Alvin dan lo Sivia.”

“Nath! kamu ngomong apa sih. kamu masih cinta sama Via, kan? iya, kan?.” Tanya Sivia histeris, ia menghempaskan tangan Alvin yang masih dipipinya. “BILANG  IYA NATH!!!!.”

“maaf.” kata Alvin pelan. Sivia menutup kedua telinganya dan terus menggeleng-gelengkan kepalnya, tidak terima. “gue nggak bisa, lo udah nolak gue waktu tunangan dan buat gue nggak ada lagi waktu buat mulai dari awal.”

“gue selalu cinta sama lo vi.”

“TAPI KENAPA KAMU NGGAK MAU DIAJAK BALIKAN! CINTA KAMU PALSU!.” teriak Sivia semakin isteris.

“maaf buat gue kesempatan kedua itu nggak ada.” Alvin menatap Sivia secara intens, membiarkan gadis tersebut terus menangis hingga terisak, melihat betapa menyedihkannya gadis tersebut yang terus meraung.

“dengerin gue.” Alvin menarik kedua tangan Sivia yang menutup telinganya sendiri, Ia memandang gadis tersebut tapat pada manik-manik matanya, dengan perlahan Alvin mendekatkan kepalanya ke kepala Sivia dan mengecup puncak kepala gadis tersebut dengan lembut dan lama.

“Nathan dan Via itu masa lalu.” kata Alvin menerangkan, setelahnya ia memilih meninggalkan Sivia yang kembali menangis terisak.

Serasa tak lagi mempunyai tulang penyangga, Sivia jatuh tertunduk, tangisnya benar-benar pecah. Hatinya teriris sakit melihat punggung orang yang dicintainya menjauh begitu saja, menjauh hingga akhirnya hilang.

“Sekarang hanya ada Alvin dan Sivia.”


Alvin yang tidak pernah memberikan kesempatan kedua. Dan Sivia yang telah menyia-nyiakan satu-satunya kesempatan yang ia miliki.




-BERSAMBUNG-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar