Rabu, 01 Mei 2013

NO SAD!!! (part 9)



-Pasangan Sivia di FFS? cowok prada popular -


dengan sekali hentak, Sivia menutup pintu ruang osis. ia berjalan meninggalkan ruang osis dengan wajah emosi dan langkah yang di hentak-hentakkan. perintah angel yang menyuruhn ya menjadi perwakilan SMA Putri Pertiwi dalam Festival Friendship School (FFS) benar-benar membuatnya sulit percaya. bagaiamana mungkin ketua osis secerdas angel memilihnya menjadi perwakilan sekolah, apakah siswa-siswa cantik nan popular disekolahnya sudah habis? hingga menjadikannya sebagai pilihan terakhir dalam hal ini. rrrrrrr~

“kenapa lo?” Tanya Shilla yang entah sejak kapan berjalan sejajar di samping Sivia.

“bĂȘte gue.” jawab Sivia singkat.

“soal?”

“angel nyuruh gue jadi perwakilan sekolah di FFS.”
               
“wah angel lagi kacau kali makanya nyuruh lo. masa ia cewek kaya lo jadi perwakilan hahaha.”

Sivia langsung menghentikan langkahnya dan menatap Shilla nyalang. sahabatnya yang satu ini bukannya membantunya mencari solusi malah membuatnya semakin kesal. “songong banget lo shill, bikin gue makin kesel tau nggak.”

“hahaha sorry sist, lagian lo ditunjuk jadi perwakilan aja kayak lo disuruh makan cacing, repot banget.” Shilla nyengir.

“tau ah.” Sivia kembali melanjutkan langkahnya. setelah ini ia harus pergi ke SMA Prada Kusuma untuk melaporkan diri sebagai perwakilan SMA Putri Pertiwi. hah!

“eh, lo mau kemana sekarang?.” kata Shilla sambil menyusul langkah Sivia.

“SPK.”

“yaudah, good luck  deh buat lo.” Shilla menepuk pundak Sivia. “gue duluan ya, ada urusan.”


******


Ruang osis SMA Prada Kusuma sedang dilanda sepi yang berkepanjangan. semua anggota osis yang ada di ruangan tersebut sepertinya tidak berniat membuka suara sedikitpun. mereka lebih memilih menyibukan diri dengan berkas-berkas yang harus cepat diselasaikan sebelum akhir tahun.

Sementara para anggota sibuk menyelesaikan berkas-berkas penting, si ketua osis malah asik tidur di pojok ruangan. seperti tak peduli dengan apapun yang dilakukan anggotanya. selain memang disegani, anggota osis berperinsip ‘membangunkan Alvin sama saja membangunkan bayi raksasa yang siap mengamuk jika tidurnya terganggu’. apalagi dalam ruangan ini tidak ada Cakka yang biasanya menjadi pawang Alvin. jadi biasanya jika Alvin mengamuk, Cakka lah yang akan menenangkan, kalau tidak ada Cakka habislah semuanya kena semprot, apalagi kalau Alvin sedang badmood.
               
“permisi” kata seseorang yang berdiri diambang pintu dengan canggungnya. kontakmembuat semua anggota osis yang ada didalam ruangan langsung mengalihkan focus mereka ke ambang pintu.

Gabriel yang mengetahui siapa yang datang langsung bangun dari duduknya. ia segera menghampiri orang tersebut dengan senyum yang lebar. tak menyangka bisa bertemu lagi dengan gadis ini. “eh Sivia, ada apa?.” Tanya Gabriel sambil tersenyum ramah. “ng…. masuk dulu deh, ngomongnya lebih baik didalem.”

Sivia mengangguk, lantas mengikuti langkah Gabriel yang menuntunnya kearah sofa ruang osis yang di khususkan untuk tamu.

“gue mau ketemu sama ketua osis lo.” kata Sivia to the poin setelah mendapatkan posisi duduk yang nyaman.

Semua anggota osis kembali menghentikan kegiatan mereka dan memilih mendengarkan Sivia yang sepertinya lebih menarik daripada melanjutkan pekerjaan mereka. mereka menatap Sivia dengan tatapan penasaran. Sivia yang ditatap seperti itu hanya menggaruk pelipisnya salah tingkah.

“hmmmm…. ng….” suara lenguhan yang mereka yakini dari sudut ruangan langsung menyita perhatian mereka.

Alvin….

Rata-rata dari mereka langsung meneguk ludah kasar. ketua mereka bangun. tidak ada Cakka. matilah mereka. Gabriel yang menyadari situasi yang genting langsung keluar ruangan guna mencari Cakka. ia tidak mau menjadi korban amukan Alvin seperti biasa. sementara itu, Sivia yang tidak tahu apa-apa hanya menautkan alis bertanda ia bingung dengan tingkah Gabriel dan orang-orang diruangan osisi ini.

Mengapa mereka seperti ketakukan? padahal tidak terjadi apa-apa, kecuali kejadian Alvin yang bangun dari tidurnya. eh Alvin! Sivia melihat kepojok ruangan. melihat laki-laki yang baru saja bangun dari tidurnya. mengucek-ngucek matanya dengan lucu. membuat Sivia gemas setengah mampus.


*******


“permisi”

Suara lembut tersebut menyapa gendang telinga Alvin. ia mengenal suara tersebut adalah suara Sivia, gadisnya. ia yang memang dari awal tidak tidur, melainkan hanya menutup mata alias merem doang langsung membuka matanya.

“hmmmm…. ng….” ia melenguh sambil merenggakan otot-otot kakunya yang sempat membeku karena kelamaan diam. dengan gerakan pelan ia mengucek mata sipitnya yang sepertinya masih mengandung zat-zat perkat yang tidak terlihat.

Setelah sukses membuat matanya terbuka normal, Alvin melihat kesekeliling ruang osis. dan mendapati semua anggota sedang memandangnya dengan tatapan ngeri, takut, dan segan. selalu seperti ini. Alvin menarik nafas dan mengeluarkan nafasnya secar teratur. seperti biasa ia tidak suka dipandang segan seperti ini.

“kalian boleh keluar sekarang.” kata Alvin sambil berdiri dari tempatnya menyender -tidur tadi. ia berjalan mendekati Sivia yang duduk di sofa. gadis tersebut masih memandangnya tanpa suara. sementara anggota osis yang lain segera angkat kaki dari ruangan, seperti biasa mereka selalu menuruti permintaan ketua mereka.

“jadi?.” Alvin mengambil posisi duduk tepat di sofa yang berhadapan dengan Sivia. seperti masih tak berminat melihat wajah gadis tersebut –meskipun sebenarnya ia ingin memandang wajah Sivia sampai jengah, Alvin memilih mengambil majalah otomotif yang tergeletak dimeja guna mengalihkan matanya agar tidak memandang gadis teresebut hingga terpesona lebih jauh.

Sivia tersenyum kaku. ia tau benar kalau laki-laki dihadapannya ini masih enggan melihatnya. sesak. dengan begitu ia tahu laki-laki ini masih marah kepadanya.

“gue tak punya banyak waktu buat orang yang mendadak bisu.” sindir Alvin tajam. masih sibuk membolak balik majalah.

“gue disuruh angel buat laporan, kalau gue yang ditunjuk jadi perwakilan sekolah gue.”

Dengan sedikit mengganti posisinya menjadi lebih tegak, Alvin tersenyum samar. tentu saja Sivia yang ada dihadapannya tidak melihat senyuman tersebut.

“gue rasa angel salah pilih.” kata Alvin sambil kembali membalik halaman majalahnya.

Sivia tersenyum kecut. “ya, gue rasa di lagi kacau sampai milih gue yang nggak ada cantik-cantiknya sama sekali.” kata Sivia ketus. “puas” Sivia mem-pout-kan mulutnya dengan sebal.

Alvin sedikit melirik Sivia dengan ekor matanya, dan tanpa sadar ia terkekeh pelan. gadis dihadapannya ini, terlihat lucu dengan mulut terpout, pipi cubbynya semakin mengembung. rasanya ia ingin sekali mengacak rambut gadis tersebut, atau setidaknya mencubit pipi tembemnya dengan gemas.

“eh” Sivia tersentak mendengar kekehan Alvin yang hampir tidak terdengar. dengan sedikit melongokan kepala, Sivia mencoba melihat raut wajah Alvin yang terkekeh dibalik majalah. namun tampaknya Alvin sadar dan kembali mengubah ekspresinya. dingin lagi.

Untuk sepersekian menit, mereka kembali diam. Alvin yang –pura-pura- sibuk dengan majalahnya dan Sivia yang sibuk dengan pikirannya.

“loh ini anak yang pada kemana” suara yang terdengar hampir memekik tersebut beriringan dengan suara langkah yang mendekat. kontan membuat Sivia langsung menoleh kearah dua orang yang baru saja memasuki ruang osis.


********

Gabriel dan Cakka berjalan beriringan memasuki ruang osis. dari penjelas Gabriel yang mengatakan Alvin siap ngamuk di ruang osis, Cakka langsung meninggalkan kegiatannya –belajar matematika untuk TO besok lusa.

“loh ini anak yang pada kemana” kata Gabriel yang bingung melihat ruang osis hanya menyisakan dua orang yang sedang duduk di sofa ruang osis.

“gue usir” saut Alvin acuh tak acuh.

“nggak lo amukin, kan?.” Tanya Cakka yang berjalan dibelakang Gabriel dengan tujuan menghampiri sofa –tempat Alvin dan Sivia duduk.

“siapa yang ngamuk?.”

“lah tadi Gabriel yang bilang.”

GLEG

Gabriel meneguk ludahnya secara kasar, begitu melihat Alvin menutup majalahnya dan beralih menatapnya dengan sinis.

“tadi sebelum tidur lo keliatan lagi badmood, biasanya kalo lo badmood terus tidur, begitu bangun lo pasti langsung ngamuk.” kata Gabriel menjelaskan.

Alvin menghela nafas. ia mengalihkan tatapannya acuh tak acuh kearah luar jendela.

Gabriel dan Cakka duduk disamping Sivia –tepat berhadapan dengan Alvin juga. “udahlah, si Gabriel emang bego. gak usah lo masukin  hati.” kata Cakka begitu melihat wajah Alvin buram –seperti mengambek. laki-laki dihadapannya ini memang childis banget, beda sama tampilan fisiknya yang bisa menipu semua orang.

“eh ada Sivia ternyata. ada apa lo kesini?”

“laporan tentang perwakilan sekolah gue buat festival lusa.” jelasnya to the point.

“terus siapa perwakilan sekolah lo?.” Tanya Gabriel antusias.

“gue.”

“hah, lo?.” Sivia mengangguk.

 “wah berarti ntar gue aja yang jadi perwakilan Prada Kusuma.” Gabriel tersenyum cerah. “gimana? cocokan gue sama Sivia.” Tanya Gabriel sama siapapun yang mau menjawab diruang ini.

tanpa pikir panjang, Cakka langsung noyor kepala Gabriel.

“cocok” kata Alvin sambil mengangguk-angguk samar. ia memperhatikan Gabriel dan Sivia yang kebetulan duduk berdampingan. selanjutnya ia menyeringai “tapi sayang lusa lo ada kencan sama agni.”

“gue bisa batalin” kata Gabriel nggak mau kalah.

“nonton bareng sama zevana.”

Gabriel meneguk ludahnya sendiri.

“nganterin dea ke salon.”

sekarang rasanya Gabriel ingin membunuh Alvin.

“dan dinner sama Zahra.”

oke, si ketua osis didepannya ini benar-benar minta dibunuh. bocah sialan!. umpat Gabriel sambil mengutuk Alvin dalam hati. sementara itu Cakka langsung ngakak dan Sivia tersenyum asam. Cakka nggak nyangka kalau sekali berhadapan dengan Alvin, Gabriel bakalan langsung jatuh telak dihadapan Sivia.

Alvin menyeringai lebar dan merasa menang melihat Gabriel bermuka kecut. mau coba-coba PDKT dengan Sivianya, berarti siap-siap malu ditempat.

“oke lupain, gue nggak minat jadi perwakilan.” kata Gabriel pasrah.

“jadi siapa yang ngewakilin sekolah kita, kira-kira yang cocok sama Sivia.”

sekarang giliran Cakka yang menyeringai, mulai mengerti jalan permain Alvin. dasar bocah Licik! umpat Cakka tapi senang juga dengan permainan Alvin yang pelan tapi langsung mantep.

“kumpulin cowok-cowok popular disekolah kita.” kata Alvin memerintah Gabriel.

Gabriel mendengus jengah. apa sekarang ketua osisnya tersebut dilanda amnesia mendadak?. “lo lupa disekolah ini cowok-cowk popular sebagian anak kelas XII yang lusa TO termasuk gue sama Cakka, terus yang kelas XI udah taken dan sisanya popular tapi bego, yang kelas X jangan direkomendasiin soalnya mereka lusa ada test buat masuk kelas khusus dan sisanya popular tapi punya skandal.”

Sivia melongo mendengar penjelasan Gabriel yang intinya stok cowok ganteng  alias popular –tapi berotak di Prada habis. padahal temen-temennya pernah bergosip –dia hanya mencuri dengar kalau Prada Kusuma itu sekolah yang nampung cowok-cowok ganteng dan populernya nggak Cuma sekedar di Prada tapi diluar Prada juga, belum lagi ada yang termasuk artis.

sementara Sivia asik melengo, Cakka malah melebarkan seringaiannya. ia berfikir kalau Alvin benar-benar bermain secara perlahan namun pasti. seperti masalah cowok-cowok popular disekolah mereka. setau Cakka, Alvin yang ngajuin ke kepala sekolah kalau lusa kelas XII harus mengadakan TO dengan berbagai alasan dan pertimbangan –sampai akhirnya disetujui, terus masalah kelas XI yang kebanyakan teken itu kebetulan dan masalah kelas X yang akan di test itu juga rencana Alvin –dengan alasan kalau kelas XII TO dan kelas X test itu secara bersamaan, sama saja seperti membuat suasana sekolah seperti sedang MID yang pastinya kelas XI akan diliburkan.

“lo lupa sama ketua osis kita, satu-satunya sisa cowok popular disekolah ini.” kata Cakka mempermulus rencana.

Alvin tetap bersikap biasa meskipun dalam hati ia ingin mengatakan 1000 kali terima kasih ke pada Cakka. Gabriel sendiri langsung mandangin Alvin dengan pandangan menyelidik. kalau dia pikir-pikir Alvin dan Sivia cocok juga.

“tapi Alvin lusa ada urusan sama kepsek, lo lupa surat yang kemarin lo terima dari kepsek.” kata Gabriel mencoba mengingatkan.

Cakka meringis begitu mendengar Gabriel. ia memandang Alvin dengan tatapan –lo-lupa-ini-. Alvin membalasnya dengan tatapan yang menyiratkan –tenang-aja-gue-udah-mikirin-ini-.

“urusan gue sama kepsek Cuma sampai jam 10 pagi, sisanya gue free.” kata Alvin.

Gabriel mengangguk-angguk. meskipun merasa janggal tapi mau bagaimana lagi. “kalau gitu lo aja yang jadi perwakilan.”

Sivia langsung tersentak mendengar usulan Gabriel. dia dan Alvin. seneng pasti tapi kalau dipikir-pikir kalau dia dan Alvin, bagaimana nantinya kalau dia berdiri beku didepan panggung bersama es yang siap membekukan dirinya, juri, dan semua yang menghadiri festival. pasti bakalan KRIK KRIK KRIK….

“lo nggak salah usul?.” Tanya Sivia dengan polosnya.

Gabriel meringis. “mau gimana lagi, satu-satunya yang tersisa Cuma si Alvin, ganteng –meskipun gue lebih, berotak –meskipun kadang seenak jidat, face dewasa –meskipun sikapnya jauh dari kata dewasa, cukup ada kemistrilah.” terang Gabriel yang langsung membuat Alvin kembali meliriknya sinis.

“terserahlah, siapapun gue nggak peduli yang penting menang.” kata Alvin sambil memfokuskan dirinya pada layar smartphone yang beberapa detik lalu bergetar.  “gue ada urusan.” alaVin bangun dari duduknya, menyambar kunci mobilnya yang ada diatas meja dan keluar dari ruang osis tanpa peduli dengan ketiga orang yang masih menunggu keputusannya.

kebiasan…


******


HUNTING!!!

Setelah Cakka memberikannya informasi yang menyatakan dirinya yang dipilih sebagai perwakilan Prada, Alvin langsung tersenyum penuh kemenangan. ia melihat lengkungan tipis bibirnya yang tercerminkan oleh kaca di hadapannya, dan lagi ia tersenyum semakin lebar sambil merapikan penampilannya dan melihat dirinya yang sudah terbalut kaos putih, celana selutut berwana putih, sandal nike berwarna putih, serta semakin diperlengkap dengan jam tangan dan topi putih. serba putih. senada dengan warna kulitnya yang putih juga.

Merasa semuanya sudah cukup, Alvin emnyambar kunci mbilnya yang tergeletak dilantai dan melangkah keluar kamar. hari ini Cakka juga mengatakan kalau ia dan Sivia harus hunting baju dan segala yang harus dipersiapakan untuk FFS.

“kayanya lagi ceria banget, mau kemana?.” kontan Alvin langsung menghentikan langkahnya ditengah-tengah tangga menuju lantai satu. ia melihat kearah sumber suara yang berasal dari ujung tangga. Alvin tersenyum melihat si empunya suara yang ternyata adalah Winda, mamanya.

Wanita muda tersebut menunggu anaknya menjawab. bukannya menjawab Alvin malah melanjutkan langkahnya hingga benar-benar berada dilantai satu, ia melihat mamanya dengan padangan yang sulit diartikan, membuat Winda semakin penasaran.

“Alvin mau berjuang buat balikin gadis masa lalu Alvin.” katanya polos sambil menyunggingkan senyum cerahnya.

 Winda yang mengerti –gadis masa lalu yang dimaksud Alvin kontan menatap anaknya dengan pandangan lembut. “Alv” panggilnya lembut. ia menghimpit wajah Alvin dengan kedua tangannya “please, berhenti. Sivia bukan Sivia yang dulu, jangan mengharapkannya terus.” kata Winda lembut.

 Alvin menggelengkan kepalanya. “Alv mencintainya, ma. akan selalu mencintainya.” kata Alvin tak kalah lembut, ia menundukan kepalanya.

“tapi dia tidak mencintaimu.”

“bukan tidak, tapi dia belum sadar dengan perasaannya. dia pasti masih mencintai Alvin.” Winda diam. jujur saja ia tidak bisa mengatakan apapun lagi. jika Alvin mengatakan ia mencintai Sivia, maka itu berarti anaknya akan terus mengejar Sivia sampai dapat atau sampai ia benar-benar merasa Sivia bukan miliknya.

“Alvin pergi dulu.”

Dengan melengos Winda melepaskan kepala Alvin dari himpitan tangannya. begitu Alvin berbalik dan pergi dari hadapannya, Winda hanya bisa menghembuskan nafas berat sambil berharap semuanya akan baik-baik saja dan dia tidak lagi melihat ekspresi terluka serta hancur dari wajah anaknya. biarkan malam pertunangan yang gagal eberapa bulan yang lalu menjadi yang terakhir kali ia melihat kehancuran diwajah anaknya tersebut.

Semoga kau mendapatkan apa yang kamu mau

*******


Begitu mendengar suara kelakson mobil dari halaman rumahnya, Sivia langsung berlari menuruni tangga.

“ibu…… via pergi dulu ya.” teriaknya sambil berlari kecil keluar rumah. begitu menutup pintu depan rumahnya, Sivia berjalan kearah mobil Alvin. laki-laki itu menunggu didalam mobil tanpa berniat keluar dari mobilnya.

Setelah diberi kode untuk masuk, Sivia membuka pintu mobil dan duduk nyaman disamping Alvin yang memegang setir. ia tersenyum cerah kearah Alvin yang tak menoleh kearahnya dan tetepa focus pada kemudi. selama perjalanan mereka tak membuka suara.

Sivia melemparkan pandangannya keluar jendela mobil, berusaha bersikap tak acuh akan sikap Alvin yang masih saja mendiaminya. ia lebih mimilih meluapkan rasa rindunya pada posisinya sekarang.  mobil ini, mobil yang dulu sering mengantarnya ke sekolah, dengan posisi sama, Alvin yang berada di kursi kemudi dan dirinya yang selalu berada disamping Alvin. Sivia merindukan semua yang pernah dilakukannya dengan Alvin dulu, saat ia masih berada dirumah keluarga sindhunata.


aku ingin kembali merasakan rasa-rasa yang sulit kytebak saat masih bersamanya, dulu. membingungkan namun membuatku bahagia.



----------BERSAMBUNG---------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar