/Nama gue Sivia
azizah/
Sivia
menghembuskan nafas berat. Ia kembali kerumahnya, rumah yang seharusnya menjadi
tempatnya kembali dari dulu, bukan rumah mewah Sindunata.
‘gue pulang’ lirihnya. ia berjalan gontai
menaiki tangga menuju lantai dua, tak berminat sedikitpun menempati kamar
lamanya yang jauh berbeda dengan kamarnya di rumah sindunata. Hah! Sivia,
kau baru beberapa menit meninggalkan rumah itu, kenapa merindukannya seperti
merindukan rumah yang telah kau tinggal berabad-abad lamanya. Disinilah
tempatmu kembali, bukan rumah yang dulu enggan kau tempati. Sivia berusaha
menenangkan dirinya.
Sivia
menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuknya. Dengan sedikit menghirup nafas
berat ia mencoba tenggelam kedalam dunia mimpi.
*****
Alvin duduk
bersandar di salah satu bangku di ruang osis. Kira-kira sudah lebih dari 2 jam
ia tetap pada posisinya. Matanya menerawang ke kejadian beberapa hari yang lalu.
Mengingat gadis yang membuatnya gila seperti sekarang.
Arghhhh!!!
Alvin
mengacak rambutnya seperti orang frustasi.
“jangan gini
al, seharusnya lo berjuang buat dapetin dia.” kata Cakka memeberi semangat.
Cakka menepuk
pundak Alvin –pelan. kasian juga dia liat Alvin yang sering uring-uringan
gara-gara Sivia. Kalau bisa, ia ingin membantu Alvin dan Sivia bersatu, tapi
tidak mungkin karena itu urusan Alvin dan Sivia sindiri. Ia tak berhak ikut
campur sama sekali.
Alvin
melengos “taulah, gue capek.”
“terserah lo”
Alvin tak
membalas lagi. Ia lebih memilih untuk tidur agar bisa mengurangi pikirannya
yang mengandung semua zat-zat yang berhubungan dengan Sivia. Memikirkan gadis
itu benar-benar menguras tenaganya.
“eheem Vin!”
suara berat milik Gabriel membelah atmosfir-atmosfir dingin yang ditimbulkan
oleh aura Alvin. Dengan cepat Gabriel berjalan mendekati Alvin.
“ntar jam
10-an ada rapat di SMA Putri Pertiwi.”
Hening
sejenak. Baik Cakka maupun Alvin sedikit mengingat sesuatu tentang sekolah tersebut,
bukan sekolahnya tapi salah satu orang yang bersekolah disana.
“jodoh emang gak bakalan lari kemana, SMA Putri
Pertiwi kan sekolahnya….” Cakka membatin bersamaan dengan batin Alvin yang
berkata “gila, ke SMA Putri Pertiwi bisa
ketemu sama….”
“Vin,
gimana?” Gabriel menyenggol lengan Alvin untuk mengkonfirmasi tentang rapat.
“lo tau gue,
kan? Gue gak minat ikut rapat.”
“tapi Vin, lo
ketua osis disini, tanggung jawab dikitlah” kata Gabriel kesal. ia benar-benar
emosi dengan tingkah bocah yang menjabat sebagai ketua osis SMA Prada Kesuma ini. Hampir
setahun masa jabatan osisnya, Alvin tidak pernah mau ikut rapat. Setiap ada
rapat pasti ia selalu mengirimkan perwakilannya dengan berbagai macam alasan.
Alvin menatap
tajam Gabriel. Laki-laki yang menjabat sebagai Wakil osis sekaligus kakak
kelasnya itu cerewet sekali. Rasanya ia ingin menyumpal mulut Gabriel dengan
kaos kaki busuk. Cih-_-
“oke gue ikut
rapat, jam 10 di SMA
Putri Pertiwi, kan?”
Gabriel
tersenyum penuh kemenangan. “bagus” ujarnya ceria.
“tapi ada
syaratnya, lo harus kesana dengan lari. Sepuluh menit harus nyampe, kalo ngga
gue nggak jadi ikut rapat.” Kata Alvin enteng. Gabriel yang tadinya udah seneng
banget, langsung membeo ditempat, sementara Cakka yang dari tadi menjadi
pendengar setia langsung terkikik geli.
(hahahaha)
“a… ap… ta…
ta…p….”
“gue nggak
nerima penolakan.” Alvin berujar sambil melirik arloji yang melingkar ditangan
kanannya. Jam Sembilan lebih lima belas menit.
“lo gila.”
kata Gabriel masih nggak terima.
“salah lo
ganggu gue.” Alvin menyeringai sambil kembali keaktivitas awalnya, -yaitu TIDUR!!!
********
Suasana
diruang rapat benar-benar lengang. Tidak ada yang berani bersuara sedikitpun,
kecuali suara tarikan dan hembusan nafas dari Gabriel – si wakil osis dari SMA
Prada Kusuma yang nafasnya belum normal pasca acra lari 10 menitnya yang
benar-benar menguras pasokan oksigen diparu-parunya.
CKLEEEK
Pintu ruang
osis SMA Putri Pertiwi terbuka lebar dan menampakan seorang bocah berwajah
dingin yang baru datang. Semua anggota osis SMA Putri Pertiwi yang ikut rapat
langsung membeo ditempat, lantaran baru kali ini ada bocah yang berani
mengganggu rapat, tapi sebagian dari mereka malah memasang muka menjijikan
–menurut Alvin- yang syarat akan keterpsonaan melihat makhluk berwajah bocah
yang ada dihadapan mereka. Lain anggota osis SMA Putri Pertiwi lain lagi
dengan anggota osis SMA Prada Kesuma –yang malah masang tampang bingung melihat orang yang
dari tadi disebut bocah berdiri dengan angkuhnya diambang pintu ruang rapat.
Baru kali ini mereka melihat si ketua bersedia mengikuti rapat.
“bisa
dimulai?.” Tanya Alvin yang ternyata adalah orang yang dari tadi dikatai bocah.
Alvin
berjalan kearah bangku yang sudah disiapkan khusus untuknya –disamping Gabriel.
Semua anggota rapat mengangguk secara bersamaan –sebagai kode kalau rapat bisa
dimulai sekarang.
“sebelumnya
terima kasih buat kehadiran kalian semua, saya….” perkataan angel yang menjabat
sebagai ketua osis SMA Putri Pertiwi terintrupsi oleh Alvin yang dengan entengnya bilang
“to the point, please.”
Susana rapat
makin tegang, Angel merengut kesal dengan tingkah Alvin yang benar-benar jauh
dari karakter seorang pemimpin organisasi. Kalau tadi dia sempat terpesona
dengan wajah tampan Alvin, sekarang dia benar-benar muak dengan wajah tampan
tersebut. Angel benar-benar ingin menjambak rambut Alvin dan menggeretnya
ketengah lapangan buat diajak berkelahi ala cewek. Halah ngaco-_-
“ehemmm, oke.
Maksud kami ngadain rapat ini, kami mau mengajak SMA Prada Kesuma untuk menjadi
couple school kami di acara Festival tahunan ‘Friendship School’ yang sebentar
lagi akan dilaksanakan.” Kata angel mantap. “gimana? Apa kalian bersedia?”
“keuntungannya
buat sekolah kami kalo jadi couple sekolah kalian?” tanya Alvin yang langsung
buat semua anggota rapat bingung.
Keuntungan?
Angel dan anggota osis SMA Putri Pertiwi tidak pernah memikirkan keuntungan apa yang akan
mereka berikan jika SMA Prada Kesuma bersedia menjadi kopel sekolah mereka. Bukankah jika
menang nama kedua sekolah tersebut akan semakin gemilang, jadi keuntungan apa
lagi yang diinginkan si ketua osis SMA Prada Kesuma?
“semua harus
ada keuntungannya, kan? Gue kasi lo waktu 24 jam buat mikirin keuntungan yang
bisa sekolah lo kasi.” Alvin bangun dari kursi rapatnya. “usahain keuntungannya
bisa buat gue tertarik, kalo nggak gue nggak minat jad couple sekolah lo.” Kata
Alvin enteng sambil berjalan meninggalkan ruang rapat.
“rapat
selesai.” Putusnya ketika ia sudah ada di ambang pintu.
Alvin
meninggalkan ruang rapat. Ia merasa benar-benar tidak betah berada diruangan
penuh kekakuan seperti itu. Apalagi anggota-anggotanya berwajah tegang,
terkesan segan dengan kehadirannya. Tadi Alvin juga sempat melihat salah
seorang yang ingin ia hindari untuk beberapa saat, melihat orang itu dalam satu
ruangan dengan dirinya membuat Alvin semakin tak betah.
“Alv” Cakka
berjalan disamping Alvin setelah menysuaikan tempo langkahnya.
“hmmm”
“lo gila
banget, ngapain tadi lo minta keuntungan, bukannya…”
“cerewet!! Lo
ngikut aja sama permainan gue.” Alvin menyerengai.
“mak… maksud
lo?”
“jangan
banyak nanya.”
“gue nggak
ngerti kampret, lo belum jelasin ke gue.”
Alvin
berhenti berjalan. Begitupun dengan Cakka. Dengan eksperi jengahnya Alvin
memandang Cakka kesal. “diem.”
Cakka
menyerah mendesak Alvin. Akan repot kalau nanti Alvin ngamuk gara-gara dipaksa
terus. “oke, terserah lo.”
Cakka
melanjutkan langkahnya sambil melihat sekeliling SMA Putri Pertiwi.
BRUK
Langkah Cakka
terhenti –lagi. Begitu mendengar suara orang jatuh dari arah belakangnya.
Dengan sedikit memutar kepalanya kea rah belakang. Cakka dapat melihat seorang
gadis yang jatuh tertunduk. Gadis itu terdengar meringis begitu melihat
lututnya yang berdarah gara-gara jatuh tadi.
Cakka berniat
menolong, namun tak jadi. Ia lebih memilih menghentikan langkah Alvin yang
menuai tatapan berang dari Alvin yang tidak rela langkahnya terhenti lagi.
“apa?”
Cakka tak
menjawab, namun dagunya menunjuk gadis tadi yang masih pada posisinya. Alvin
melihat arah tunjuk Cakka dengan ekor matanya. Setelah menyadari siapa gadis
itu, Alvin menghembuskan nafas berat, seperti tak berminat memandang gadis
tersebut.
“gue nggak
minat nolongin orang yang nggak gue kenal.” Kata Alvin dengan nada sinis.
Gadis yang
terjatuh tadi langsung mengangkat wajahnya. Ia mendengar jelas kata-kata Alvin.
Sangat jelas. Tak dipungkiri lagi hatinya langsung hancur berkeping-keping. Ia
menunduk lagi, kali ini ia tersenyum pahit sambil meringis, bukan lagi meringis
karena luka dilututnya, melainkan karena hatinya yang hancur. Sakit sekali.
Tega sekali
si Alvin.
*******
Sivia membeku
begitu melihat laki-laki yang sangat dikenalnya memasuki ruang rapat. Entah
perasaan apa yang kini menjalari hatinya. Senang –karena bisa melihat laki-laki
itu lagi. Sesak –karena masih terselip rasa bersalahnya untuk laki-laki itu.
“bisa
dimulai?.” Suara laki-laki membuat Sivia semakin tertegun. Ingin rasanya
menangis dan berlari menerjang laki-laki itu. Namun tak mungkin. Sivia hanya
bisa menelan kerinduannya.
Sivia terus
melihat kearah laki-laki tersebut. Alvin. Ternyata orang yang dari tadi
ditunggu oleh anggota rapat yang lain adalah Alvin. Alvin si ketua osis termuda
sepanjang riwat hidup SMA Prada Kusuma. Ehem tentu saja Alvin yang sama dengan Alvin
yang dikecewakannya beberapa hari yang lalu.
“rapat
selesai”
Sivia
tersadar dari lamunannya. Sudah selesai? Cepat sekali. Padahal rapat belum
berjalan lama, 30 menit saja belum. Semua pasang mata yang ada diruang rapat
membelalak, tak terkecuali Sivia. Mereka benar-benar tidak bisa mencerna dengan
baik tingkah ketua osis yang satu ini.
Sivia menatap
punggung Alvin yang keluar dari ruang rapat. Entah mengapa ia merasa pemillik
punggung itu menjadi jauh lebih dingin sekarang.
“eheeem. Kami
minta maaf atas tingkah ketua osis kami.” Sivia mengalihkan pandangannya kearah
Cakka yang berdiri didepan sambil membungkuk untuk meminta maaf. “kami akan
usahain sekolah kalian menjadi couple school kami. Saya permisi.” Setalah
mengatakan permintaan maafnya, Cakka langsung mengikuti langkah Alvin –keluar dari
ruang rapat.
Sivia
buru-buru berdiri dan berjalan keluar ruang rapat tanpa memperdulikan tatapan
heran dari anggota rapat yang lainnya. Ia berniat mengejar Alvin. Entah untuk
apa? Jujur saja ia ingin melihat laki-laki itu lebih lama.
BRUK
Sivia menginjak
tali sepatunya sendiri, membuatnya jatuh terseungkur.
“aaaw.” Sivia
menatap miris lututnya yang berdarh. Perih sekali.
“gue nggak
minat nolongin orang yang nggak gue kenal.” Suara itu.
Alvin.
Sivia
mengangkat wajahnya dan memandang Alvin yang sedang melihatnya dengan ekor
matanya sendiri. Hatinya benar-benar hancur mendengar kata-kata Alvin tadi.
Bukan, bukan karena Alvin tidak mau menolongnya, tapi karena kata-kata terakhir
Alvin yang mengatakan ‘orang yang nggak
gue kenal’.
Sivia
menunduk lagi. Ia yakin kata-kata itu ditunjukkan untuk dirinya.
“hey, lo
nggak papa?.”
Sebuah tangan
terulur didepan wajah Sivia.
“apa ada yang
sakit?.” Tanya suara itu lagi.
Sivia
mengangkat wajahnya. Ia dapat melihat seorang laki-laki berdiri tegap dihadapannya
sambil mengulurkan tangan –mungkin berniat untuk membantunya.
“ayo bangun.”
Sivia
mengangguk dan menyambut uluran tangan laki-laki tersebut.
“terima
kasi….”
“panggil gue Gabriel
atau iel.” Laki-laki itu terseenyum manis.
Sivia ikut
tersenyum “makasi iel.”
“iya… eh lo
bisa jalan.”
Sivia mencoba
berjalan, namun baru satu langkah lututnya yang berdarah terasa sangat pedih.
“yaudah sini
gue bantu.” Kata Gabriel.
Laki-laki itu
menarik tangan kanan Sivia dan mengalungkannya di sekitar lehernya. Sementara
tangann kiri Gabriel digunakan untuk merangkul pundak Sivia.
“lo mau
kemana?”
Sivia tidak
bersuara. Setelah dirangkul Gabriel tatapannya masih lurus pada punggung Alvin
yang tak jauh darinya.
“ng… gue mau
ngomong sama ketua osis lo.” Kata Sivia pelan. “bisa lo anter gue ngejer dia.” Sivia
menunduk.
Walaupun
bingung dengan permintaan Sivia, Gabriel tetap mengangguk dan menuntun Sivia
mendekati Alvin yang sudah jauh dari tempat mereka berdiri.
“yaudah, ayo
gue anter.” Kata Gabriel sambil tersenyum. Sivia mengangkat wajahnya dan
menatap tak percaya pada Gabriel. Melihat senyuman Gabriel membuatnya ikut
tersenyum.
Mereka
berjalan mendekati Alvin. Langkah tenang Alvin membuat mereka tidak kewalahan
untuk mengejar laki-laki itu.
GREB
Sivia meraih
tangan kiri Alvin yang menjuntai setelah ia cukup dekat dengan laki-laki
tersebut. Membuat langkah Alvin tercekat.
Alvin melihat
tangan yang yang menggenggam tangannya. Menelusuri siapa pemilik tangan yang
lancang menyentuhnya. Ketika mendapati wajah sipemilik tangan, Alvin menatapnya
tajam. Ekspresinya tetap datar.
“gu… gue… tadi…
tadi lo bilang nggak kenal sama gu.. gue… Nama gue Sivia azizah” kata Sivia
pelan. ia melepas tangannya dari tangan Alvin, lantas setelahnya ia menyodorkan
tangan kanannya yang mengalung di pundak Gabriel. “Nama gue Sivia azizah”
ulangnya dengan senyum getir.
“gu.. gue
Cuma mau kenalan sama lo.”
“gu… gue
harap ki… kita bisa berteman lagi dari awal.”
Alvin menarik
sudut bibirnya. Tersenyum sinis mendengar bualan gadis dihadapannya. Sivia
Azizah. Tentu saja ia mengenal nama gadis tersbut, tapi yang tidak ia kenal
adalah diri gadis itu. Diri masa lalu gadis tersebut berbeda dengan dirinya
yang sekarang. Membuat Alvin merasa asing sejak pertama kali ia bertemu dengan Sivia
–gadis masa lalunya. Namun perasaan yang sulit ia tafsirkan tetaplah sama,
tetaplah serumit dulu.
******
Gabriel
mengernyit bingung ketika mendapati Sivia mengulurkan tangannya untuk
berkenalan dengan Alvin. Apakah gadis disampingnya ini terlalu terobsesi dengan
Alvin, sampai mempermalukan drinya seperti ini.
Sunyi
sejenak.
Gabriel
memperhatikan Alvin dan Sivia bergantian. Cukup bingung. Terlebih ketika Alvin
tidak menyambut uluran tangan Sivia dan malah tersenyum sinis menanggapi
perkenalan bodoh Sivia. Mungkin hanya perasaannya saja, Gabriel merasa ada tali
transparan yang mengikat Alvin dan Sivia. Mereka seperti mempunyai hubungan
lebih, ya mungkin begitu.
“lo pikir ini
lucu!!!.” Kata Alvin pelan namun menusuk.
Tanpa
menyambut tangan Sivia, Alvin kembali berbalik dan berjalan meninggalkan Sivia
dan Gabriel.
*******
Merka masih
larut dalam diam. Baik Rio ataupun Ify tidak berminat mengeluarkan suara
sedikitpun. Mereka sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing, Rio sibuk
dengan pikirannya sementara Ify sibuk mengaduk minumannya.
“ng…. Rio.”
Panggil Ify canggung. Ia tak bisa diam terus, mengingat dialah yang meminta Rio
untuk menghampirinya di café ini.
Rio
mengangkat wajahnya tanpa menjawab panggilan Ify. Ia menatap menik-manik mata Ify
yang selalu bisa membuatnya tenang –dulu. Mata indah itu selalu menunjukkan
kejujuran gadis tersebut, bahkan mata tersebut lebih pandai berbicara dari pada
mulut pemiliknya.
“apa kau
masih mencintaiku?” Tanya Ify pelan.
Rio
menghembuskan nafas berat. “entahlah, mungkin mataku bisa menjelaskannya.” Rio
mengangkat dagu Ify agar gadis tersebut bisa membalas tatapannya. “berbicalah
dengan mataku.” Suruh Rio tabu.
Ify membalas
tatapan mata Rio. Mata laki-laki itu, mata yang dulu selalu membuatnya nyaman
dan selalu menjelaskan sesuatu yang sulit untuk dijelaskan si pemilik. Seperti
beralih fungsi, mata laki-laki menjawab pertanyaan Ify, tentu saja mambua Ify
mengangguk paham.
“aku
mengerti.” Kata Ify sambil mengangguk-ngangguk kentara. “semuanya sudah jelas”
Ify tersenyum
lega.
“jadi aku tak
perlu merasa bersalah.”
“hmmmm, jadi
bagaimana hidupmu setelah mencampakanku dulu?” Rio tersenyum jahil.
“tentu saja
tak sebaik sebelum mencampakanmu.” Ify tertawa kecil. “tapi setelah terbiasa
bersamanya, aku jadi mencintainya. Bahkan lebih dari cintaku padamu dulu.”
“oh, karena
terbiasa ya. Hmm” Rio emngangguk-angguk
tak jelas. “jadi bisa kau beri tahu aku siapa namanya.”
Meskipun
tahu, tapi Rio sedikit bingung ketika dia melihat Ify bersama Cakka bukan
dengan…
“Cakka Nuraga”
“uhukhuk…” Rio
terbatuk setelah berhasil menyemburkan meniman yang telah berhasil masuk
kedalam mulutnya. “mak… maksudmu?.”
“iya maksudku
Cakka nuraga, teman satu sekolahmu.” Kata Ify menjelaskan meskipun bingung
melihat wajah kaget Rio.
“Cakka? Bukannya
Alvin.” Kata Rio masih tidak percaya.
Sekarang
giliran Ify yang kaget.
“Alvin?
Maksudmu Alvin jonathan? Hahahaha.” Tawa Ify pecah mendengar praduga bodoh Rio.
“mana mungkin aku bertunangan dengan sepupuku tersayang.”
Rio terpekur.
Malu dengan kesalah sangkaannya. Dia membenci orang yang salah ternyata. Ia
membenci Alvin karena mengira dulu bocah itu yang merebut Ify darinya, tapi ia
salah.
“jadi apa
yang membuatmu mengira aku bertunangan dengan sepupuku sendiri?” Tanya Ify
masih dengan tawanya.
“ck-_- dulu
aku melihat kamu dan Alvin sangat dekat.” Rio menggaruk belakang kepalanya yang
tidak gatal. “bahkan setelah kau memutuskan hubungan kita, aku melihat dialah
yang menenangkanmu.”
“hahaha, aku
dan Alvin memang sangat dekat. Tapi kami tak mungkin bertunangan, selain kami
berdua sepupuan, dia juga telah mempunyai calon tunangan, akupun begitu.” Kata Ify.
Ia menghapus air matanya yang menggenang dipelupuk matanya karena lelah
menertawakan praduga bodoh Rio. Lucu sekali.
“ah yasudah,
kau jangan memasang tampang bego seperti itu.” Ify berdiri dari duduknya. “Cakka
menungguku didepan, aku harus pulang sekarang.”
Rio ikut
berdiri dengan kikuknya. Ia masih merutuki kebodohan yang ia buat sendiri.
“hmmm, salam buat tunanganmu, semoga langgeng.”
“tentu saja
kami langgeng. Kau juga harus cepat-cepat mendapatkan gadismu, kan?” Ify
mengerling nakal.
“eh?.”
“hahaha, aku
mengenalmu lumayan baik MaRio, tak usah menyembunyikan perasaanmu sendiri,
cepat dapatkan gadis itu sebelum didapatkan orang.” Kata Ify sambil tertawa
kecil. Puas menggoda mantan kekasihnya ini.
“ma..
maksudmu?.”
“gadis yang
menjadi sahabat Sivia, kan? yang tangannya kau genggam erat waktu datang ke
gedung kemarin.” Tebak fy.
“yasudah, aku
pulang dulu MaRio. Sepertinya Cakka sudah tidak sabar menungguku. Bye!!!”
Ify berjalan
menjauhi Rio. Sekarang perasaannya jauh lebih baik setelah ia menyelesaikan
permasalahnnya dengan Rio. dulu ia hidup bersama bayangan rasa bersalahnya
karena memutuskan Rio secara sepihak, sekarang ia mau hidup bahagia dengan
orang yang sudah disiapkan tuhan untuknya. Cakka nuraga.
******
24 jam….
Sivia
terpaksa mengikuti perintah angel yang memaksanya menemui ketua osis SMA Prada
Kusuma. Dan itu menyebabkannya harus berdiri disni, tepat didepan pintu ruang
osis SMA tersebut. Meskipun sudah menolak beberapa kali dengan berbagai alasan,
engele tetap tidak menerima bantahan dan mengaharuskan Sivia yang langsung
datang ke SMA ini.
Sebenarnya
harus diadakan rapa ulang untuk mendapatkan kesepakatan bersama, namun tampaknya
angel kapok berurusan dengan bocah tengil macam ketua osis SMA Prada Kusuma. Bisa-bisa aku membunuh bocah itu diruang
rapa. Kata angel berapi-api setelah rapat yang diselesaikan seenak jidatn
oleh tuan muda sindhunata yang terkenal sangat angkuh dan dingin.
“permisi” Sivia
mengetuk pintu ruang osis yang terbuka lebar.
“SIVIAAAA”
sapa Gabriel yang langsung beringsutan berdiri dari tempat duduknya. Kongtan
membuat Cakka yang tengah asik memainkan rubik disamping Gabriel langsung
melihat keambang pintu –tepat ditempat Sivia berdiri.
“hey iel,
ketemu lagi hehe.” Sivia nyengir kuda, sedikit canggung. “ketua osis lo ada?”
“eheeem, cie
cie yang nyari Alvin, ada apa nih? Mau ngajak Alvin tunangan.” Kata Cakka
enteng, niatnya berguyon tapi malah jadi sindiran –menurut Sivia.
Sivia
langsung melotot garang kearah Cakka, tapi ditanggapi tawa ledekan yang
benar-benar membuatnya kesal. sementara Gabriel hanya mengernyit bingung tidak
mengerti.
“Alvin lagi
dibelakang sekolah.” Kata Gabriel mencairkan suasana.
“dibelakang
sekolah?”
“mau gue
anter?” Tawar Gabriel.
“tunjukin aja
jalannya.”
“keluar dari
ruangan ini, jalan kearah jarum jam 12, belok kiri diantar gedung kelas sama laboratorium biologi, jalan terus
ntar lo nemuin lapangan, cari pohon yang paling besar, entar lo nemuin dia
disana.” Kata Cakka ngejelasin. “sekalian entar kalo udah ketemu lo suruh dia makan, belum makan dari tadi
dia, nih lo bawa makanannya.” Cakka nyodorin pelastik yang isinya roti semua.
“eh?”
“udah jangan
ah eh lo, buru sono.”
Cakka bangun
dari tempat duduknya, lalu mendorong Sivia biar cepet keluar dari ruang osisi,
bukannya mau ngusir tapi dia butuh ngomong sama Gabriel.
“good luck
vi, dapetin lagi kesempatan lo” Teriak Cakka yang ngelihat punggung Sivia
bergerak menjauh.
Meskipun Cakka
sempet kesel sama Sivia gara-gara telat dating keacara pertunangan, tapi mau
gimana lagi, dia juga nggak bisa tinggal diem liat Alvin yang tiap hari
ngegalauin Sivia.
“jangan
digebet Sivianya, iel.”
“eh ma…
maksud lo?”
“gue tau
jalan pikiran lo” Cakka duduk lagi ditempatnya semula. “tapi buat Sivia lo
nggak boleh dektin, udah ada yang punya.”
“ma… maksud
lo…. Punya Alvin.”
Cakka
mengangguk.
“patah hati
deh gue.”
“dasar buaya
darat! Si dea, agni, sama zevana mau lo bawa kemana”
“hehehe”
“nyengir lagi
lo”
******
Sivia
berjalan kearah arah yang ditunjukin Cakka. Sampai akhirnya sekarang ia berdiri
tepat dibawah pohon yang paling besar. Tapi Sivia tidak melihat Alvin disana.
“cari siapa
lo?” suara itu mengintrupsi gerakan Sivia yang celingak celinguk dari tadi.
“gue diatas”
Sivia
mendongak keatas pohon dan melihat orang yang dicarinya sedang tidur disalah
satu dahan pohon yang cukup tebal dan kuat.
“gu… gue
disuruh angel bu… buat…”
“nama lo?”
“si… Sivia”
suara Sivia terdengar lrih.
Mata Alvin
yang dari tadi tertutup, langsung terbuka lebar –meskipun enggak bisa lebar
gara-gara matanya yang Cuma se iprit alias sipit (hahaha).
HAP!!!
Alvin loncat
dari atas pohon dan sukses mendarat tepat dihadapan Sivia. Membuat Sivia
sedikit terpelonjak kebelakang karena jaraknya dengan Alvin tidak sampai 15cm.
mata merekapun saling beradu satu sama lain.
Tak sampai 1
menit mereka saling tatap, Alvin memutuskan untuk mengalihkan pandangannya, ia
belum mau melihat mata gadis itu. Dengan cueknya Alvin mendudukan dirinya
sambil menyandar dipohon.
“duduk”
perintah Alvin.
Dengan
gerakan kikuk Sivia ikut duduk sesuai perintah Alvin.
“jelasin.”perintahnya
lagi, tanpa mengahadap orang yang diajaknya berbicara.
Sivia
menunduk, belum siap dengan jaraknya dan Alvin yang bisa dibilang lumayan
dekat. Jantungnya berdetak ekstra, membuatnya kewalahan sendiri. Belum lagi
dengan aliran darahnya yang bercampur dengan kehangatan yang ditimbulkan dari
kebersamaannya dengan Alvin. Alvin benar-benar membuatnya gila.
“lo nggak
bisu mendadak, kan?” suara Alvin lagi-lagi mengintrupsinya.
“eh, iya.
Ang… angel bilang keuntungan yang bisa sekolah kami kasi Cuma sebatas
penanggungan konsumsi, transportasi, sama semua kekuasaan diberikan sepenuhnya
ke sekolah lo.” Alvin menyeringai.
“oke, gue
sedikit tertarik. Tapi gue butuh kepastian langsung dari angel.” Alvin
menyodorkan hpnya. “tulis nomor angel.”
Sivia
mendongak, dapat dilihatnya wajah Alvin yang sedari tadi hanya memandang lurus
kedepan, seperti tidak berminat melihatnya sama sekali. Sivia menghela nafas
beratnya, mendesah dengan berat mencoba mengusir sesaknya setiap kali mendapati
kelakuan Alvin benar-benar menghidarinya.
“gue nggak
punya banyak waktu, cepat!.”
Sivia
tertegun dan dengan ragu mengambil hp Alvin. Setelah selesai mengetik nomor
angel, Sivia langsung mengembalikan hp Alvin.
“oke” Alvin
langsung ngesave nomor angel. Setelahnya ia diam, Sivia juga diam. Tak ada
topic pembicaraan setalh itu.
“a… al… i…
ini Cakka nyuruh gue ngasi ini, katanya lo belum makan?.”
Alvin
menoleh, bukan melihat Sivia tapi melihat kantong plastic yang disodorkan Sivia.
Dengan enggan Alvin mengambil kantong plastic yang isinya roti tersebut. Tanpa
berminat memakannya, Alvin malah menaruh kantong plastic tersebut ditanah.
“kenapa nggak
lo makan” Tanya Sivia.
“apa peduli
lo? Lo bukan siapa-siapa gue”
GLEG
Sivia meneguk
ludahnya kasar. ‘Lo bukan siapa-siapa
gue’. SKAK! Nafas Sivia tercekat. Benar! Dia bukan siapa-siapanya Alvin,
seharusnya dia tidak peduli. Ta.. tapi…
“ta.. tapi lo
te… tetep harus makan.” Sivia berusaha menormalkan suaranya. Tap bukannya
menormal, suaranya malah terdengar seperti orang tercekik.
Alvin diam.
Sivia melihat
wajah laki-laki itu seksama. Mata laki-laki itu tertutup rapat, apa dia tertidur?.
“lo ha..
harus makan.”
Sivia
menyambar kantung pelastik tersebut dan mengambil salah satu roti yang ada
dilamnya. Dengan tangan gemetar Sivia membuka bungkus roti dan menyodorkannya
kearah Alvin yang masih menutup mata.
Apa dia benar-benar tidur?
YEAAAH!!!
Laki-laki itu benar-benar tertidur. Sivia dapat melihat dada Alvin naik turun
secara teratur, nafasnyapun berhembus lembut. Wajah dinginnya benar-benar
terlihat polos, seperti bocah kecil yang tidak tahu apa-apa. Sivia tersenyum
lembut, laki-laki disampingnya ini benar-benar membuatnya gila, meskipun dalam
keadaan tertidur sekalipun.
PLUK
Kepala Alvin
yang menyender dipohon terjatuh kepundak Sivia. Membuat Sivia tertegun, namun
pada akhirnya ia pun semakin melebarkan senyumannya. Dengan posisi seperti ini,
ia dapat melihat wajah Alvin lebih dekat, merasakan hembusan nafas laki-laki
tersebut yang menerpa leher jenjangnya.
Ahhh! Sivia ini hari paling beruntung untukmu.
*******
Senyuman
manis Sivia tidak pernah lepas sepanjang hari ini. Apalagi kalau bukan karena
inseden Alvin yang tertidur dipundaknya. Ditambah lagi ketika melihat wajah
laki-laki itu yang memerah gara-gara salting begitu bangun dari tidur dan
mendapati dirinya tertidur dipundak Sivia. Benar-benar lucu dan mempesona.
Sivia ingin
sekali waktu berhenti waktu itu dan tetap menikmati momen yang jarang ia
dapatkan dengan laki-laki itu.
*******
“hallo” suara
disebrang sana menjawab panggilan Alvin.
“angel?”
“iya, siapa?”
“Alvin”
“oh kenapa Alv?.”
“gue udah
denger beberapa keuntungan yang lo ajuin dan gue setuju.”
“serius?”
“hmmm, tapi
gue minta satu keuntungan lagi.”
“hah?” suara
disebrang sana terdengar kaget. “apalagi?”
“gue minta
sekertaris osis lo yang jadi perwakilan couple nanti.”
“maksud lo
sekertaris?.”
“hmmm”
“oke, gue
usahain.”
“thanks.”
Tanpa ba bi bu be bo, Alvin langsung memutuskan sambungannya.
Setelahnya Alvin
melempar hpnya dan merebahkan tubuhnya diatas kasur. Pandangannya menerawang
jauh menembus langit-langit kamarnya dan kembali pada momen tak terduga tadi
siang. Ketika ia tertidur di pundak Sivia. Rasanya sangat nyaman dan
menenangkan.
-bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar