Rabu, 01 Mei 2013

NO SAD!!! (part 8)



/Nama gue Sivia azizah/


Sivia menghembuskan nafas berat. Ia kembali kerumahnya, rumah yang seharusnya menjadi tempatnya kembali dari dulu, bukan rumah mewah Sindunata.

‘gue pulang’ lirihnya. ia berjalan gontai menaiki tangga menuju lantai dua, tak berminat sedikitpun menempati kamar lamanya yang jauh berbeda dengan kamarnya di rumah sindunata.  Hah! Sivia, kau baru beberapa menit meninggalkan rumah itu, kenapa merindukannya seperti merindukan rumah yang telah kau tinggal berabad-abad lamanya. Disinilah tempatmu kembali, bukan rumah yang dulu enggan kau tempati. Sivia berusaha menenangkan dirinya.

Sivia menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuknya. Dengan sedikit menghirup nafas berat ia mencoba tenggelam kedalam dunia mimpi.


*****


Alvin duduk bersandar di salah satu bangku di ruang osis. Kira-kira sudah lebih dari 2 jam ia tetap pada posisinya. Matanya menerawang ke kejadian beberapa hari yang lalu. Mengingat gadis yang membuatnya gila seperti sekarang.

Arghhhh!!!

Alvin mengacak rambutnya seperti orang frustasi.

“jangan gini al, seharusnya lo berjuang buat dapetin dia.” kata Cakka memeberi semangat.

Cakka menepuk pundak Alvin –pelan. kasian juga dia liat Alvin yang sering uring-uringan gara-gara Sivia. Kalau bisa, ia ingin membantu Alvin dan Sivia bersatu, tapi tidak mungkin karena itu urusan Alvin dan Sivia sindiri. Ia tak berhak ikut campur sama sekali.

Alvin melengos “taulah, gue capek.”

“terserah lo”

Alvin tak membalas lagi. Ia lebih memilih untuk tidur agar bisa mengurangi pikirannya yang mengandung semua zat-zat yang berhubungan dengan Sivia. Memikirkan gadis itu benar-benar menguras tenaganya.

“eheem Vin!” suara berat milik Gabriel membelah atmosfir-atmosfir dingin yang ditimbulkan oleh aura Alvin. Dengan cepat Gabriel berjalan mendekati Alvin.

“ntar jam 10-an ada rapat di SMA Putri Pertiwi.”

Hening sejenak. Baik Cakka maupun Alvin sedikit mengingat sesuatu tentang sekolah tersebut, bukan sekolahnya tapi salah satu orang yang bersekolah disana.

“jodoh emang gak bakalan lari kemana, SMA Putri Pertiwi kan sekolahnya….” Cakka membatin bersamaan dengan batin Alvin yang berkata “gila, ke  SMA Putri Pertiwi bisa ketemu sama….”

“Vin, gimana?” Gabriel menyenggol lengan Alvin untuk mengkonfirmasi tentang rapat.

“lo tau gue, kan? Gue gak minat ikut rapat.”

“tapi Vin, lo ketua osis disini, tanggung jawab dikitlah” kata Gabriel kesal. ia benar-benar emosi dengan tingkah bocah yang menjabat sebagai ketua osis SMA Prada Kesuma ini. Hampir setahun masa jabatan osisnya, Alvin tidak pernah mau ikut rapat. Setiap ada rapat pasti ia selalu mengirimkan perwakilannya dengan berbagai macam alasan.

Alvin menatap tajam Gabriel. Laki-laki yang menjabat sebagai Wakil osis sekaligus kakak kelasnya itu cerewet sekali. Rasanya ia ingin menyumpal mulut Gabriel dengan kaos kaki busuk. Cih-_-

“oke gue ikut rapat, jam 10 di SMA Putri Pertiwi, kan?”

Gabriel tersenyum penuh kemenangan. “bagus” ujarnya ceria.

“tapi ada syaratnya, lo harus kesana dengan lari. Sepuluh menit harus nyampe, kalo ngga gue nggak jadi ikut rapat.” Kata Alvin enteng. Gabriel yang tadinya udah seneng banget, langsung membeo ditempat, sementara Cakka yang dari tadi menjadi pendengar setia langsung terkikik geli.  (hahahaha)

“a… ap… ta… ta…p….”

“gue nggak nerima penolakan.” Alvin berujar sambil melirik arloji yang melingkar ditangan kanannya. Jam Sembilan lebih lima belas menit.

“lo gila.” kata Gabriel masih nggak terima.

“salah lo ganggu gue.” Alvin menyeringai sambil kembali keaktivitas awalnya, -yaitu TIDUR!!!


********


Suasana diruang rapat benar-benar lengang. Tidak ada yang berani bersuara sedikitpun, kecuali suara tarikan dan hembusan nafas dari Gabriel – si wakil osis dari SMA Prada Kusuma yang nafasnya belum normal pasca acra lari 10 menitnya yang benar-benar menguras pasokan oksigen diparu-parunya.

CKLEEEK

Pintu ruang osis SMA Putri Pertiwi terbuka lebar dan menampakan seorang bocah berwajah dingin yang baru datang. Semua anggota osis SMA Putri Pertiwi yang ikut rapat langsung membeo ditempat, lantaran baru kali ini ada bocah yang berani mengganggu rapat, tapi sebagian dari mereka malah memasang muka menjijikan –menurut Alvin- yang syarat akan keterpsonaan melihat makhluk berwajah bocah yang ada dihadapan mereka. Lain anggota osis SMA Putri Pertiwi lain lagi dengan anggota osis SMA Prada Kesuma –yang malah masang tampang bingung melihat orang yang dari tadi disebut bocah berdiri dengan angkuhnya diambang pintu ruang rapat. Baru kali ini mereka melihat si ketua bersedia mengikuti rapat.

“bisa dimulai?.” Tanya Alvin yang ternyata adalah orang yang dari tadi dikatai bocah.

Alvin berjalan kearah bangku yang sudah disiapkan khusus untuknya –disamping Gabriel. Semua anggota rapat mengangguk secara bersamaan –sebagai kode kalau rapat bisa dimulai sekarang.

“sebelumnya terima kasih buat kehadiran kalian semua, saya….” perkataan angel yang menjabat sebagai ketua osis SMA Putri Pertiwi terintrupsi oleh Alvin yang dengan entengnya bilang “to the point, please.”
               
Susana rapat makin tegang, Angel merengut kesal dengan tingkah Alvin yang benar-benar jauh dari karakter seorang pemimpin organisasi. Kalau tadi dia sempat terpesona dengan wajah tampan Alvin, sekarang dia benar-benar muak dengan wajah tampan tersebut. Angel benar-benar ingin menjambak rambut Alvin dan menggeretnya ketengah lapangan buat diajak berkelahi ala cewek. Halah ngaco-_-

“ehemmm, oke. Maksud kami ngadain rapat ini, kami mau mengajak SMA Prada Kesuma untuk menjadi couple school kami di acara Festival tahunan ‘Friendship School’ yang sebentar lagi akan dilaksanakan.” Kata angel mantap. “gimana? Apa kalian bersedia?”

“keuntungannya buat sekolah kami kalo jadi couple sekolah kalian?” tanya Alvin yang langsung buat semua anggota rapat bingung.

Keuntungan? Angel dan anggota osis SMA Putri Pertiwi tidak pernah memikirkan keuntungan apa yang akan mereka berikan jika SMA Prada Kesuma bersedia menjadi kopel sekolah mereka. Bukankah jika menang nama kedua sekolah tersebut akan semakin gemilang, jadi keuntungan apa lagi yang diinginkan si ketua osis SMA Prada Kesuma?

“semua harus ada keuntungannya, kan? Gue kasi lo waktu 24 jam buat mikirin keuntungan yang bisa sekolah lo kasi.” Alvin bangun dari kursi rapatnya. “usahain keuntungannya bisa buat gue tertarik, kalo nggak gue nggak minat jad couple sekolah lo.” Kata Alvin enteng sambil berjalan meninggalkan ruang rapat.

“rapat selesai.” Putusnya ketika ia sudah ada di ambang pintu.

Alvin meninggalkan ruang rapat. Ia merasa benar-benar tidak betah berada diruangan penuh kekakuan seperti itu. Apalagi anggota-anggotanya berwajah tegang, terkesan segan dengan kehadirannya. Tadi Alvin juga sempat melihat salah seorang yang ingin ia hindari untuk beberapa saat, melihat orang itu dalam satu ruangan dengan dirinya membuat Alvin semakin tak betah.

“Alv” Cakka berjalan disamping Alvin setelah menysuaikan tempo langkahnya.

“hmmm”

“lo gila banget, ngapain tadi lo minta keuntungan, bukannya…”

“cerewet!! Lo ngikut aja sama permainan gue.” Alvin menyerengai.

“mak… maksud lo?”

“jangan banyak nanya.”

“gue nggak ngerti kampret, lo belum jelasin ke gue.”

Alvin berhenti berjalan. Begitupun dengan Cakka. Dengan eksperi jengahnya Alvin memandang Cakka kesal. “diem.”

Cakka menyerah mendesak Alvin. Akan repot kalau nanti Alvin ngamuk gara-gara dipaksa terus. “oke, terserah lo.”

Cakka melanjutkan langkahnya sambil melihat sekeliling SMA Putri Pertiwi.

BRUK

Langkah Cakka terhenti –lagi. Begitu mendengar suara orang jatuh dari arah belakangnya. Dengan sedikit memutar kepalanya kea rah belakang. Cakka dapat melihat seorang gadis yang jatuh tertunduk. Gadis itu terdengar meringis begitu melihat lututnya yang berdarah gara-gara jatuh tadi.

Cakka berniat menolong, namun tak jadi. Ia lebih memilih menghentikan langkah Alvin yang menuai tatapan berang dari Alvin yang tidak rela langkahnya terhenti lagi.

“apa?”

Cakka tak menjawab, namun dagunya menunjuk gadis tadi yang masih pada posisinya. Alvin melihat arah tunjuk Cakka dengan ekor matanya. Setelah menyadari siapa gadis itu, Alvin menghembuskan nafas berat, seperti tak berminat memandang gadis tersebut.

“gue nggak minat nolongin orang yang nggak gue kenal.” Kata Alvin dengan nada sinis.

Gadis yang terjatuh tadi langsung mengangkat wajahnya. Ia mendengar jelas kata-kata Alvin. Sangat jelas. Tak dipungkiri lagi hatinya langsung hancur berkeping-keping. Ia menunduk lagi, kali ini ia tersenyum pahit sambil meringis, bukan lagi meringis karena luka dilututnya, melainkan karena hatinya yang hancur. Sakit sekali.

Tega sekali si Alvin.


*******


Sivia membeku begitu melihat laki-laki yang sangat dikenalnya memasuki ruang rapat. Entah perasaan apa yang kini menjalari hatinya. Senang –karena bisa melihat laki-laki itu lagi. Sesak –karena masih terselip rasa bersalahnya untuk laki-laki itu.

“bisa dimulai?.” Suara laki-laki membuat Sivia semakin tertegun. Ingin rasanya menangis dan berlari menerjang laki-laki itu. Namun tak mungkin. Sivia hanya bisa menelan kerinduannya.

Sivia terus melihat kearah laki-laki tersebut. Alvin. Ternyata orang yang dari tadi ditunggu oleh anggota rapat yang lain adalah Alvin. Alvin si ketua osis termuda sepanjang riwat hidup SMA Prada Kusuma. Ehem tentu saja Alvin yang sama dengan Alvin yang dikecewakannya beberapa hari yang lalu.

“rapat selesai”

Sivia tersadar dari lamunannya. Sudah selesai? Cepat sekali. Padahal rapat belum berjalan lama, 30 menit saja belum. Semua pasang mata yang ada diruang rapat membelalak, tak terkecuali Sivia. Mereka benar-benar tidak bisa mencerna dengan baik tingkah ketua osis yang satu ini.

Sivia menatap punggung Alvin yang keluar dari ruang rapat. Entah mengapa ia merasa pemillik punggung itu menjadi jauh lebih dingin sekarang.

“eheeem. Kami minta maaf atas tingkah ketua osis kami.” Sivia mengalihkan pandangannya kearah Cakka yang berdiri didepan sambil membungkuk untuk meminta maaf. “kami akan usahain sekolah kalian menjadi couple school kami. Saya permisi.” Setalah mengatakan permintaan maafnya, Cakka langsung mengikuti langkah Alvin –keluar dari ruang rapat.

Sivia buru-buru berdiri dan berjalan keluar ruang rapat tanpa memperdulikan tatapan heran dari anggota rapat yang lainnya. Ia berniat mengejar Alvin. Entah untuk apa? Jujur saja ia ingin melihat laki-laki itu lebih lama.

BRUK

Sivia menginjak tali sepatunya sendiri, membuatnya jatuh terseungkur.

“aaaw.” Sivia menatap miris lututnya yang berdarh. Perih sekali.

“gue nggak minat nolongin orang yang nggak gue kenal.” Suara itu.

Alvin.

Sivia mengangkat wajahnya dan memandang Alvin yang sedang melihatnya dengan ekor matanya sendiri. Hatinya benar-benar hancur mendengar kata-kata Alvin tadi. Bukan, bukan karena Alvin tidak mau menolongnya, tapi karena kata-kata terakhir Alvin yang mengatakan ‘orang yang nggak gue kenal’.  

Sivia menunduk lagi. Ia yakin kata-kata itu ditunjukkan untuk dirinya.

“hey, lo nggak papa?.”

Sebuah tangan terulur didepan wajah Sivia.

“apa ada yang sakit?.” Tanya suara itu lagi.

Sivia mengangkat wajahnya. Ia dapat melihat seorang laki-laki berdiri tegap dihadapannya sambil mengulurkan tangan –mungkin berniat untuk membantunya.

“ayo bangun.”

Sivia mengangguk dan menyambut uluran tangan laki-laki tersebut.

“terima kasi….”

“panggil gue Gabriel atau iel.” Laki-laki itu terseenyum manis.

Sivia ikut tersenyum “makasi iel.”

“iya… eh lo bisa jalan.”

Sivia mencoba berjalan, namun baru satu langkah lututnya yang berdarah terasa sangat pedih.

“yaudah sini gue bantu.” Kata Gabriel.

Laki-laki itu menarik tangan kanan Sivia dan mengalungkannya di sekitar lehernya. Sementara tangann kiri Gabriel digunakan untuk merangkul pundak Sivia.

“lo mau kemana?”

Sivia tidak bersuara. Setelah dirangkul Gabriel tatapannya masih lurus pada punggung Alvin yang tak jauh darinya.

“ng… gue mau ngomong sama ketua osis lo.” Kata Sivia pelan. “bisa lo anter gue ngejer dia.” Sivia menunduk.

Walaupun bingung dengan permintaan Sivia, Gabriel tetap mengangguk dan menuntun Sivia mendekati Alvin yang sudah jauh dari tempat mereka berdiri.

“yaudah, ayo gue anter.” Kata Gabriel sambil tersenyum. Sivia mengangkat wajahnya dan menatap tak percaya pada Gabriel. Melihat senyuman Gabriel membuatnya ikut tersenyum.

Mereka berjalan mendekati Alvin. Langkah tenang Alvin membuat mereka tidak kewalahan untuk mengejar laki-laki itu.

GREB

Sivia meraih tangan kiri Alvin yang menjuntai setelah ia cukup dekat dengan laki-laki tersebut. Membuat langkah Alvin tercekat.

Alvin melihat tangan yang yang menggenggam tangannya. Menelusuri siapa pemilik tangan yang lancang menyentuhnya. Ketika mendapati wajah sipemilik tangan, Alvin menatapnya tajam. Ekspresinya tetap datar.

“gu… gue… tadi… tadi lo bilang nggak kenal sama gu.. gue… Nama gue Sivia azizah” kata Sivia pelan. ia melepas tangannya dari tangan Alvin, lantas setelahnya ia menyodorkan tangan kanannya yang mengalung di pundak Gabriel. “Nama gue Sivia azizah” ulangnya dengan senyum getir.

“gu.. gue Cuma mau kenalan sama lo.”

“gu… gue harap ki… kita bisa berteman lagi dari awal.”

Alvin menarik sudut bibirnya. Tersenyum sinis mendengar bualan gadis dihadapannya. Sivia Azizah. Tentu saja ia mengenal nama gadis tersbut, tapi yang tidak ia kenal adalah diri gadis itu. Diri masa lalu gadis tersebut berbeda dengan dirinya yang sekarang. Membuat Alvin merasa asing sejak pertama kali ia bertemu dengan Sivia –gadis masa lalunya. Namun perasaan yang sulit ia tafsirkan tetaplah sama, tetaplah serumit dulu.


******


Gabriel mengernyit bingung ketika mendapati Sivia mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Alvin. Apakah gadis disampingnya ini terlalu terobsesi dengan Alvin, sampai mempermalukan drinya seperti ini.

Sunyi sejenak.

Gabriel memperhatikan Alvin dan Sivia bergantian. Cukup bingung. Terlebih ketika Alvin tidak menyambut uluran tangan Sivia dan malah tersenyum sinis menanggapi perkenalan bodoh Sivia. Mungkin hanya perasaannya saja, Gabriel merasa ada tali transparan yang mengikat Alvin dan Sivia. Mereka seperti mempunyai hubungan lebih, ya mungkin begitu.

“lo pikir ini lucu!!!.” Kata Alvin pelan namun menusuk.

Tanpa menyambut tangan Sivia, Alvin kembali berbalik dan berjalan meninggalkan Sivia dan Gabriel.


*******

Merka masih larut dalam diam. Baik Rio ataupun Ify tidak berminat mengeluarkan suara sedikitpun. Mereka sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing, Rio sibuk dengan pikirannya sementara Ify sibuk mengaduk minumannya.

“ng…. Rio.” Panggil Ify canggung. Ia tak bisa diam terus, mengingat dialah yang meminta Rio untuk menghampirinya di café ini.

Rio mengangkat wajahnya tanpa menjawab panggilan Ify. Ia menatap menik-manik mata Ify yang selalu bisa membuatnya tenang –dulu. Mata indah itu selalu menunjukkan kejujuran gadis tersebut, bahkan mata tersebut lebih pandai berbicara dari pada mulut pemiliknya.

“apa kau masih mencintaiku?” Tanya Ify pelan.

Rio menghembuskan nafas berat. “entahlah, mungkin mataku bisa menjelaskannya.” Rio mengangkat dagu Ify agar gadis tersebut bisa membalas tatapannya. “berbicalah dengan mataku.” Suruh Rio tabu.

Ify membalas tatapan mata Rio. Mata laki-laki itu, mata yang dulu selalu membuatnya nyaman dan selalu menjelaskan sesuatu yang sulit untuk dijelaskan si pemilik. Seperti beralih fungsi, mata laki-laki menjawab pertanyaan Ify, tentu saja mambua Ify mengangguk paham.

“aku mengerti.” Kata Ify sambil mengangguk-ngangguk kentara. “semuanya sudah jelas”

Ify tersenyum lega.

“jadi aku tak perlu merasa bersalah.”

“hmmmm, jadi bagaimana hidupmu setelah mencampakanku dulu?” Rio tersenyum jahil.

“tentu saja tak sebaik sebelum mencampakanmu.” Ify tertawa kecil. “tapi setelah terbiasa bersamanya, aku jadi mencintainya. Bahkan lebih dari cintaku padamu dulu.”

“oh, karena terbiasa ya. Hmm”  Rio emngangguk-angguk tak jelas. “jadi bisa kau beri tahu aku siapa namanya.”

Meskipun tahu, tapi Rio sedikit bingung ketika dia melihat Ify bersama Cakka bukan dengan…

“Cakka Nuraga”

“uhukhuk…” Rio terbatuk setelah berhasil menyemburkan meniman yang telah berhasil masuk kedalam mulutnya. “mak… maksudmu?.”

“iya maksudku Cakka nuraga, teman satu sekolahmu.” Kata Ify menjelaskan meskipun bingung melihat wajah kaget Rio.

“Cakka? Bukannya Alvin.” Kata Rio masih tidak percaya.

Sekarang giliran Ify yang kaget.

“Alvin? Maksudmu Alvin jonathan? Hahahaha.” Tawa Ify pecah mendengar praduga bodoh Rio. “mana mungkin aku bertunangan dengan sepupuku tersayang.”

Rio terpekur. Malu dengan kesalah sangkaannya. Dia membenci orang yang salah ternyata. Ia membenci Alvin karena mengira dulu bocah itu yang merebut Ify darinya, tapi ia salah.

“jadi apa yang membuatmu mengira aku bertunangan dengan sepupuku sendiri?” Tanya Ify masih dengan tawanya.

“ck-_- dulu aku melihat kamu dan Alvin sangat dekat.” Rio menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. “bahkan setelah kau memutuskan hubungan kita, aku melihat dialah yang menenangkanmu.”

“hahaha, aku dan Alvin memang sangat dekat. Tapi kami tak mungkin bertunangan, selain kami berdua sepupuan, dia juga telah mempunyai calon tunangan, akupun begitu.” Kata Ify. Ia menghapus air matanya yang menggenang dipelupuk matanya karena lelah menertawakan praduga bodoh Rio. Lucu sekali.

“ah yasudah, kau jangan memasang tampang bego seperti itu.” Ify berdiri dari duduknya. “Cakka menungguku didepan, aku harus pulang sekarang.”

Rio ikut berdiri dengan kikuknya. Ia masih merutuki kebodohan yang ia buat sendiri. “hmmm, salam buat tunanganmu, semoga langgeng.”

“tentu saja kami langgeng. Kau juga harus cepat-cepat mendapatkan gadismu, kan?” Ify mengerling nakal.

“eh?.”

“hahaha, aku mengenalmu lumayan baik MaRio, tak usah menyembunyikan perasaanmu sendiri, cepat dapatkan gadis itu sebelum didapatkan orang.” Kata Ify sambil tertawa kecil. Puas menggoda mantan kekasihnya ini.

“ma.. maksudmu?.”

“gadis yang menjadi sahabat Sivia, kan? yang tangannya kau genggam erat waktu datang ke gedung kemarin.” Tebak fy.

“yasudah, aku pulang dulu MaRio. Sepertinya Cakka sudah tidak sabar menungguku. Bye!!!”

Ify berjalan menjauhi Rio. Sekarang perasaannya jauh lebih baik setelah ia menyelesaikan permasalahnnya dengan Rio. dulu ia hidup bersama bayangan rasa bersalahnya karena memutuskan Rio secara sepihak, sekarang ia mau hidup bahagia dengan orang yang sudah disiapkan tuhan untuknya. Cakka nuraga.


******


24 jam….


Sivia terpaksa mengikuti perintah angel yang memaksanya menemui ketua osis SMA Prada Kusuma. Dan itu menyebabkannya harus berdiri disni, tepat didepan pintu ruang osis SMA tersebut. Meskipun sudah menolak beberapa kali dengan berbagai alasan, engele tetap tidak menerima bantahan dan mengaharuskan Sivia yang langsung datang ke SMA ini.

Sebenarnya harus diadakan rapa ulang untuk mendapatkan kesepakatan bersama, namun tampaknya angel kapok berurusan dengan bocah tengil macam ketua osis SMA Prada Kusuma. Bisa-bisa aku membunuh bocah itu diruang rapa. Kata angel berapi-api setelah rapat yang diselesaikan seenak jidatn oleh tuan muda sindhunata yang terkenal sangat angkuh dan dingin.

“permisi” Sivia mengetuk pintu ruang osis yang terbuka lebar.

“SIVIAAAA” sapa Gabriel yang langsung beringsutan berdiri dari tempat duduknya. Kongtan membuat Cakka yang tengah asik memainkan rubik disamping Gabriel langsung melihat keambang pintu –tepat ditempat Sivia berdiri.

“hey iel, ketemu lagi hehe.” Sivia nyengir kuda, sedikit canggung. “ketua osis lo ada?”

“eheeem, cie cie yang nyari Alvin, ada apa nih? Mau ngajak Alvin tunangan.” Kata Cakka enteng, niatnya berguyon tapi malah jadi sindiran –menurut Sivia.

Sivia langsung melotot garang kearah Cakka, tapi ditanggapi tawa ledekan yang benar-benar membuatnya kesal. sementara Gabriel hanya mengernyit bingung tidak mengerti.

“Alvin lagi dibelakang sekolah.” Kata Gabriel mencairkan suasana.

“dibelakang sekolah?”

“mau gue anter?” Tawar Gabriel.

“tunjukin aja jalannya.”

“keluar dari ruangan ini, jalan kearah jarum jam 12, belok kiri diantar gedung  kelas sama laboratorium biologi, jalan terus ntar lo nemuin lapangan, cari pohon yang paling besar, entar lo nemuin dia disana.” Kata Cakka ngejelasin. “sekalian entar kalo udah ketemu  lo suruh dia makan, belum makan dari tadi dia, nih lo bawa makanannya.” Cakka nyodorin pelastik yang isinya roti semua.

“eh?”

“udah jangan ah eh lo, buru sono.”

Cakka bangun dari tempat duduknya, lalu mendorong Sivia biar cepet keluar dari ruang osisi, bukannya mau ngusir tapi dia butuh ngomong sama Gabriel.

“good luck vi, dapetin lagi kesempatan lo” Teriak Cakka yang ngelihat punggung Sivia bergerak menjauh.

Meskipun Cakka sempet kesel sama Sivia gara-gara telat dating keacara pertunangan, tapi mau gimana lagi, dia juga nggak bisa tinggal diem liat Alvin yang tiap hari ngegalauin Sivia.

“jangan digebet Sivianya, iel.”

“eh ma… maksud lo?”

“gue tau jalan pikiran lo” Cakka duduk lagi ditempatnya semula. “tapi buat Sivia lo nggak boleh dektin, udah ada yang punya.”

“ma… maksud lo…. Punya Alvin.”

Cakka mengangguk.

“patah hati deh gue.”

“dasar buaya darat! Si dea, agni, sama zevana mau lo bawa kemana”

“hehehe”

“nyengir lagi lo”


******


Sivia berjalan kearah arah yang ditunjukin Cakka. Sampai akhirnya sekarang ia berdiri tepat dibawah pohon yang paling besar. Tapi Sivia tidak melihat Alvin disana.

“cari siapa lo?” suara itu mengintrupsi gerakan Sivia yang celingak celinguk dari tadi. “gue diatas”

Sivia mendongak keatas pohon dan melihat orang yang dicarinya sedang tidur disalah satu dahan pohon yang cukup tebal dan kuat.

“gu… gue disuruh angel bu… buat…”

“nama lo?”

“si… Sivia” suara Sivia terdengar lrih.

Mata Alvin yang dari tadi tertutup, langsung terbuka lebar –meskipun enggak bisa lebar gara-gara matanya yang Cuma se iprit alias sipit (hahaha).

HAP!!!

Alvin loncat dari atas pohon dan sukses mendarat tepat dihadapan Sivia. Membuat Sivia sedikit terpelonjak kebelakang karena jaraknya dengan Alvin tidak sampai 15cm. mata merekapun saling beradu satu sama lain.

Tak sampai 1 menit mereka saling tatap, Alvin memutuskan untuk mengalihkan pandangannya, ia belum mau melihat mata gadis itu. Dengan cueknya Alvin mendudukan dirinya sambil menyandar dipohon.

“duduk” perintah Alvin.

Dengan gerakan kikuk Sivia ikut duduk sesuai perintah Alvin.

“jelasin.”perintahnya lagi, tanpa mengahadap orang yang diajaknya berbicara.

Sivia menunduk, belum siap dengan jaraknya dan Alvin yang bisa dibilang lumayan dekat. Jantungnya berdetak ekstra, membuatnya kewalahan sendiri. Belum lagi dengan aliran darahnya yang bercampur dengan kehangatan yang ditimbulkan dari kebersamaannya dengan Alvin. Alvin benar-benar membuatnya gila.

“lo nggak bisu mendadak, kan?” suara Alvin lagi-lagi mengintrupsinya.

“eh, iya. Ang… angel bilang keuntungan yang bisa sekolah kami kasi Cuma sebatas penanggungan konsumsi, transportasi, sama semua kekuasaan diberikan sepenuhnya ke sekolah lo.” Alvin menyeringai.

“oke, gue sedikit tertarik. Tapi gue butuh kepastian langsung dari angel.” Alvin menyodorkan hpnya. “tulis nomor angel.”

Sivia mendongak, dapat dilihatnya wajah Alvin yang sedari tadi hanya memandang lurus kedepan, seperti tidak berminat melihatnya sama sekali. Sivia menghela nafas beratnya, mendesah dengan berat mencoba mengusir sesaknya setiap kali mendapati kelakuan Alvin benar-benar menghidarinya.

“gue nggak punya banyak waktu, cepat!.”

Sivia tertegun dan dengan ragu mengambil hp Alvin. Setelah selesai mengetik nomor angel, Sivia langsung mengembalikan hp Alvin.

“oke” Alvin langsung ngesave nomor angel. Setelahnya ia diam, Sivia juga diam. Tak ada topic pembicaraan setalh itu.

“a… al… i… ini Cakka nyuruh gue ngasi ini, katanya lo belum makan?.”

Alvin menoleh, bukan melihat Sivia tapi melihat kantong plastic yang disodorkan Sivia. Dengan enggan Alvin mengambil kantong plastic yang isinya roti tersebut. Tanpa berminat memakannya, Alvin malah menaruh kantong plastic  tersebut ditanah.

“kenapa nggak lo makan” Tanya Sivia.

“apa peduli lo? Lo bukan siapa-siapa gue”

GLEG

Sivia meneguk ludahnya kasar. ‘Lo bukan siapa-siapa gue’. SKAK! Nafas Sivia tercekat. Benar! Dia bukan siapa-siapanya Alvin, seharusnya dia tidak peduli. Ta.. tapi…

“ta.. tapi lo te… tetep harus makan.” Sivia berusaha menormalkan suaranya. Tap bukannya menormal, suaranya malah terdengar seperti orang tercekik.

Alvin diam.

Sivia melihat wajah laki-laki itu seksama. Mata laki-laki itu tertutup rapat, apa dia tertidur?.

“lo ha.. harus makan.”

Sivia menyambar kantung pelastik tersebut dan mengambil salah satu roti yang ada dilamnya. Dengan tangan gemetar Sivia membuka bungkus roti dan menyodorkannya kearah Alvin yang masih menutup mata.

Apa dia benar-benar tidur?

YEAAAH!!! Laki-laki itu benar-benar tertidur. Sivia dapat melihat dada Alvin naik turun secara teratur, nafasnyapun berhembus lembut. Wajah dinginnya benar-benar terlihat polos, seperti bocah kecil yang tidak tahu apa-apa. Sivia tersenyum lembut, laki-laki disampingnya ini benar-benar membuatnya gila, meskipun dalam keadaan tertidur sekalipun.

PLUK

Kepala Alvin yang menyender dipohon terjatuh kepundak Sivia. Membuat Sivia tertegun, namun pada akhirnya ia pun semakin melebarkan senyumannya. Dengan posisi seperti ini, ia dapat melihat wajah Alvin lebih dekat, merasakan hembusan nafas laki-laki tersebut yang menerpa leher jenjangnya.

Ahhh! Sivia ini hari paling beruntung untukmu.


*******


Senyuman manis Sivia tidak pernah lepas sepanjang hari ini. Apalagi kalau bukan karena inseden Alvin yang tertidur dipundaknya. Ditambah lagi ketika melihat wajah laki-laki itu yang memerah gara-gara salting begitu bangun dari tidur dan mendapati dirinya tertidur dipundak Sivia. Benar-benar lucu dan mempesona.

Sivia ingin sekali waktu berhenti waktu itu dan tetap menikmati momen yang jarang ia dapatkan dengan laki-laki itu.


*******



“hallo” suara disebrang sana menjawab panggilan Alvin.

“angel?”

“iya, siapa?”

“Alvin”

“oh kenapa Alv?.”

“gue udah denger beberapa keuntungan yang lo ajuin dan gue setuju.”

“serius?”

“hmmm, tapi gue minta satu keuntungan lagi.”

“hah?” suara disebrang sana terdengar kaget. “apalagi?”

“gue minta sekertaris osis lo yang jadi perwakilan couple nanti.”

“maksud lo sekertaris?.”

“hmmm”

“oke, gue usahain.”

“thanks.” Tanpa ba bi bu be bo, Alvin langsung memutuskan sambungannya.

Setelahnya Alvin melempar hpnya dan merebahkan tubuhnya diatas kasur. Pandangannya menerawang jauh menembus langit-langit kamarnya dan kembali pada momen tak terduga tadi siang. Ketika ia tertidur di pundak Sivia. Rasanya sangat nyaman dan menenangkan.




-bersambung-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar