-gak Jelas-
kilah-kilah cahaya matahari
mulai menyembul dari balik jendela kamarnya, terang kilaunya kini memenuhi
setiap sudut kamar. Sivia yang baru saja tersadar dari tidurnya kemarin malam
hanya dapat diam untuk beberapa menit kedepan. kesadaran-kesadaran yang kemarin
menguap mulai terkumpul kembali, membuat sisa kantuk terbawa lenyap bersama
udara dingin kemarin malam.
Sivia menggeliat guna merenggangkan otot-otot tangannya yang kaku. matanya menyapu habis kesekeliling kamarnya dan terhenti tepat di jam dinding yang masih setia menyender ditembok yang sama.
Sivia terbelalak mendapati
jam dinding tersebut yang seakan menyadarinya kalau sebentar lagi ia akan telat
ke sekolah. tapi begitu matanya menangkap jelas koper berukuran sedang yang ada
dipojok kamar, ia jadi mendesah dan mengingat kalau rencanya hari ini ia tidak
akan masuk sekolah.
ia beranjak bangun dan segera
masuk kekamar mandi setelah sebelumnya menyambar haduk yang terlipat rapi
diatas meja. setelah melewati hampir 30 menit lebih, Sivia sudah siap dengan
baju kaos yang sedikit kebesaran dibadannya, celana jins yang diguankannya
menambah aksen past dan sepatu kets yang benar-benar membuatnya terlihat
seperti gadis tomboy.
Sivia menarik nafas berat
sebelum benar-benar meninggalkan kamar tercintanya, ia menyeret kopernya sambil
menunduk, ditutupnya pintu kamarnya dengan pelan.
kamar didepan kamarnya. Sivia
sedikit melrik kearah kamar berpintu putih didepan kamaranya sebelum dia
benar-benar meninggalkan rumah ini. apa yang
sedang dilakuakan pemilik kamar tersebut didalam sana? pikirnya menaruh
rasa khawatir. lagi-lagi rasa berat menghantam hatinya. tidak, jangan lagi Sivia. bukankah ini pilihanmu! jangan berfikir bodoh
untuk membatalakan aksi minggatmu sebelum besok lusa semuanya akan terjadi.
CKLEEEEEK
pintu kamar dihadapannya
terbuka lebar, Sivia meneguk ludahnya kasar. sosok Cakka keluar dari kamar
tersebut sambil membawa baskom berisi air dan handuk kecil. sudah bisa
diperkirakan semalaman penuh Cakka menjaga Alvin dan mengompresnya agar demam
laki-laki tersebut cepat turun.
###########
Cakka membuka pintu kamar Alvin
setelah selesai mengompres Alvin dengan air dingin. semalam Cakka terbangun
dari tidurnya disamping Alvin dan merasakan suhu tubuh Alvin semakin tinggi. ia
ingin memanggil dokter keluarga sindhunata namun diurungkannya karena hal
tersebut bisa membuat tuan dan nyonya sindhunata yang diluar negri bisa kalang
kabut karena tau keadaan putra tunggal mereka yang jauh dari kata baik.
Cakka menutup pintu kamar dan
menemukan Sivia yang berdiri didepan kamarnya. gadis tersebut sudah berpakaian
rapi ternyata. Cakka menatap tajam Sivia, membuat gadis tersebut menunduk
takut.
“gue pastiin lo bakalan
nyesel setelah ini.” kata Cakka tajam sambil membuang muka dan berjalan
menuruni tangga tanpa memperdulikan Sivia lagi.
Drrrrrt Drrrrrt Drrrrrt
Drrrrrrrt
HP Cakka bergetar. dengan
sigap Cakka meletakan baskom tadi di meja daput dan dengan segera mengambil
hpnya yang berada disaku celananya. ia tersenyum tipis melihat nama seseorang
yang terpampang dilayar LCD hpnya.
“hallo.” terdengar suara ceria seorang gadis disebrang sana.
“hallo jelek.”
“aissh-_- gembul berhenti memanggilku jelek.”
Cakka meringis mendengar
dirinya dipanggil gembul. “ini mulutku, terserahku mau memanggilmu apa.” gadis
disebrang sana terdengar menggeram karena kesal dengan tingkah Cakka yang tidak
pernah berubah. “baiklah, aku minta maaf. ada apa kau menelponku?
merindukanku?.”
“JANGAN MIMPI” teriakan terdengar dari sebrang, Cakka segera
menjauhkan Hpnya dari telinganya. “aku hanya ingin kau menjemputku besok pagi
dibandara, aku akan pulang ke indonesia” jelasnya.
“wah serius kau akan pulang
besok, berarti kebetulan sekali dengan hari pertungan nathan”
“serius si sipit china blangsak itu akan tunangan, aku tidak
percaya kalau ada gadis yang mau menjadi tunangan si bocah es itu.”
Cakka tersenyum tipis. “siapa
yang mau dengan bocah es itu, nasibnya sama seperti kita bodoh. mereka
dijodohkan juga.”
beberapa saat suara disana
menghilang, bisa Cakka pastikan kalau gadis diujung sana sedang mengingat hari
pertunangannya dengan Cakka satu tahun yang lalu.
“sudahlah, besok aku akan
menjemputmu.”
“hmmm, baiklah jemput aku jam 6 pagi, awas saja kalau kau
ngaret, ku cincang tubuh gembulmu itu.”
Cakka meringis lagi sambil
menganggung-ngangguk mengiyakan ancaman gadisnya. gadisnya. “mengancumku? hahahaha, baiklah nona ancamanmu membuat bulu
ketekku berdiri hahaha.”
“GEMBUL KAU MENYEBALKAN.”
“kupikir akan lebih
menyebalkan lagi ketika kau bertemu denganku.” kata Cakka menggoda.
“terserahmu saja tuan gembul nuraga.”
TUT TUT TUT
sambungan terputus begitu
saja. salah satu kebiasaan tunangannya yang suka sekali memutuskan sambungan
tanpa permisi.
Cakka tersenyum singkat. tak
habis pikir kenapa dia yang dulu paling menentang tunangannya dengan gadis
tersebut kini malah menjadi sangat posesif kepada gadis itu. dia tidak akan
munafik dan berpura-pura mengakui kalau dirinya senang ketika gadisnya memilih
bersekolah diluar negri dan meninggalkannya setelah 2 bulan pasca pertunangannya. saat itu ia
merasa kehilangan, tentu saja setelah tinggal satu atap bersama gadis itu
selama 2 bulan dan mengakui kehadiran gadis tersebut sangat berarti setelah
gadis itu pergi keluar negri. mungkin sekarang dia sudah mencintai gadis
tersebut atau mungkin dalam proses mencintai gadis itu.
#####################
Aku pasti akan merindukan
rumah ini. Sivia
memandang rumah besar milik keluarga sindhunata dengan seksama. beberapa bulan
menjadi bagian dari rumah tersebut membuatnya benar-benar ragu untuk
meninggalkan rumah itu. tapi dia tetap akan pergi.
Sivia memasuki taksi yang sudah
dipesannya dan tetap memandang rumah keluarga sindunata tersebut dari balik
kaca taksi. ntah rumah itu atau tuan muda rumah itu yang membuat hatinya berat
untuk pergi. seketika bayangan wajah Alvin memenuhi ingatannya. mulai dari awal
mereka bertemu, berkenalan, berdebat, berkelahi, bertingkah konyol, sampai ingatan
terakhirnya jatuh pada acara di sekolah Alvin yang membuatnya harus berduet
dengan laki-laki itu.
Sivia tersenyum tipis.
dirabanya dadanya yang terasa aneh. berdebar. jantungnya yang dibalik tulang
dadanya berdebar dengan kacau. Sivia meringis dengan wajah kecut. baiklah Sivia, hentikanlah semua keanehan
ini!
####################
seorang gadis berwajah tirus
menyeret kopernya dengan santai. wajah tirusnya yang terlihat lelah menjelaskan
bahwa gadis tersebut baru saja selesai melakukan perjalanan jauh. sesekali ia
mendengus kesal sambil memperhatikan setiap orang-orang yang berlalu lalang
disekitarnya, memastikan bahwa salah satu dari orang-orang tersebut adalah
orang yang akan menjemputnya. namun sepertinya ia tidak melihat orang yang
dicarinya.
gadis itu kembali menyeret
kopernya dengan malas. namun beberapa langkah dari tempatnya berpijak, sepasang
telapak tangan telah menutup matanya. ia dapat mencium bau parfum maskulin
tubuh orang yang memiliki telapak tangan yang menutup matanya. aroma parfum
maskulin tersebut begitu familiar. ia mengenalinya. orang yang menutup
matanya...
“berhentilah bermain-main,
bisakah kau langsung membawaku pulang.”
tuntut gadis tersebut tanpa harus merasa penasaran lagi dengan orang menutup
matanya.
“hahaha... kau masih
mengenaliku ternyata.”
“tidak akan ada yang lupa
dengan bau parfum maskulin yang selalu kau gunakan tuan.”
“kuanggap itu pujian.” Cakka
–orang yang tadi menutup mata gadis tersebut tersenyum jahil.
“terserahmu saja.” dengus
gadis tersebut. “sekarang bisakah kau mengajakku pulang, aku lelah sekali dan
ingin cepat tidur.”
“cih-_- kau mau tidur lagi
dipagi secerah ini, dasar kebo! tinggal dinegara orang ternyata tidak membuatmu
berubah banyak.” Cakka menoyor kepala gadis tersebut sambil menunjukkan senyum
menyebalkannya –menurut gadis tadi-
“kau jangan banyak bicara
tuan gembul, cepat bawa aku pulang sebelum aku mengamukimu disini.” ancam gadis
tersebut sambil menyeret kopernya ke luar bandara. ia belum mau berdebat dengan
orang semenyebalkan Cakka.
“yeaaah! your wish my baby.”
bisik Cakka seduktif setelah menyamai langkah gadisnya. dengan ringan tangan Cakka langsung
merangkul bahu gadis tersebut.
#########################
Cakka menjalankan mobilnya
setelah memaskinkan kalau gadis disebelahnya sudah memsang sabuk pengamannya
dengan benar.
“bagaimana acara pertunangan Alvin?
bukankah akan dilaksanakan sekarang?.” tanya gadis tersebut setelha menguap
lebar dan memaksakan matanya agar tidak tertutup sebelum sampai dirumah.
“calon tunangannya pergi
seentara orang tua mereka tidak tau, Alvin juga tidak terlalu memperdulikan hal
tersbut, katanya biarkan saja berjalan apa adanya.” kata Cakka menjelaskan.
gadisnya mengangguk paham.
“memang siapa calon
tunangannya?”
“Sivia Azizah.” jawab Cakka
sambil memutar mobilnya untuk kembali kejalan yang sebelumnya dan berbelok
kearah jalan yang tentu saja bukan jalan pulang.
“Sivia? what? bukankah gadis
itu...”
“gadis yang menghadiri acara
pertunangan kita dulu dan gadis yang membuat acara pertunangan kita menjadi
bencana.” balas Cakka dingin. gadis yang duduk disebelahnya hanya diam, dia
tahu jelas kejadian yang terjadi disaat pertunangannya dengan Cakka –beberapa
tahun lalu-.
Cakka menghentikan laju
mobilnya tepat didepan sebuah pekarangan rumah sederhana.
“jangan kemana-mana, aku ada
urusan sebentar.” perintah Cakka yang dijawab dengan anggukan patuh oleh
gadisnya.
Cakka turun dari mobilnya dan
berjalan menghampiri dua gadis yang tengah duduk-duduk diteras rumah sederhana
tersebut. gadis tunangan Cakka hanya memperhatikan apa yang akan dilakukan Cakka
dengan dua gadis yang ada diteras tersbut.
Dengan mata memicing, gadis
itu dapat melihat siapa dua gadis yang menjadi objek Cakka. dia masih mengingat
wajah kedua gadis tersebut. apalagi salah satunya adalah orang yang barus saja
menjadi bahan pembicaraannya dengan Cakka.
#####################
Cakka menghampiri kedua gadis
yang tengah duduk-duduk santai di sebuah teras rumah sederhana. Shilla dan Sivia.
kedua gadis tersebut melihat kedatangan Cakka dengan pandangan bingung. Mereka
meneguk ludah kasar karena melihat raut datar wajah Cakka terlihat menyeramkan.
“gue gak mau basa basi sama
lo berdua, gue Cuma mau minta lo dateng keacara pertunangan lo sendiri.” Cakka
melirik Sivia dengan sinisnya.
Shilla yang mengerti maksud Cakka
langsung berdiri menantang. sementara Sivia hanya diam kebingungan dengn
tingkah Shilla. apa Shilla tau maksud Cakka dengan pertunangan? padahal Sivia
belum cerita apa-apa dari semenjak di melarikan diri kerumah ini.
“lo nggak usah ikut campur aShilla zee.” Cakka menatap nyalang wajah silla. “lo nggak ada urusan sama gue.”
“semua masalah yang menyangkut Sivia adalah masalah
gue juga.” Shilla membalas tatapan Cakka dengan sinisnya.
“gue tau.” sahut Cakka
ringan. “tapi sebaiknya lo balas budi atas kejadian beberapa tahun yang lalu di
pesta pertunangan gue.” Cakka menyeringai. “balas budi atas nyawa sahabat lo
yang berhasil di..........”
“DIEM LO. jangan ngungkit
masa lalu disini.” potong Shilla dengan emosi. “lo Cuma bakalan nyakitin Sivia.”
Cakka berdecih sambil
menyeringai. ditariknya tangan Shilla agar lebih mendekat dan menghapus jarak
diantara mereka (eaaa). “gue gak peduli.” bisik Cakka setelah memastikan
mulutnya berada tepat didepan telinga Shilla sehingga membuat mereka terlihat
seperti orang berpelukan.
Tubuh Shilla menegang. ini
bukan pertama kalinya ia merasakan sentuhan Cakka yang seakan menghapus jarak
segala rasa bencinya.
“gue gak peduli, yang jelas
lo harus bawa Sivia ke gedung sindhunata malam ini, tepat jam 8. kalo lo nggak
berhasil, gue pastiin lo sama keluarga lo nggak bisa makan besok pagi dan rumah
lo....” Cakka menarik tubuhnya dan berdiri tegak kembali. ia menyeringai tipis
sambil memandang Shilla remeh. “lo tau sendiri apa yang bakalan terjadi kalo lo
nggak nurutin gue.” kata Cakka pelan namun menusuk Shilla.
“dan lo Sivia azizah,
berhenti bohongin diri lo sendiri sebelum lo ngerasa nyesel nyia-nyiain
kesempatan ini.” kata Cakka kembali mengancam. wajah datarnya yang tadi kini
berganti ekspresi dengan senyuman manis –yang dibuat-buat-.
“inget apa yang gue bilang.”
ujar Cakka dengan nada ramah.
Setelahnya Cakka berjalan
pergi dan kembali ke mobilnya. gadis yang sedari tadi menatapnya dari dalam
mobil hanya diam. berusaha tidak memperdulikan apa yang dilakukan Cakka tadi
dengan gadis yang bernama Shilla.
“gue Cuma ngasi peringetan.”
kata Cakka menjelaskan pada gadisnya yang terlihat cemburu.
“aku gak peduli.” gadis tersebut
membuang wajahnya berusaha acuh.
Cakka tersenyum manis,
disentuhnya pipi gadis tersebut dengan sayang dan mengarahkan wajah gadis
tersebut agar menghadap kearahnya. tatapan tajam mata Cakka jatuh tepat
dimanik-manik mata gadisnya. dan....
wajah gadis tersebut merona
merah setelah Cakka mengecup keningnya dengan sayang, hal tersebut cukup
membuat rasa cemburunya menguap dan membuktikan kalau Cakka benar-benar
menyayanginya dan tidak mungkin berpindah kelain hati lagi. Cakka terkekeh geli
melihat rona merah gadisnya.
--------------------------BERSAMBUNG----------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar