***Part To Party with you***
MATAHARI hampir tenggelam
ketika Sivia melengokan kepala keluar kamar, matanya sedikit melirik kearah
pintu kamar sebelah. pintu kamar itu tidak bergeming juga, masih sama seperti
beberapa jam yang lalu, membuat Sivia penasaran dengan apa yang terjadi dengan
si pemilik kamar. Sivia berjalan mendekati kamar tersebut, sedikit mengetuk
pintu kamar dan memanggil-manggil nama pemilik kamar.
“Alvin.” Sivia mengetok pintu
lebih kerasa dari sebelumnya.
Sivia hampir putus asa karena
Alvin tidak keluar kamar atau membalas panggilannya. ketika berbalik badan,
suara handle pintu yang memutar membuat Sivia kembali memutar tubuh. Semenit
kemudian pintu kamar benar-benar terbuka dan menyembulkan sosok pemuda dengan
penampilan kacaunya.
Rambut acak-acakan, badan
berbalut kaos putih polos yang terlihat kusut, serta celana 1cm diatas lutut, belum lagi dengan wajah yang
sama kusutnya dengan kaos putih yang digunakan. Alvin benar-benar terlihat
berantakan.
“are you OKE ?.” tanya Sivia
masih dengan meneliti penampilan Alvin.
Tanpa menjawab pertanyaan Sivia,
Alvin berjalan melewatinya. Dengan Langkah yang terseok-seok dan hampir
terhuyung kesana kemari. Alvin hendak menuruni tangga ketika Sivia menyekat
langkah Alvin dengan meraih tangannya dan memegangnya erat.
“lo kenapa Vin ?.” tanya Sivia
lagi.
“pusing.” Jawab Alvin
seadanya.
“terus lo mau kemana ?.”
“ke Sekolah, ada urusan.”
Sivia berdecak melihat
penampilan Alvin yang akan kesekolah. gila
aja ni bocah, berantak gini mau ke sekolah, bisa dikira orang gila kali yaaaa.
Ckckckck.
“yakin mau kesekolah.” Sivia
kembali meneliti penampilan Alvin. Alvin juga ikut meneliti dirinya. Dia pun
meringis melihat dirinya sendiri. berantakan
gini mau ke sekolah, kata Alvin sadar diri.
Alvin mengangkat wajahnya dan
melihat Sivia yang juga mellihatnya dengan pandangan tidak yakin. Lagi-lagi Alvin
meringis disertai dengan cengiran polosnya.
“ckckck, dasar sipit.” Sivia
menarik tangan Alvin masuk kekamarnya –kamar Sivia- .
Sivia mendudukan Alvin disofa
yang berada disudut kamar bernuansa biru dengan hiasan berbagai macam gambar
putri salju kesukaannya.
“lo nggak bisa kesekolah
dengan tampilan ancur gini.” Kata Sivia. “lagian lo kayaknya lagi kurang fit,
lo harus istirahat.” Sivia mengambil alat pengukur suhu tubuh.
Alvin membekap mulutnya
sendiri, menolak termometer yang ujungnya akan dimasukan kemulutnya. “nggak
mau.” Alvin menggelengkan kepalanya pelan. Sivia kembali berdecak.
“udah nurut aja kenapa sih,
susah banget lo jadi orang.” Omel Sivia masih dengan usahanya memasukan ujung
alat pengukur suhu tubuh tersebut kedalam mulut Alvin.
“nggak mau.” Rengek Alvin
seperti anak kecil.
Susah juga nih anak disuruh ngukur suhu tubuh, kata Sivia dalam hati. Di
pelototinya Alvin dengan mata hampir lepas dari kelopak mata. Sivia merengut
kesal. Dengan kasarnya dia menyibak tangan Alvin yang membekap mulutnya sendiri,
menahan tangan tersebut dengan kakinya yang diangkat keatas sofa. Cukup lama
membuat tangan Alvin tidak membrontak lagi, Sivia langsung memegang kedua pipi Alvin
dengan satu tangan. Wajah Alvin terlihat lucu ketika kedua pipinya terhimpit
tangan Sivia yang kecil, aslinya waktu itu Sivia mau tertawa ngakak liat muka Alvin
yang bener-bener kayak anak kecil, tapi mengingat misinya untuk mengukur suhu
tubuh Alvin belum terlakasana, Sivia langsung mengangkat wajah Alvin untuk
didongakkan dan memasukan ujung termometer kedalam mulut Alvin.
“cuman gitu doang susah
banget sih.” Kata Sivia sambil melepas kakinya yang mencekal tangan Alvin dan
melepas tangannya yang memegang pipi Alvin.
Pipi Alvin menggembung,
membuatnya terlihat tambum seperti anak kecil. Wajah dingin yang biasa
ditunjukannya langsung berubah baby face.
Sivia sampai gemas sendiri melihatnya.
“ishhhh, lucu banget sih lo.”
Sivia geregetan. “cini-cini kakak pia cubit pipinya, ishhhhhh.” Kata Sivia
dengan suara yang dibuat-buat seperti anak kecil. Dia mencubit pipi Alvin
dengan gemas.
“mmmp...” keluh Alvin sedikit
menghindar dari Sivia. Tangannya hendak menarik termometer tersebut, namun Sivia
menghalanginya. “dasar sipit !!! jangan dicabut dulu.” Alvin menurut dengan
wajah pasrah.
“nah kan, suhu badan lo
tinggi banget. so ! lo nggak boleh
kemana-mana, lo harus istirahat, TITIK.” Sivia memperhatikan termometer
tersebut setelah menarik termometernya dari mulut Alvin.
“nggak bisa, gue harus ke
sekolah, ada urusan penting.” Kata Alvin sambil berdiri dari sofa.
“seberapa pentingnya sih
urusan lo samapai kesehatan lo nggak diperhatiin.” Sivia ikut berdiri,
memandang Alvin dengan kesal.
“penting banget, pokoknya gue
mau ke sekolah dan lo nggak bisa larang gue.”
“oh, baiklah tuan muda
sindunata. Kalo gitu gue ikut sama elo.”
“HAH ? NGGAK BOLEH.” Bentak Alvin.
“ngapain lo mau ikut-ikut segala ?.”
“terserah gue dong, gue mau
ikut lo atau nggak. Kalo gue nggak bisa larang elo ke sekolah, berarti lo juga
nggak bisa larang gue buat ikut sama elo.” Tantang Sivia.
Alvin diam, percuma debat
dengan cewek, nggak akan ada ujungnya.
“terserah elo deh.” Katanya
pasrah.
“emang harus terserah gue.”
“yaudah ayoooo.” Alvin
menarik tangan Sivia keluar dari kamarnya.
Sebelum benar-benar keluar
dari kamarnya, Sivia kembali menarik tangannya dari tangan Alvin. kebiasaan banget maen narik-narik, oceh Sivia
dalam hati. Sebenarnya bukan itu yang membuat Sivia menarik kembali tangnnya,
tapi Sivia sedikit tidak yakin Alvin mau ke sekolah dengan tampilan ancur macam
ini.
“apa lagi sih vi, gue udah
telat ini.” Alvin melirik jam tangannya dengan kesal.
“telat sih telat, woiiiii.
Tapi liat diri dulu dong.” Omel Sivia.
ancur banget dah, kata Alvin melihat dirinya lagi. “hehehe, sorry gue lupa.” Alvin menepuk dahinya
dan berjalan kekamarnya untuk mengganti baju dan memperbaiki penampilannya yang
ancur banget. Sivia hanya geleng-geleng kepala.
=============
Pantulan bayangan dirinya
didepan cermin membuat Alvin dapat melihat penampilannya yang lebih baik dari
yang tadi. Alvin tersenyum bangga melihat dirinya dengan kemeja berlengan
pendek, bermotif kotak-kotak biru putih yang kancingnya sengaja dibuka dan
memperlihatkan dalaman kaos putih bertuliskan Damn you !!!, ditambah lagi dengan jam tangan putih bermerk, celana
jins serta dikakinya terpasang sepatu konvers
kesukaannya. AMAZING stayl !!!
Setelah puas melihat dirinya,
Alvin hendak berjalan menjauhi cermin ketika dirinya terbayang-bayang kejadian
yang beberapa menit lalu sempat dilewatinya bersama Sivia. Gadis itu benar-benar
mempengaruhi hidupnya, membuatnya benar-benar tidak pernah terusik sepi lagi. Sivia Azizah. Alvin menarik senyuman
malu, dia jadi salah tingkah sendiri dengan ulah gadisnya itu.
Aaaaah ! you stupid Alvin, rutuknya sendiri. Alvin berjalan
keluar kamar. Diruang tamu Sivia sudah menunggunya dengan wajah bosan. Begitu
melihat Alvin menuruni tangga, Sivia langsung melototi Alvin dengan makna ‘lama banget lo’.
“yaudaaah ayooo berangkat.”
Ajak Alvin.
“lo mau ngapain sih ke sekolah, udah malem gini
juga.” Kata Sivia ketika didalam mobil. Alih-alih ingin tau, tapi aslinya Sivia
cuman mau ngusik keheningan didalam mobil.
“ada urusan mendadak.” Balas Alvin
dingin.
Sivia menghela nafas berat,
Dia baru kembali sadar kalo cowok disampingnya ini dingin banget. boro-boro mau
dijawab, ngomong aja iritnya minta ampun. Nasib,
nasib, punya calon tunangan gini banget, rutuk Sivia.
Alvin sendiri masih berusaha
fokus dengan kemudinya, tidak berbicara sepatah katapun setelah menjawab
pertanyaan Sivia. Kepalanya terasa berat sekali. belum lagi tubuhnya sedikit
menggigil, seperti semua hawa dingin memeluk permukaan kulit putihnya dengan
erat.
“lo nggak papakan, al ?.”
tanya Sivia khawatir. sudah dari tadi dia memperhatikan Alvin.
Alvin sedikit menggeleng
untuk menjawab pertanyaan Sivia. Setelah itu ia kembali fokus dengan kemudinya.
Sebentar lagi mereka sampai di SMA Prada Kesuma –sekolah Alvin-. beberapa menit
kemudian. Alvin keluar dari mobil setelah memarkirkan mobilnya. Sivia mengikuti
langkah Alvin dari belakang.
“ohhh, ternyata ada acara.”
Gumam Sivia, masih dengan berjalan dibelakang Alvin.
Kerlap-kerlip lampu menghiasi
langit-langit serta seluruh bagian lapangan dalam SMA Prada Kesuma yang
dijadikan area acara. Belum lagi beberapa kembang api yang meletup bebas
dilangit. susana semakin gaduh dengan kehadiran siswa-siswi yang sudah memenuhi
beberapa stand yang tersedia, sebagian dari mereka juga sudah mulai mengerumuni
panggung karena acara mau dimulai.
Alvin berjalan kebelakang
panggu, Sivia sudah tidak mengikutinya lagi. Gadis itu lebih memilih diam
dibelakang kerumunan siswa-siswi yang berada didekat panggung.
“Sivia.” Sapa seseorang dari
arah belakang.
Sivia berbalik dan melihat
seorang pemuda hitam manis yang sedang tersenyum kearahnya. Sivia mengucek
matanya tidak percaya. Pemuda itu tetangga sekaligus teman bermainnya di
kompleks perumahannya yang dulu.
“Rio.” balas Sivia menyapa
pemuda itu dengan suara girang. Maklum, sudah lama dia tidak bertemu dengan
pemuda tersebut. “kok lo disini yo ?.” tanya Sivia penasaran.
“seharusnya gue yang nanyak
gitu ke elo, kok lo bisa ada disini ? gue kan emang sekolahnya disini.” Kata Rio.
“gue cuman nemenin temen
doang yo.” Balas Sivia seadanya. Dia meneliti Rio dari atas samapai bawah.
pemuda hitam manis itu tidak pernah berubah, selalu mendandani dirinya dengan
stayl simpel, nggak ribet. Cuman dengan kaos hijau daun, jaket hitam dengan
lengan jaket dilipat sembarang sesiku, celana hitam selutut, serta sendal yangb
biasa digunakannya. Ya Tuhan, ini mah
simple banget. komen Sivia dalam hati.
“vi, gue emang ganteng. Tapi
liatinnya jangan gitu banget, kayak yang nafsuan banget sama gue.” Canda Rio.
“yeeeee, nafsuan dari
hongkong, yang ada enek gue lihat tampilan lo yang gitu-gitu doang.
NGEBOSENIN.” Kata Sivia dengan sedikit sinis.
“hahaha, lo tuh nggak
berubah-berubah ya vi. bawelnya itu loo, ishhh.” Rio mencubit pipi cuby Sivia
dengan gemas. setelah itu seperti biasa, dia akan selalu mengacak rambut Sivia
setelah berhasil mencubit pipi gadis tersebut.
“RIOOOO,
itempesekcungkringkrempeng. Lo itu, ishhh. Nyebelin banget sih.”
“nyebelin-nyebelin gini,
lojuga tetep suka gue kan. Hahaha...”
Sivia mencubit pinggang dan
lengan Rio secara bergantian. “hahaha, iya ampun vi. udah vi, aawwww... ampun
vi, jangan cubit lagi, awwww... sakit vi, iya gue minta ampun, hadooooh...” Rio
mengaduh sambil cengengesan.
“galak lo juga nggak
ilang-ilang.” Goda Rio lagi. Sivia melotot sambil menunjukkan tangannya yang
posisi jari-jarinya seperti siap mencubit Rio lagi. Rio meringis ketakutan,
cubitan Sivia memang selalu membuatnya menyerah.
“udah ah, gue mau cari temen
gue dulu. Males sama cowok pesek kayak lo.” Sivia berjalan meninggalkan Rio
yang masih senyum-senyum nggak jelas. Sivia,
Sivia, ishhh. Bikin geremetan aja tuh cewek. Gumam Rio nggak jelas.
==========
Dibelakang panggung, Alvin
memegang kepalanya yang terasa semakin berat. Kepalanya semakin sakit ketika
mendengar acara puncak tidak bisa dilakukan karena seorang gitaris dan diva
yang akan mengisi acara puncak tidak bisa datang karena kecelakaan dalam
perjalanan menuju sekolah. Alvin selaku ketua panitia acara harus mencari
pengisi acara yang lain agar acara bisa berjalan dengan lancar.
“Alvin, lo nggak papa kan ?.”
tanya Sivia yang kini sudah ada disampingnya. Alvin mengakat kepalanya seraya
menggeleng pelan.
Sivia khawatir ketika Alvin
mengangkat kepalanya, wajah pemuda itu terlihat pucat pasi. “mending kita
pulang sekarang deh Vin, lo bener-bener nggak fit sekarang.” Ajak Sivia.
“nggak bisa vi, gue ketua
panitia acara ini, gue harus bertanggung jawab sama acara ini.” kata Alvin
bersikukuh tidak mau pulang.
Sivia menatap Alvin kasihan,
“emang ada masalah ya ?.” tanya Sivia.
“pengisi acara puncaknya
nggak bisa hadir malem ini dan gue harus cari penggantinya.” Jawab Alvin
seadanya.
“Vin bentar lagi acara
puncaknya, gimana dong ? nggak ada yang mau nyanyi sama gantiin gitarisnya.”
Lapor kiky selaku anggota panitia yang muncul dari arah panggung.
Alvin menghela nafas, mencoba
berfikir dengan apa yang harus dilakukannya sekarang. Nggak bisa. Alvin nggak
bisa berfikir lebih jauh lagi, kepalanya benar-benar tidak bisa diajak
berfikir.
“gue punya ide.” Kata Sivia.
Sontak membuat Alvin dan kiky
menoleh kearahnya. “apa ?.” tanya mereka kompakan.
Sivia menceritakan idenya.
Kiky mengangguk setuju, sementara Alvin terlihat ragu.
“gimana al ? lo maukan.
Sekali ini aja. Gue yakin lo bisa.” Kata Sivia menyemangatkan.
“iya Vin, gue juga yakin lo
bisa. Lo mau ya Vin.” Bujuk kiky.
“tau deh, ntar gue pikirin.”
Dingin Alvin.
“jangan kebanyakan mikir sob.
setelah icil divo tampil, acara puncaknya langsung dimulai.” Kata kiky sambil
menepuk pundak Alvin. “yaudah, gue ngecek dulu ya.” Kata kiky meninggalkan Sivia
dan Alvin.
“gimana Vin ?.” tanya Sivia
lagi.
“gue belom siap vi.” kata Alvin
ragu-ragu.
“yaudah, terserah lo aja
sih.” Kata Sivia cuek.
“arghhhh, sialan.” Umpat Alvin.
“oke gue mau.” Putusnya setelah itu.
===========
Semua lampu lapangan
dimatikan, Tidak ada pencayahaan lain selain sinar bulan dan bintang. Suara
letupan kembang api yang beberapa menit lalu masih terdengar meriah, tiba-tiba
senyap dan menyisakan suara binatang malam beriring suara bisikan-bisikan siswa
atupun siswi yang ada dilapangan.
Dari langit-langit panggung
lampu sorot menyala dan menyoroti sepasang anak manusia yang entah sejak kapan
sudah berada disana. Satu dianatara mereka memangku gitar, satunya lagi
memegang mic. Alvin dan Sivia. Semua menatap takjub kearah mereka.
Mereka terlihat sangat cocok
dengan menggunakan pakaian yang berwarna senada. Sivia memakai dress biru-putih
–yang baru dipinjamnya dari ruang konstum-
senada dengan kemeja Alvin. ditambah
dengan posisi mereka yang semakin menambah kesan romantis untuk ukuran sepasang
kekasih. Alvin duduk dengan memangku gitar coklat dengan kesan klasik,
sementara Sivia berdiri disamping Alvin dengan tangan kanan memegang mick dan
tangan kiri yang diletakan dipundak sebelah kanan Alvin –seperti merangkul-.
Sebelum memulai, Sivia
menunduk melihat Alvin dan Alvin mendongak melihat Sivia. Mereka saling
melempar senyum seraya mengangguk kecil. Alvin menggenjreng gitarnya dengan
pelan, agar suara yang diciptakannya jadi terkesan jernih dan lembut menyapa
gendang telinga para pendengar. Sivia menarik nafas panjang dan
menghembuskannya perlahan sebelum memulai bernanyi.
Bersamamu kulewati
lebih dari seribu malam
bersamamu yang kumau
namun kenyataannya tak sejalan
bersamamu yang kumau
namun kenyataannya tak sejalan
Sivia memjamkan matanya untuk menghayati lagu yang
dinyanyikannya. Sesekali ia membuka mata dan sedikit melirik kearah Alvin yang
sedang berusaha menikmati permainannya. Ntah kenapa lagu yang dinyanyikannya
kali ini terasa seperti untuk pemuda yang ada disampingnya.
reff:
tuhan bila masih ku diberi kesempatan
ijinkan aku untuk mencintanya
namun bila waktuku telah habis dengannya
biar cinta hidup sekali ini saja
ijinkan aku untuk mencintanya
namun bila waktuku telah habis dengannya
biar cinta hidup sekali ini saja
Alvin menggenjreng gitarnya sambil sedikit mendongak
kearah Sivia. Saat itu Sivia juga menunduk menghadapnya, otomatis mata mereka
bertemu pandang, saling melempar senyum.
tak sanggup bila harus jujur
hidup tanpa hembusan nafasnya
hidup tanpa hembusan nafasnya
ntah refleks atau sengaja, Alvin berdiri dan menaruh
gitar coklat yang dipangkunya dari tadi. ia berdiri disamping Sivia, kedua
tanganya memutar tubuh Sivia dan ikut menggenggam mick yang sedari tadi
digenggam Sivia. Jadilah kedua tangan Sivia berada dibawah memegang mick dan
kedua tangan Alvin berada diatasnya memegang tangan Sivia.
tuhan bila waktu dapat kuputar kembali
sekali lagi untuk mencintanya
namun bila waktuku telah habis dengannya
biarkan cinta ini, biarkan cinta ini
hidup untuk sekali ini saja
sekali lagi untuk mencintanya
namun bila waktuku telah habis dengannya
biarkan cinta ini, biarkan cinta ini
hidup untuk sekali ini saja
suara Sivia dan Alvin menyatu ketika beberapa bait terakhir.
Tanpa Alvin dan Sivia sadar, sekarang kening mereka menempel satu sama lain dan
posisi mick menjadi penghalang mulut
mereka. ketika nada terakhir mereka saling memejamkan mata, menikmati setiap
detik dari kebersamaan mereka.
------------BERSAMBUNG------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar