Rabu, 01 Mei 2013

NO SAD!!! (part 3)


***Part To Party with you***


MATAHARI hampir tenggelam ketika Sivia melengokan kepala keluar kamar, matanya sedikit melirik kearah pintu kamar sebelah. pintu kamar itu tidak bergeming juga, masih sama seperti beberapa jam yang lalu, membuat Sivia penasaran dengan apa yang terjadi dengan si pemilik kamar. Sivia berjalan mendekati kamar tersebut, sedikit mengetuk pintu kamar dan memanggil-manggil nama pemilik kamar.

“Alvin.” Sivia mengetok pintu lebih kerasa dari sebelumnya.

Sivia hampir putus asa karena Alvin tidak keluar kamar atau membalas panggilannya. ketika berbalik badan, suara handle pintu yang memutar membuat Sivia kembali memutar tubuh. Semenit kemudian pintu kamar benar-benar terbuka dan menyembulkan sosok pemuda dengan penampilan kacaunya.

Rambut acak-acakan, badan berbalut kaos putih polos yang terlihat kusut, serta celana 1cm  diatas lutut, belum lagi dengan wajah yang sama kusutnya dengan kaos putih yang digunakan. Alvin benar-benar terlihat berantakan.

“are you OKE ?.” tanya Sivia masih dengan meneliti penampilan Alvin.

Tanpa menjawab pertanyaan Sivia, Alvin berjalan melewatinya. Dengan Langkah yang terseok-seok dan hampir terhuyung kesana kemari. Alvin hendak menuruni tangga ketika Sivia menyekat langkah Alvin dengan meraih tangannya dan memegangnya erat.

“lo kenapa Vin ?.” tanya Sivia lagi.

“pusing.” Jawab Alvin seadanya.

“terus lo mau kemana ?.”
“ke Sekolah, ada urusan.”

Sivia berdecak melihat penampilan Alvin yang akan kesekolah. gila aja ni bocah, berantak gini mau ke sekolah, bisa dikira orang gila kali yaaaa. Ckckckck.

“yakin mau kesekolah.” Sivia kembali meneliti penampilan Alvin. Alvin juga ikut meneliti dirinya. Dia pun meringis melihat dirinya sendiri. berantakan gini mau ke sekolah, kata Alvin sadar diri.

Alvin mengangkat wajahnya dan melihat Sivia yang juga mellihatnya dengan pandangan tidak yakin. Lagi-lagi Alvin meringis disertai dengan cengiran polosnya.

“ckckck, dasar sipit.” Sivia menarik tangan Alvin masuk kekamarnya –kamar Sivia- .

Sivia mendudukan Alvin disofa yang berada disudut kamar bernuansa biru dengan hiasan berbagai macam gambar putri salju kesukaannya.

“lo nggak bisa kesekolah dengan tampilan ancur gini.” Kata Sivia. “lagian lo kayaknya lagi kurang fit, lo harus istirahat.” Sivia mengambil alat pengukur suhu tubuh.

Alvin membekap mulutnya sendiri, menolak termometer yang ujungnya akan dimasukan kemulutnya. “nggak mau.” Alvin menggelengkan kepalanya pelan. Sivia kembali berdecak.

“udah nurut aja kenapa sih, susah banget lo jadi orang.” Omel Sivia masih dengan usahanya memasukan ujung alat pengukur suhu tubuh tersebut kedalam mulut Alvin.

“nggak mau.” Rengek Alvin seperti anak kecil.

Susah juga nih anak disuruh ngukur suhu tubuh, kata Sivia dalam hati. Di pelototinya Alvin dengan mata hampir lepas dari kelopak mata. Sivia merengut kesal. Dengan kasarnya dia menyibak tangan Alvin yang membekap mulutnya sendiri, menahan tangan tersebut dengan kakinya yang diangkat keatas sofa. Cukup lama membuat tangan Alvin tidak membrontak lagi, Sivia langsung memegang kedua pipi Alvin dengan satu tangan. Wajah Alvin terlihat lucu ketika kedua pipinya terhimpit tangan Sivia yang kecil, aslinya waktu itu Sivia mau tertawa ngakak liat muka Alvin yang bener-bener kayak anak kecil, tapi mengingat misinya untuk mengukur suhu tubuh Alvin belum terlakasana, Sivia langsung mengangkat wajah Alvin untuk didongakkan dan memasukan ujung termometer kedalam mulut Alvin.

“cuman gitu doang susah banget sih.” Kata Sivia sambil melepas kakinya yang mencekal tangan Alvin dan melepas tangannya yang memegang pipi Alvin.

Pipi Alvin menggembung, membuatnya terlihat tambum seperti anak kecil. Wajah dingin yang biasa ditunjukannya langsung berubah baby face. Sivia sampai gemas sendiri melihatnya.

“ishhhh, lucu banget sih lo.” Sivia geregetan. “cini-cini kakak pia cubit pipinya, ishhhhhh.” Kata Sivia dengan suara yang dibuat-buat seperti anak kecil. Dia mencubit pipi Alvin dengan gemas.

“mmmp...” keluh Alvin sedikit menghindar dari Sivia. Tangannya hendak menarik termometer tersebut, namun Sivia menghalanginya. “dasar sipit !!! jangan dicabut dulu.” Alvin menurut dengan wajah pasrah.
               
“nah kan, suhu badan lo tinggi banget. so ! lo nggak boleh kemana-mana, lo harus istirahat, TITIK.” Sivia memperhatikan termometer tersebut setelah menarik termometernya dari mulut Alvin.

“nggak bisa, gue harus ke sekolah, ada urusan penting.” Kata Alvin sambil berdiri dari sofa.

“seberapa pentingnya sih urusan lo samapai kesehatan lo nggak diperhatiin.” Sivia ikut berdiri, memandang Alvin dengan kesal.

“penting banget, pokoknya gue mau ke sekolah dan lo nggak bisa larang gue.”

“oh, baiklah tuan muda sindunata. Kalo gitu gue ikut sama elo.”

“HAH ? NGGAK BOLEH.” Bentak Alvin. “ngapain lo mau ikut-ikut segala ?.”

“terserah gue dong, gue mau ikut lo atau nggak. Kalo gue nggak bisa larang elo ke sekolah, berarti lo juga nggak bisa larang gue buat ikut sama elo.” Tantang Sivia.

Alvin diam, percuma debat dengan cewek, nggak akan ada ujungnya.

“terserah elo deh.” Katanya pasrah.

“emang harus terserah gue.”

“yaudah ayoooo.” Alvin menarik tangan Sivia keluar dari kamarnya.
Sebelum benar-benar keluar dari kamarnya, Sivia kembali menarik tangannya dari tangan Alvin. kebiasaan banget maen narik-narik, oceh Sivia dalam hati. Sebenarnya bukan itu yang membuat Sivia menarik kembali tangnnya, tapi Sivia sedikit tidak yakin Alvin mau ke sekolah dengan tampilan ancur macam ini.

“apa lagi sih vi, gue udah telat ini.” Alvin melirik jam tangannya dengan kesal.

“telat sih telat, woiiiii. Tapi liat diri dulu dong.” Omel Sivia.

ancur banget dah, kata Alvin melihat dirinya lagi. “hehehe, sorry gue lupa.” Alvin menepuk dahinya dan berjalan kekamarnya untuk mengganti baju dan memperbaiki penampilannya yang ancur banget. Sivia hanya geleng-geleng kepala.

=============


Pantulan bayangan dirinya didepan cermin membuat Alvin dapat melihat penampilannya yang lebih baik dari yang tadi. Alvin tersenyum bangga melihat dirinya dengan kemeja berlengan pendek, bermotif kotak-kotak biru putih yang kancingnya sengaja dibuka dan memperlihatkan dalaman kaos putih bertuliskan Damn you !!!, ditambah lagi dengan jam tangan putih bermerk, celana jins serta dikakinya terpasang sepatu konvers kesukaannya. AMAZING stayl !!!

Setelah puas melihat dirinya, Alvin hendak berjalan menjauhi cermin ketika dirinya terbayang-bayang kejadian yang beberapa menit lalu sempat dilewatinya bersama Sivia. Gadis itu benar-benar mempengaruhi hidupnya, membuatnya benar-benar tidak pernah terusik sepi lagi. Sivia Azizah. Alvin menarik senyuman malu, dia jadi salah tingkah sendiri dengan ulah gadisnya itu.

Aaaaah ! you stupid Alvin, rutuknya sendiri. Alvin berjalan keluar kamar. Diruang tamu Sivia sudah menunggunya dengan wajah bosan. Begitu melihat Alvin menuruni tangga, Sivia langsung melototi Alvin dengan makna ‘lama banget lo’.

“yaudaaah ayooo berangkat.” Ajak Alvin.

“lo mau ngapain sih ke sekolah, udah malem gini juga.” Kata Sivia ketika didalam mobil. Alih-alih ingin tau, tapi aslinya Sivia cuman mau ngusik keheningan didalam mobil.

“ada urusan mendadak.” Balas Alvin dingin.

Sivia menghela nafas berat, Dia baru kembali sadar kalo cowok disampingnya ini dingin banget. boro-boro mau dijawab, ngomong aja iritnya minta ampun. Nasib, nasib, punya calon tunangan gini banget, rutuk Sivia.

Alvin sendiri masih berusaha fokus dengan kemudinya, tidak berbicara sepatah katapun setelah menjawab pertanyaan Sivia. Kepalanya terasa berat sekali. belum lagi tubuhnya sedikit menggigil, seperti semua hawa dingin memeluk permukaan kulit putihnya dengan erat.

“lo nggak papakan, al ?.” tanya Sivia khawatir. sudah dari tadi dia memperhatikan Alvin.

Alvin sedikit menggeleng untuk menjawab pertanyaan Sivia. Setelah itu ia kembali fokus dengan kemudinya. Sebentar lagi mereka sampai di SMA Prada Kesuma –sekolah Alvin-. beberapa menit kemudian. Alvin keluar dari mobil setelah memarkirkan mobilnya. Sivia mengikuti langkah Alvin dari belakang.

“ohhh, ternyata ada acara.” Gumam Sivia, masih dengan berjalan dibelakang Alvin.

Kerlap-kerlip lampu menghiasi langit-langit serta seluruh bagian lapangan dalam SMA Prada Kesuma yang dijadikan area acara. Belum lagi beberapa kembang api yang meletup bebas dilangit. susana semakin gaduh dengan kehadiran siswa-siswi yang sudah memenuhi beberapa stand yang tersedia, sebagian dari mereka juga sudah mulai mengerumuni panggung karena acara mau dimulai.

Alvin berjalan kebelakang panggu, Sivia sudah tidak mengikutinya lagi. Gadis itu lebih memilih diam dibelakang kerumunan siswa-siswi yang berada didekat panggung.

“Sivia.” Sapa seseorang dari arah belakang.

Sivia berbalik dan melihat seorang pemuda hitam manis yang sedang tersenyum kearahnya. Sivia mengucek matanya tidak percaya. Pemuda itu tetangga sekaligus teman bermainnya di kompleks perumahannya yang dulu.

“Rio.” balas Sivia menyapa pemuda itu dengan suara girang. Maklum, sudah lama dia tidak bertemu dengan pemuda tersebut. “kok lo disini yo ?.” tanya Sivia penasaran.

“seharusnya gue yang nanyak gitu ke elo, kok lo bisa ada disini ? gue kan emang sekolahnya disini.” Kata Rio.

“gue cuman nemenin temen doang yo.” Balas Sivia seadanya. Dia meneliti Rio dari atas samapai bawah. pemuda hitam manis itu tidak pernah berubah, selalu mendandani dirinya dengan stayl simpel, nggak ribet. Cuman dengan kaos hijau daun, jaket hitam dengan lengan jaket dilipat sembarang sesiku, celana hitam selutut, serta sendal yangb biasa digunakannya. Ya Tuhan, ini mah simple banget. komen Sivia dalam hati.

“vi, gue emang ganteng. Tapi liatinnya jangan gitu banget, kayak yang nafsuan banget sama gue.” Canda Rio.

“yeeeee, nafsuan dari hongkong, yang ada enek gue lihat tampilan lo yang gitu-gitu doang. NGEBOSENIN.” Kata Sivia dengan sedikit sinis.

“hahaha, lo tuh nggak berubah-berubah ya vi. bawelnya itu loo, ishhh.” Rio mencubit pipi cuby Sivia dengan gemas. setelah itu seperti biasa, dia akan selalu mengacak rambut Sivia setelah berhasil mencubit pipi gadis tersebut.

“RIOOOO, itempesekcungkringkrempeng. Lo itu, ishhh. Nyebelin banget sih.”

“nyebelin-nyebelin gini, lojuga tetep suka gue kan. Hahaha...”

Sivia mencubit pinggang dan lengan Rio secara bergantian. “hahaha, iya ampun vi. udah vi, aawwww... ampun vi, jangan cubit lagi, awwww... sakit vi, iya gue minta ampun, hadooooh...” Rio mengaduh sambil cengengesan.

“galak lo juga nggak ilang-ilang.” Goda Rio lagi. Sivia melotot sambil menunjukkan tangannya yang posisi jari-jarinya seperti siap mencubit Rio lagi. Rio meringis ketakutan, cubitan Sivia memang selalu membuatnya menyerah.

“udah ah, gue mau cari temen gue dulu. Males sama cowok pesek kayak lo.” Sivia berjalan meninggalkan Rio yang masih senyum-senyum nggak jelas. Sivia, Sivia, ishhh. Bikin geremetan aja tuh cewek. Gumam Rio nggak jelas.

==========


Dibelakang panggung, Alvin memegang kepalanya yang terasa semakin berat. Kepalanya semakin sakit ketika mendengar acara puncak tidak bisa dilakukan karena seorang gitaris dan diva yang akan mengisi acara puncak tidak bisa datang karena kecelakaan dalam perjalanan menuju sekolah. Alvin selaku ketua panitia acara harus mencari pengisi acara yang lain agar acara bisa berjalan dengan lancar.

“Alvin, lo nggak papa kan ?.” tanya Sivia yang kini sudah ada disampingnya. Alvin mengakat kepalanya seraya menggeleng pelan.

Sivia khawatir ketika Alvin mengangkat kepalanya, wajah pemuda itu terlihat pucat pasi. “mending kita pulang sekarang deh Vin, lo bener-bener nggak fit sekarang.” Ajak Sivia.

“nggak bisa vi, gue ketua panitia acara ini, gue harus bertanggung jawab sama acara ini.” kata Alvin bersikukuh tidak mau pulang.

Sivia menatap Alvin kasihan, “emang ada masalah ya ?.” tanya Sivia.

“pengisi acara puncaknya nggak bisa hadir malem ini dan gue harus cari penggantinya.” Jawab Alvin seadanya.
               
“Vin bentar lagi acara puncaknya, gimana dong ? nggak ada yang mau nyanyi sama gantiin gitarisnya.” Lapor kiky selaku anggota panitia yang muncul dari arah panggung.

Alvin menghela nafas, mencoba berfikir dengan apa yang harus dilakukannya sekarang. Nggak bisa. Alvin nggak bisa berfikir lebih jauh lagi, kepalanya benar-benar tidak bisa diajak berfikir.

“gue punya ide.” Kata Sivia.

Sontak membuat Alvin dan kiky menoleh kearahnya. “apa ?.” tanya mereka kompakan.

Sivia menceritakan idenya. Kiky mengangguk setuju, sementara Alvin terlihat ragu.

“gimana al ? lo maukan. Sekali ini aja. Gue yakin lo bisa.” Kata Sivia menyemangatkan.

“iya Vin, gue juga yakin lo bisa. Lo mau ya Vin.” Bujuk kiky.

“tau deh, ntar gue pikirin.” Dingin Alvin.

“jangan kebanyakan mikir sob. setelah icil divo tampil, acara puncaknya langsung dimulai.” Kata kiky sambil menepuk pundak Alvin. “yaudah, gue ngecek dulu ya.” Kata kiky meninggalkan Sivia dan Alvin.

“gimana Vin ?.” tanya Sivia lagi.

“gue belom siap vi.” kata Alvin ragu-ragu.

“yaudah, terserah lo aja sih.” Kata Sivia cuek.

“arghhhh, sialan.” Umpat Alvin. “oke gue mau.” Putusnya setelah itu. 
               
===========


Semua lampu lapangan dimatikan, Tidak ada pencayahaan lain selain sinar bulan dan bintang. Suara letupan kembang api yang beberapa menit lalu masih terdengar meriah, tiba-tiba senyap dan menyisakan suara binatang malam beriring suara bisikan-bisikan siswa atupun siswi yang ada dilapangan.

Dari langit-langit panggung lampu sorot menyala dan menyoroti sepasang anak manusia yang entah sejak kapan sudah berada disana. Satu dianatara mereka memangku gitar, satunya lagi memegang mic. Alvin dan Sivia. Semua menatap takjub kearah mereka.

Mereka terlihat sangat cocok dengan menggunakan pakaian yang berwarna senada. Sivia memakai dress biru-putih –yang baru dipinjamnya dari ruang konstum- senada dengan kemeja Alvin.  ditambah dengan posisi mereka yang semakin menambah kesan romantis untuk ukuran sepasang kekasih. Alvin duduk dengan memangku gitar coklat dengan kesan klasik, sementara Sivia berdiri disamping Alvin dengan tangan kanan memegang mick dan tangan kiri yang diletakan dipundak sebelah kanan Alvin –seperti merangkul-.

Sebelum memulai, Sivia menunduk melihat Alvin dan Alvin mendongak melihat Sivia. Mereka saling melempar senyum seraya mengangguk kecil. Alvin menggenjreng gitarnya dengan pelan, agar suara yang diciptakannya jadi terkesan jernih dan lembut menyapa gendang telinga para pendengar. Sivia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan sebelum memulai bernanyi.

Bersamamu kulewati
lebih dari seribu malam
bersamamu yang kumau
namun kenyataannya tak sejalan

Sivia memjamkan matanya untuk menghayati lagu yang dinyanyikannya. Sesekali ia membuka mata dan sedikit melirik kearah Alvin yang sedang berusaha menikmati permainannya. Ntah kenapa lagu yang dinyanyikannya kali ini terasa seperti untuk pemuda yang ada disampingnya.

reff: tuhan bila masih ku diberi kesempatan
ijinkan aku untuk mencintanya
namun bila waktuku telah habis dengannya
biar cinta hidup sekali ini saja

Alvin menggenjreng gitarnya sambil sedikit mendongak kearah Sivia. Saat itu Sivia juga menunduk menghadapnya, otomatis mata mereka bertemu pandang, saling melempar senyum.

tak sanggup bila harus jujur
hidup tanpa hembusan nafasnya

ntah refleks atau sengaja, Alvin berdiri dan menaruh gitar coklat yang dipangkunya dari tadi. ia berdiri disamping Sivia, kedua tanganya memutar tubuh Sivia dan ikut menggenggam mick yang sedari tadi digenggam Sivia. Jadilah kedua tangan Sivia berada dibawah memegang mick dan kedua tangan Alvin berada diatasnya memegang tangan Sivia.

tuhan bila waktu dapat kuputar kembali
sekali lagi untuk mencintanya
namun bila waktuku telah habis dengannya
biarkan cinta ini, biarkan cinta ini
hidup untuk sekali ini saja

suara Sivia dan Alvin menyatu ketika beberapa bait terakhir. Tanpa Alvin dan Sivia sadar, sekarang kening mereka menempel satu sama lain dan posisi mick  menjadi penghalang mulut mereka. ketika nada terakhir mereka saling memejamkan mata, menikmati setiap detik dari kebersamaan mereka.


------------BERSAMBUNG------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar