Kamis, 02 Mei 2013

NO SAD!!! (part 12)


-NO SAD-


“Nathan dan Via itu masa lalu.”

“Sekarang hanya ada Alvin dan Sivia.”

“Gue Alvin dan Lo Sivia.”




********

(“Nathan dan Via itu masa lalu.”)


Sivia tidak bisa hidup dengan baik setelah Alvin meninggalkannya di taman waktu itu. Apalagi setelahnya Alvin tidak lagi dapat ditemui, tidak di sekolahnya, tidak di kediaman sindunata, dan tidak lagi disekitar jarak jangkau mata Sivia. Setidaknya, walaupun laki-laki itu meninggalkannya, Sivia masih berharap bisa melihatnya meski dari jauh, Namun kenyataanya 4 tahun belakangan ini, Alvin benar-benar tidak dapat dijangkaunya meski dengan matanya sendiri, laki-laki hilang seperti tak pernah hidup sebelumnya.

 Tidak gampang untuk Sivia hidup tanpa Alvin selama 4 tahun ini. Tapi karena Cintalah Sivia bisa bertahan sampai sekarang. Menunggu sesuatu yang sebenarnya tidak untuk ia tunggu. Menunggu Alvin adalah hal paling bodoh yang dilakukannya selama 21 tahun ia hidup. Tapi tak apa. Meskipun Sivia bingung untuk apa ia menunggu laki-laki tersebut, Sivia sudah bertekat untuk tetap menunggu Alvin sampai suatu saat nanti Alvin berdiri dihadapannya dan menyuruhnya untuk mencari orang lain yang lebih baik dari diri laki-laki itu sendiri. Setidaknya Sivia masi memuluku cincin cantik yang selalu setia tersemat di jari manisnya. dan Cincin inilah yang menjadi pengikatnya dengan laki-lakin itu.

ohya, apa Alvin masih menjadikan cincinnya sebagai kalung? Sivia berharap jawabannya iya.tapi tak mungkin, laki-laki itu sendiri yang meninggalkannya dan tidak memberikan kesempatan pada Sivia,  mungkin sekarang dia sudah melupakanku, atau mungkin dia sudah mempunyai kehidupan baru dengan gadis baru yang lebih cantik dariku, pikirnya kalut.  Lantas untuk apa kau menunggunya, Sivia Azizah? kau memang gadis terbodoh didunia ini! menunggu Alvin yang jelas-jelas mengatakan kalau ‘Nathan dan Via itu masa lalu’ dan mengharapkan satu kesempatan untuk memulai segalanya lagi. TIDAK MUNGKIN! harapan terlalu muluk.

“SIVIAAAAAAAAA” Teriakan itu berhasil membuat lamunannya runtuh.

Dan pemilik suara itulah yang terus menemaninya selama 4 tahun ini. Meskipun orangnya menyebalkan, tapi yah mau gimana lagi karena selama ini dialah yang menjadi sahabat setia Sivia.

“Hoooooy Sivia! mau sampai kapan lo diem kaya orang bego sambil liatin foto tuh cowok.” katanya seenak jidatnya.  “ceileeeh dibilangin bukannya sadar malah makin bengong. buruuuan, Rio udah ngomel-ngomel tuh didepan nungguin kita.”

Sivia bangkit dari tempat dudunya, dan meletakan foto Alvin yang didekapnya dari tadi. Setelahnya sambil merengut Sivia menyambar tas kecil yang tergeletak di meja pojok kamar.

“ck pacar lo Bawel banget sih, lo tularin ya? tau deh yang bentar lagi mau nikah, apa-apa harus kompak, sampai bawel-bawelnya juga lo kompakan sama dia.” Sivia menggerutu sambil menuruni anak tangga. “dulu aja lo pengennya nikah sama cowok kaya Cakka, yang kagak bawel, cool, tegas, dan blablabla.”

“SIVIA!!! STOP!!! lo juga bawel tau! lagian lo kenapa jadi bawa-bawa Cakka sih. gue udah move on sejak 3 tahun lalu.”

“iya tau sih gue yang udah move on. lagian si Cakka udah dipatenin jadi punya orang lain. nggak mungkin kan lo ngarepin suami orang hahaha.” kata Sivia sambil terkekeh nggak jelas. Mengingat 4 tahun lalu, ia melihat Shilla –sahabatnya seperti mayat hidup setelah menerima undangan pernikahan Cakka dan Ify. 

“please vi, sekali lagi lo ngomongin Cakka, gue aduin lo ke Rio.” ujar Shilla yang suaranya mulai terdengar merengek. Pasti sebentar lagi  gadis itu akan berlari ke Rio, bergelayut manja pada lengan kekar kekasihnya itu, dan mengadu dengan suara merajuk yang sok manja –dan sumpah bikin muntah orang yang denger hahaha.

“oke oke oke, gue nggak ngomongin Cakka lagi. Lagian ngapain si Rio ngajak gue ke acara bisnis yang resmi banget kayak gini. mana gue kudu pake dress lagi, ck ribet banget.”

“udah ah lo ngeluhnya, buruan deh lo!.”



*********

(“Sekarang hanya ada Alvin dan Sivia.”)



Sivia berjalan sambil menundukan kepalanya dalam-dalam, melihat lantai tempatnya melangkah. Sivia tidak berani mendongak, ruangan ini terlalu penuh dan sesak, ia takut ketika mendongak nanti ia akan semakin canggung melihat orang-orang yang berada di acara ini. Mereka kebanyakan terdiri dari orang-orang yang berpengaruh di dunia bisnis, umur mereka pun kebanyakan telah berkepala tiga ataupun empat, hanya beberapa yang seumuran dengarnya. Rio dan Shilla enatah pergi kemana. Begitu memasuki ruangan ini, mereka asik berbincang-bincang dengan pembisnis lainnya dan Sivia yang bosan lebih memilih mencari makanan atau minuman yang tersedia, sampai akhirnya ia tersesat diantara orang-orang penting yang tidak ia mengerti.

Langkah Sivia terhenti begitu menyadari ada langkah lain yang berada didepannya. Sivia menggeser langkahnya ke kiri dan langkah itu bergeser ke kanan –kembali menghalanginya. Ketika Sivia memutuskan melangkah ke kanan, langkah itu malah ke kiri. Merasa dipermainkan Sivia menghentakkan kakinya dengan kesal, ia mendengus  pasrah dan memilih menghentikan langkahnya ketika langkah yang dari tadi menghalanginya ikut terhenti.

“Kenapa papa mengikuti langkah nona cantik?.” suara yang terdengar polos tersebut membuat Sivia mengangkat wajahnya, dengan sedikit mendongak guna mencari sumber suara.

Sivia melihat pemilik suara tersebut yang ternyata adalah seorang laki-laki kecil berambut gondrong yang sedang dalam gendongan seseorang. Tubuh laki-laki kecil tersebut sedikit menghalangi wajah  orang yang menggendongnya –orang yang di panggilnya papa.

“haish haish ray kau sudah terlalu besar untuk papa gendong, tubuhmu menghalangi pengelihatan papa.” gerutu orang tersebut sambil menurunkan tubuh laki-laki kecil yang tadi digendongnya.

Laki-laki kecil tersebut mempoutkan bibirnya dengan lucu. “lihat ulahmu membuat papa mengganggu kenyaman orang lain.” omelnya sambil menegakkan tubuhnya setelah menurunkan ray.

Laki-laki itu hendak membuka mulutnya –untuk meminta maaf ketika melihat wajah Sivia yang menegang. Bukannya mengeluarkan kata maaf, Wajah laki-laki tadi ikut menegang. Mereka terdiam cukup lama. Sivia memandang laki-laki itu tanpa berkedip, begitupun dengan laki-laki tersebut. Mata mereka seakan menyorakan kata rindu yang mendalam tak kala tatapan mereka sama-sama menghunus manik-manik mata orang yang berada dihadapan mereka.

“si…v…”

“Papaaaaa aku bosan, aku ingin ke mama. Cepatlah! sampai kapan papa akan berdiam diri disini.” gerutu laki-laki kecil tadi mengintrupsi suaranya.

Laki-laki tersebut mendelik kearah ray. “cerewet sekali kau ray.” ucap laki-laki itu sinis, membuat anak kecil yang dipanggil ray langsung menunjukan mata berkaca-kacanya, ia seperti ketakutan  mendengar nada sinis laki-laki tersebut.

“hiks hiks aku ingin ke mama.” rengeknya sambil menangis tersebud-sedu. Laki-laki itu menunjukan tampang jengahnya sambil menarik tangan ray.

“baiklah baikla, tapi berhentilah menangis.” Laki-laki itu berjalan sambil menuntun tubuh kecil ray sebelum anak kecil tersebut memekikan suara cemperengnya jika menangis. Sebelum benar-benar hilang diantara keramain, laki-laki itu memutar kepalanya dan melihat kearah Sivia yang masih membeku ditempatnya. Laki-laki itu melemparkan senyum kakunya dan menghilang dibalik keramaian.

Hati Sivia mencelos, dadanya terasa lebih penuh dan sesak dibandingkan dengan ruangan ini. Tanpa dikomandokan air matanya mengalir begitu saja. Sivia berlari menembus keramaian, berharap bahwa ini semua hanya sekedar mimpi, apalagi ketika suara anak kecil tersebut menyebut laki-laki tadi dengan panggilan ‘papa’.



*******



Sivia menerawang langit gelap yang ada di atasnya. Sisa-sisa air mata masih terlihat jelas di pipinya yang cubby. Mengingat kejadian tadi membuatnya ingin menangis kembali. Takdir terlalu kejam untuknya.

“Lama tidak bertemu.” suara khas tersebut mengintrupsi pikirannya, tanpa menoleh pun ia tau siapa pemilik suara tersebut. Dengan cepat Sivia menghapus bekas air matanya.

“Apa kabar?.” tanyanya sambil mengambil posisi duduk disamping Sivia. Laki-laki itu sedikit menoleh. Matanya langsung menyelami wajah putih Sivia, mata, hidung, mulut, ah ia merindukan semua milik gadis tersebut. Sudah lama ia tidak melihatnya dan sudah lama pula ia merindukannya.

“Apa dulu lo ninggalin gue karena ini?.” Sivia bergumam tidak jelas, perlahan  kepalanya ia rebahkan dipundak laki-laki tersebut. Terpaan angin yang menyapa kulit wajahnya membuat mata bulat miliknya terpejam. Tidak benar-benar tidur, Sivia hanya ingin merasakan kebersamaannya dengan laki-laki yang selama ini ia rindukan meskipun seharusnya sikapnya tidak boleh sepert ini.

“maksud lo?” Laki-laki itu membuka mulutnya setelah lama terdiam. wajahnya semakin menegang merasakan pundaknya yang memberat akibat tindihan kepala Sivia. Bukannya keberatan, namun dengan kontak langsung seperti ini membuat jantungnya berdebar hebat seperti dulu.

“karena ada orang lain yang lo cinta selain gue.” nada suara Sivia terdengar bergetar. “anak kecil tadi, apa dia buah cinta lo sama is..tri lo, sama orang yang lo cintai?.”

“siv…” belum sempat katanya selesai, Sivia kembali mengintrupsi.

“anak lo ganteng kaya lo, pasti istri lo cantik.”  kata Sivia sambil mengangkat kepalanya dan menoleh kearah Alvin –laki-laki itu. tanpa bisa dibendung air matanya jatuh lagi. Melihat Alvin sama saja membuatnya ingin memiliki laki-laki itu lagi –jika ia diberi kesempatan.

“Sivia gue nggak ngerti arah pembicaraan lo soalnya gue b…”

“gue juga nggak ngerti kenapa selama 4 tahun ini gue nungguin orang yang jelas-jelas punya kebahagiaanya sendiri kaya lo.” potong Sivia lagi. Alvin mendengus kesal ketika Sivia membuka mulutnya hendak mengatakan hal-hal yang tidak dimengertinya, dengan cepat ia menutup bibir Sivia dengan bibirnya –cukup untuk mencegah Sivia membuka suara lagi. Bibir mereka hanya menempel karena tidak ada kerakan sedikitpun setelahnya.

“jangan suka motong kata-kata gue.” kata Alvin tegas setelah menjauhkan bibirnya dari bibir Sivia. sementara Sivia masih terlihat kaget dan syok atas aksi tak terduga yang dilakukan Alvin kepadanya barusan.

Tangan kokoh Alvin mengapit kedua pipi putih Sivia. Dengan mata teduh ditatapnya mata gadis tersebut penuh makna, ia merindukan gadisnya. “dengerin gue.” pintanya sambil tersenyum lembut. “Apapun yang terjadi gue tetep cinta sama lo.” setelah mengatakannya Alvin mencium kening Sivia dan direngkuhnya tubuh gadis tersebut untuk menyalurkan semua hasrat rindunya selama 4 tahun tidak bertemu.

“gue cinta lo.”


**********


(“Gue Alvin dan Lo Sivia.”)



suara lembut yang mengungkapkan cinta waktu itu masih menghantui Sivia sampai sebulan berlalu. Sivia memejamkan mata bulatnya, kedua tangannya menyilang diatas dadanya, masih dirasakannya kehangatan tubuh Alvin yang waktu itu memeluknya. Sudut bibirnya ia tarik selebar mungkin, membentuk lengkungan indah yang menunjukan kalau mengingat kejadian sebulan yang lalu membuatnya merasa bahagia. Belum lagi ketika ia membayangkan betapa lembutnya bibir Alvin yang menepel dibibirnya dan merebut first kissnya secara tiba-tiba. lengkap sudah kebahagiaan Sivia…

Namun yang masih ia bingungkan mengapa Alvin lagi-lagi meninggalkannya tanpa penjelas. Setelah memeluknya cukup lama, Alvin hanya tersenyum dan berjalan meninggalkan Sivia lagi sama seperti 4 tahun lalu. Dan –lagi laki-laki itu menghilang tanpa menghubunginya selama sebulan ini. Jujur saja Sivia takut kalau kali ini Alvin akan benar-benar meninggalkannya. Bukan hnya 4 tahun namun seumur hidupnya dan membiarkan Sivia menunggu lama lagi.

Sivia menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran negative yang tiba-tiba menyelinap diotaknya.

drrrrrt drrrrrrrt drrrrrrrt

Smartphone yang berada disamping kepalanya bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Dengan gerakan cepat Sivia menyambar smartphone tersebut setelah memastikan siapa yang menelponnya sepagi ini.

“Sivia…”

“iya, gue sendiri. Ada apa shill?”

“sekarang lo ada jadwal pemotretan mendadak, si tua Angel butuh model buat rancangan terbarunya.” kata Shilla disebrang sana.

“kok mendadak banget, tapi it’s okay, lo kirimin aja alamat pemotretannya ntar gue kesana.”

“okay bentar lagi gue kirimin, good luck Girl.”

Sambungan terputus. Sivia mendesah jengah, tumben-tumbenan ada jadwal mendadak seperti ini biasanya Shilla selalu menolak jadwal tiba-tiba yang belum tercatat dalam notebooknya jauh-jauh hari. Ah! sahabatnya –yang merangkat menjadi menejernya itu aneh sekali.


*********



Sivia tersentak kaget begitu Angel –seorang desainers yang cukup terkenal menyodorkan sebuah pakaian yang sekarang  telah membalut tuhuh rampingnya. Pakaian sederhana namun terkesan elegan dan anggun ketika membalut tubuh Sivia secara keseluruhan, Panjangnya yang melewati melewati tinggi tubuh Sivia selalu menjadi cirri khas pakaian-pakaian sejenisnya. Wedding dress. Angel tersenyum bangga melihat buah karyanya kini dikenakan oleh orang yang cocok. Ia merasa puas –hampir menangis haru ketika rancangannya benar-benar dapat mempercantik model kesayangnya.

“kau cantik Sivia.” katanya tulus. Senyuman Sivia ikut mengembang mendengar pujian desainers paruh baya tersebut.

“Terimakasih Angel.”

“baiklah sekarang kau sudah siap potret, ayo bergegas kedepan, sebuah mobil sudah menunggumu disana.” suruh Angel sambil membereskan semua alat make upnya yang masih berserakan.

“hah?.”

“kenapa kau masih diam?.” Tanya Angel sambil mengernyitkan dahi. beberapa saat kemudian ia mengerti bahwa gadis yang beraa dihadapannya ini belum mengerti apa-apa. “ayo cepat.” dengan gerakan terburu-buru Angel menarik  tangan Sivia hingga depan gerbang kantornya.

Sebuah mobil mewah berwarna putih yang senada dengan Wedding dress Sivia langsung berhenti didepan mereka. Seorang pria dewasa berperawakan kokoh langsung turun dan membukakan pintu belakang mobil dan mempersilahkan Sivia masuk.

“cepat sana. Good luck.” seru Angel sambil mendorong tubuh Sivia masuk kedalam mobil. Meskipun tidak mengerti sama sekali, Sivia hanya menurut dan membiarkan tubuhnya terhempas dikursi mobil. suara debaman pintu yang tertutup tidak juga membuatnya tersadar apa yang terjadi. Sayup-sayup masih didengarnya suara Angel mengatakan ucapan-ucapan yang tidak jelas didengarnya sebelum mobilnya benar-benar melaju membelah jalanan.

Selama perjalanan Sivia masih terdiam, tidak membuka mulutnya sama sekali meskipun ia ingin bertanya kepada siapapun yang mau menjawab beberapa pertanyaan yang menyerang otak dan hatinya. Dengan gerakan pelan Sivia menggelengkan kepalanya untuk menghapus  pikiran-pikiran negative yang bersarang diotaknya. Pasti ini hanya pemotretan intensive sehingga semuanya harus dilakukan dari awal, iya semoga pemotertan kali ini memang bertemakan pernikahan dan mewajibkannya menjalani proses dari ketika ia masuk mubil pengantin hingga ia berada didepan altar nanti.

Begitu cepatkah waktu berjalan? mobil berhenti melaju disebuah taman hijau dimana pijakannya beralaskan rumput-rumput segar yang sepertinya tengah bergoyang riang menyambut kedatangannya, pohong-pohon menjulang tinggi seakan melambai-lambai menyambut kedatangan Sivia.

Sivia masih terpekur sebelum sebuah tangan terulur kehadapannya. Sivia tersentak. Dengan pandangan bingung ia menelusuri pemilik tangan tersebut hingga penulusarannya terhenti pada wajah kriput yang sangat amat ia kenal.

“Ayo Sivia, seseorang telah menantimu.” kata pemilik wajah tersebut.

Dengan ragu Sivia menerima uluran tangan tersebut. Riak bingung diwajahnya masih belum terusik. Pemilik wajah keripun yang diketahuinya sebagai adik mendiang ayahnya itu tersenyum hangat begitu uluran tangannya diterima. Ia menarik tangan Sivia dengan lembut, membantu gadis itu keluar dari mobil dan segera menuntunnya berjalan menyusuri karpet putih yang menuju kesatu arah.

Sem ua orang yang berada disana memandangi Sivia dengan pandangan memuja. Kecantikan natural gadis tersebut benar-benar membua semua orang yang disana harus bersedia melontorkan kata pujiannya, apalagi begitu melihat gadis tersebut mengenakan wedding dress yang membalut tubuh rampingnya.

Sementara itu, di ujung karpet putih seorang laki-laki berdiri membelakanginya. Kalau tidak salah dengan feelingnya, Sivia mengenal posture tubuh tegap dan kokoh laki-laki tersebut. Ya, Sivia sangat mengenal pemiliknya. Dan feelingnya terbukti begitu laki-laki tersebut berbalik dan menyambut tangannya yang entah sejak kapan telah terulur kehadapan laki-laki tersebut.

Alvin Jonathan.

Laki-laki itu menatapnya dengan pandangan menenangkan, seolah-olah ia tahu bahwa gadis dihadapannya sedang sangat kebingungan. Mulut Sivia seakan terkatup rapat oleh semua hal-hal yang terjadi beberapa menit ini dan hal-hal tersebut benar-benar membuatnya bingung.

“maukah kau menikah denganku, Sivia?.” Tanya Alvin lembut begitu gadis tersebut berada disampingnya dan menghadap seseorang yang akan menuntun mereka mengikrarkan  janji suci.

Sivia mengerjapkan matanya beberapa kali guna mengembalikan kesadarannya yang telah larut dalam kebingungan. Kepalanya ia dongakan untuk melihat wajah laki-laki yang ada disampingnya. Kembali ia kerjabkan mata bulatnya seakan ia masih belum benar-benar kembali dari alam mimpi, seakan-seakan ia sedang bermimpi saat ini. Bermimpi kalau sekarang ia sedang berada disebuah acara pernikahan dan itu pernikahan dirinya. bermimpi bahwa laki-laki bernama Alvin Jonathan yang disampingnya mengajaknya menikah padahal dulu pernah menolaknya. Bermimpi bahwa mimpi ini tidak akan berakhir.

“Sivia?.”

“Aku….” Sivia menundukan kepalanya. “Aku… tidak mengerti dengan semua ini… tapi aku mau menikah denganmu.” kata Sivia mantap.

Seulas senyuman terpatri dibibir Alvin, sementara Sivia semakin menundukan kepalanya, ia malu dan pipinya sekarang pasti sudah merah merona mengalahkan warna blusson pingnya.

“Aku mencintaimu Sivia.” Alvin mengeratkan genggamannya sebelum janji suci mereka terikrar.


********



Sivia tersenyum malu-malu begitu Alvin menatapnya dalam. Retina hitam kelam laki-laki itu syarat akan kasih sayang , begitu teduh dan mempu menghipnotis Sivia. Dengan perlahan Sivia menutup matanya, menikmati sentuhan hangat bibir laki-laki itu dikeningnya. Seketika kehangatan menjalar mememenuhi kepalanya, merambat masuk kedalam pori-pori kulit wajahnya, dan turun kebawah melalui kerongkongannya dan mengendap tepat diparu-parunya, membuat kehangatanyang ditimbulkan laki-laki itu menjadi oksigennya sekarang, esok, dan selamanya. Laki-laki itu adalah oksigennya sekarang, sumper udara yang akan ia hirup sepanjang hidupnya, tanpa laki-laki itu ia tidak akan bisa bernafas dan mati.

Suara tepuk tangan bergemuruh mengiringi kecupan manis Alvin yang terlepas dari kening Sivia. Seulas senyum bahagia mereka persembahkan untuk kebahagiaan mereka hari ini. Dengan rinci Sivia memperhatikan semua orang yang mengelilinginya, baru ia sadari ada Ibunya yang sedang menangis haru melihat putrinya sekarang sudah menjadi milik orang, ada Winda dan Duta –kedua orang tua Alvin yang tersenyum bangga melihat putranya berhasil mendapatkan cintanya, tak lupa juga ada Shilla dan Rio, ada Cakka dan Ify yang mengapit tubuh kecil seorang anak laki-laki –yang dipanggil ray, anak laki-laki itu menatap Alvin dengan bahagia.

“thanks for today, GOD. Aku memang tidak mengerti langkah apa yang kuambil hingga aku benar-benar berlabuh pada laki-laki yang kucintai, aku juga tidak paham dengan alur cerita ini yang sejak awal membuatku merasakan sakitnya penolakan hingga rasa jengahnya menunggu dan sekarang semuanya terbalaskan indah, aku merasakan betapa bahagianya mendapatkan kejutan seperti. thanks.”


pada akhirnya orang yang mau bertahan dengan keyakinannya akan mendapatkan kebahagiaan tak terduga :*




------THE END-----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar